Seorang pemuda berambut cokelat tua baru saja bangun dari tidurnya, karena terganggu dengan suara jam alarm yang ada di meja kecil di samping tempat tidurnya. Ia segera menyibak selimutnya lalu keluar dari area tempat tidur, dan dengan malas berjalan memasuki kamar mandi.
***
Seorang wanita
paru baya dengan santainya mengaduk sup yang sedang ia masak, "sayang, apa
Tomo sudah bangun?" tanya wanita itu ceria kepada pria yang sedang membaca
koran pagi di meja makan tanpa mengubah posisinya yang sedang mengaduk sup.
"Sebentar lagi dia akan turun," ucap pria itu santai tanpa menurunkan korannya.
Tidak berapa lama, seorang pemuda berambut cokelat tua dengan seragam Hisanaki Academy. Kemeja putih lengan panjang yang tertutup jas academy yang berwarna biru tua dengan lambang segi enam dengan di tengahnya terdapat gambar buku dan pena bulu yang berwarna emas, dan celana sekolah panjang berwarna krem.
"Selamat pagi, Tomo," sapa wanita paru baya itu ketika melihat pemuda yang di panggil Tomo atau Tomoe langsung duduk di kursi meja makannya.
"Selamat pagi, Ayah, Ibu," ucap Tomoe sopan.
"Kau harus segera makan atau kau akan terlambat di upacara penerimaan siswa baru," ucap suara berat sang ayah yang masih membaca koran. Tomoe langsung menyantap sarannya tanpa banyak bicara. Sekitar sepuluh menit kemudian Tomoe telah selesai menghabiskan sarapannya, ia langsung berdiri dengan mengambil tasnya.
"Aku berangkat," ucapnya malas. "Baiklah, hati-hati di jalan, Tomo!" teriak Ibunya semangat sebelum anak satu-satunya itu keluar dari rumah.
"Tidak
aku sangkah dia sudah sebesar ini," ucap Suzukawa Zika yaitu ibu Tomoe
dengan terharu.
"Kau benar, Zika. Tanpa aku sadari sudah waktunya. Dia juga sudah mengendalikan kekuatannya dengan baik meskipun dalam keadaan yang lemah seperti itu," ucap Suzukawa Toki yaitu ayah Tomoe sang pemilik rumah sakit Suzukawa yang terbesar di Jepang itu dengan senang, tanpa menurunkan korannya.
Mendengar
ucapan suaminya membuat Zika menjadi khawatir. "Apa kita harus
melakukannya?"
Toki menurunkan korannya dan menatap istri tercintanya yang sedang berwajah khawatir itu. "Bagaimanapun itu adalah tradisi keluarga Suzukawa, kita harus melakukannya, dan ini kita lakukan demi kebaikan Tomoe. Kau kan tahu jika tubuh Tomoe sangat lemah, dia membutuhkan pendamping yang bisa membantu mengisi kekuatannya.”
"Tapi,
apa dia akan menerima ini semua?" tanya Zika khawatir.
Mendengar pertanyaan dari istri tercintanya, membuat Toki menghembuskan napas pasrah dan berucap, "Entahlah..."
***
Tomoe berjalan
dengan santai di jalan perumahannya yang hanya terlihat satu sampai dua orang
warga yang sedang melakukan aktivitas mereka. Ia berjalan dengan santai sambil
mendengarkan musik kesukaannya. Tidak berapa lama ketenangannya itu berakhir,
ketika ia melewati perempatan jalan.
"Tomoe!"
terdengar suara yang sangat familiar bagi Tomoe yang memanggil namanya dengan
ceria. Tomoe memilih untuk tetap berjalan santai tanpa mempedulikan orang yang
berlari sambil memanggil namanya itu.
"Kau tega
sekali, Tomoe. Aku memanggilmu dari tadi, kenapa kau tidak berhenti dan
membuatku berlari mengejarmu? Kau tahu ini sangat melelahkan..." sambil
berjalan pemuda itu terus-menerus mengomel meskipun tidak dihiraukan oleh
Tomoe. Hingga mereka tiba di depan gerbang sekolah.
Tomoe berhenti
tepat di depan gerbang lalu berbalik menatap pemuda yang tadi mengomel
tiba-tiba berhenti, dan memandang Tomoe takut. "A-apa?" tanya pemuda
itu gemetar.
"Apa tadi kau mengatakan sesuatu, Akira?" tanya Tomoe dengan polosnya sambil melepaskan salah satu earphonenya. Membuat pemuda yang di panggil Akira itu terdiam dan menatap kosong ke arah Tomoe.
1
2
3
"Jadi
dari tadi aku berbicara sendiri?!" teriak Akira kesal dan hanya
mendapatkan tatapan heran dari Tomoe.
"Maaf, aku tadi mendengarkan musik, jadi tidak mendengar apa yang kau katakan," ucap Tomoe santai.
"Hah... Sudahlah, aku sudah biasa dengan sifatmu," ucap Akira pasrah.
"Wah ...
Lihat mobil itu."
"Mobil
itu kan pengeluaran terbaru."
"Siapa ya
yang ada di dalam mobil itu."
Tiba-tiba saja
terdengar keributan dari semua murid yang sedang berada di gerbang depan.
Mereka banyak membicarakan mengenai mobil yang saat ini ada di depan gerbang.
Mobil pengeluaran terbaru dari perusahaan Express.
"Wah ...
Ada yang keluar!"
"Dia
cantik sekali!"
"Seperti
seorang putri yang keluar dari kereta kuda!"
Teriakan
takjub pun datang dari para muridketika seorang perempuan keluar dari mobil
mewah itu. Perempuan itu terlihat sangat cantik dan anggun, dengan rambut
cokelat muda panjang yang di urai dan mata yang berwarna kuning kehijauan.
Sungguh perempuan yang manis dan cantik.
"Cantiknya!"
Perempuan itu
berjalan dengan anggun melewati Tomoe, meskipun tadi Tomoe sempat melihat jika
perempuan itu meliriknya. Namun, ia tidak mempedulikan hal itu.
"Siapa dia?" tanya Tomoe heran.
"Tomoe, apa kau tidak tahu dia? Dia kan pewaris tunggal perusahaan Express, dia yang menjadi peringkat kedua saat ujian masuk," jelas Akira, dan hanya mendapatkan anggukan sekali dari Tomoe.
"Eh lihat, bukankah itu Suzukawa Tomoe dan Yamamoto Akira!"
Tiba-tiba
salah seorang murid perempuan berteriak memanggil nama Tomoe dan Akira sambil
menunjuk mereka berdua. Membuat semua orang yang memperhatikan perempuan tadi,
jadi berpusat membicarakan Tomoe dan Akira. Bahkan perempuan tadi langsung
membalikkan badan menatap Tomoe dan Akira.
"Kenapa
tiba-tiba mereka menatap kita?" tanya Akira heran.
"Sudahlah, biarkan saja, ayo kita jalan. Sebelum upacara pembukaan di mulai," ucap Tomoe tidak peduli lalu berjalan dengan santai melewati perempuan yang tadi tanpa meliriknya dengan Akira yang mengikuti dari belakang.
***
Upacara baru
saja selesai. Akira dan Tomoe langsung berjalan menuju kelas mereka 1-A. Saat
berjalan di lorong sekolah, tanpa sengaja Tomoe dan Akira mendengar suara
seorang perempuan yang berteriak.
"Akira, apa kau mendengar itu?" tanya Tomoe tajam.
"Ya, arahnya dari kelas," ucap Akira.
Setelah itu
mereka langsung berlari dengan cepat menuju kelas 1-A. Begitu sampai di depan
pintu kelas yang terbuka. Mereka melihat Perempuan berambut cokelat muda
panjang yang diurai sedang berada di kelas itu sendirian dan terlihat seperti
ketakutan menatap mejanya.
Akira dan
Tomoe mendekati perempuan itu dengan bingung.
"Ada apa?" tanya Akira bingung.
"Ah ... Bukan apa-apa, tadi aku hanya melihat ada serangga," ucap Perempuan itu. Tomoe langsung berjalan santai menuju bangkunya yang ada di belakang dekat jendela, dan tepat di samping bangku Perempuan itu.
"Aku kira ada apa, ternyata hanya serangga," ucap Akira.
"Maaf
telah membuat keributan," ucap Perempuan itu sambil membungkukkan badan.
"Ah itu tidak masalah, tenang saja. Tapi kenapa kau sendirian?" tanya Akira bingung.
"Tadi,
saat upacara selesai. Aku langsung berlari menuju kelas, karena aku tidak baik
dalam berbicara dengan orang baru, karena statusku sekarang, aku tidak memiliki
teman baru," ucap perempuan itu malu.
"Begitu,
kalau begitu kamu bisa menjadi teman kami, untuk status kau tidak perlu
mempermasalahkannya. Kami mau berteman dengan siapa saja," ucap Akira
ceria.
"Terima
kasih, ini pertama kalinya ada yang berbicara seperti itu kepadaku, kalau
begitu salam kenal Aku Shirayuki Hime, mohon bantuannya," ucap Hime sambil
membungkukkan badan.
"Aku Yamamoto Akira, dan dia Suzukawa Tomoe," ucap Akira memperkenalkan dirinya dan Tomoe.
Meskipun Tomoe
tidak peduli dan hanya memandang keluar jendela. "Maafkan jika sifatnya
begitu," ucap Akira kepada Hime.
"Eh, iya tidak apa-apa. Suzukawa, Yamamoto, salam kenal," ucap Hime sedikit malu.
"Panggil
saja aku Akira," ucap Akira ceria.
"Baik, A-Akira, kalau begitu kau bisa memanggilku Hime," ucap Hime ceria. Setelah itu, bel mulai pelajaran pun di mulai. Mereka langsung duduk di bangku masing-masing dan pelajaran di mulai seperti biasa.
***
"Hallo?"
"Memang
aku tidak boleh menelepon sahabat baikku seperti ini?"
"Haha ...
kau sungguh memahamiku ya?"
"Malam
ini jadwal pertemuannya kan?"
"Baiklah,
aku mengerti."
"Ya, dia
sudah aku beritahu. Kau sendiri, apa kau yakin jika anakmu akan menerima hal
ini?"
"Haha ...
Kau benar. Baiklah, akan aku bicarakan dengan anakku. Baiklah, sampai
jumpa."
Seorang pria
sedang berada di sebuah ruang kerja yang di belakang kursi kerjanya terdapat
kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Tokyo. Ia menyandarkan punggungnya di
kursi kerja yang nyaman itu sambil menutup mata. "Apa Hime akan menerima
ini?" tanyanya khawatir.
***
"Akhirnya
pelajaran selesai juga, hari ini kita pulang lebih cepat. Karena masih murid
baru, aku sangat lelah," ucap Akira senang sambil merenggangkan ototnya.
"Kau hanya tidur saja dari tadi, kenapa kau merasa lelah?" tanya Tomoe malas sambil membaca buku matematikanya.
"Hihihi
... Akira, kau sangat lucu,"
ucap Hime sambil tertawa kecil.
"Wah, aku sangat senang di puji oleh perempuan secantik dirimu, Hime," goda Akira. Membuat Hime sedikit malu.
"Ah ...
Bagaimana jika kita pergi ke suatu tempat?" saran Akira semangat.
"Terserah," ucap Tomoe dingin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku pelajarannya itu. "Bagaimana Hime, apa kau bisa?" tanya Akira.
"Hm ... Baiklah, memang kita akan pergi kemana?" tanya Hime.
"Bagus, kita akan pergi ketempat yang bagus, tenang saja. Kau pasti suka," ucap Akira semangat.
Tanpa mereka
sadari. Mereka telah menjadi pusat perhatian bagi anak-anak kelas yang masih
ada di kelas mereka.
"Wah ...
Mereka terlihat dekat."
"Aku juga
ingin berbicara dengan Shirayuki."
"Aku
ingin berbicara dengan Suzukawa, dan Yamamoto."
Banyak murid
perempuan yang membicarakan ketiga orang hebat di kelas mereka. Bagaimana
tidak, ketiga orang itu adalah murid yang mendapatkan peringkat pertama, kedua,
dan ketiga.
"Baiklah,
ayo!" ucap Akira semangat.
"Berisik," ucap Tomoe dingin lalu menutup bukunya dan berdiri. Mereka bertiga pun berjalan meninggalkan kelas dengan Tomoe yang memimpin. Bagi murid yang melihat itu, mereka terlihat sangat bersinar.
Mereka
berjalan di lorong sekolah dengan santai. Akira bercanda dengan Hime sedangkan
Tomoe yang memimpin hanya diam sambil mendengarkan musik, dan membaca buku
sains. Sekali lagi mereka tidak sadar jika menjadi pusat perhatian.
"Cih ...
Jadi itu anak kelas satu yang sudah menjadi terkenal setelah ujian masuk?"
sindir salah seorang murid perempuan yang tidak suka melihat ketiga orang itu
menjadi pusat perhatian.
"Mereka sangat mengesalkan, terutama perempuan itu, dia bersikap manja, dasar. Hanya karena dia berasal dari keluarga kaya." sindiran itu sukses membuat Hime menjadi sedikit murung.
"Jangan
pedulikan mereka, Hime. Mereka hanya iri saja," ucap Akira santai, dan
sengaja dengan suara yang keras. Membuat kelompok gadis yang tadi menyindir itu
menjadi semakin kesal.
Hime menjadi
ceria kembali. "Terima kasih, Akira," ucap Hime senang.
"Os ... Sama-sama, kita adalah teman. Jadi jangan malu untuk meminta bantuan," ucap Akira senang. Tanpa mereka sadari, Tomoe berjalan sambil melirik kearah Hime.
Sesuatu mulai
bergetar di saku celana Tomoe. Ia mengambil phonsel yang ada di sakunya, lalu
mengangkatnya tanpa mempedulikan siapa yang menelpon. Karena dia tahu, siapa
yang akan menelponnya mendadak.
"Hallo,
ayah?"
"Sekarang?"
"Tidak
bisa. Hari ini aku ada janji dengan Akira akan ikut dengannya ketempat biasa."
"Tidak
terima kasih. Kali ini aku tidak bisa Ayah."
Tomoe
memasukkan kembali phonselnya lalu menghembuskan napas pasrah. "Ada
apa?" tanya Akira.
"Bukan sesuatu yang penting," jelas Tomoe santai.
***
"Aku baru
tahu, ada tempat ini," ucap Hime takjub.
"Ini adalah tempat biasa kami berkumpul sejak SMP," jelas Akira.
"Kalian satu SMP?" tanya Hime bingung.
"Iya,” ucap Akira. "Jadi, Hime, kau mau memesan apa? Biar aku yang traktir, ini sebagai perayaan kamu sudah menjadi teman kami."
"Eh, itu tidak perlu. Aku bisa membayar sendiri," ucap Hime malu.
"Hm ... Apa kau yakin?" tanya Akira.
"Ada apa?" tanya Hime bingung. Belum sempat Akira menjelaskan, tiba-tiba seorang pelayan datang dengan membawa tiga buku menu, dan memberikannya kepada masing-masing ketiga murid itu. Setelah itu, pelayan itu meninggalkan mereka.
"Jadi,
Hime, kau mau pesan apa?" tanya Akira. Akira menjadi bingung, karena Hime
hanya diam saja dan tidak menjawab pertanyaannya. "Ada apa?"
Hime menurunkan buku menu itu dengan raut wajah terkejut. "Akira, tempat apa ini?" tanya Hime masih dalam keadaan terkejut.
"Ini, O'late cafe," jelas Akira. "Memang ada apa?"
"Ke-kenapa harganya mahal sekali?" tanya Hime gemetar.
"Itu tidak mahal," ucap Akira santai.
"Aku tidak membawa uang banyak hari ini, aku kira harganya tidak akan semahal ini," ucap Hime.
"Tenanglah, Hime, aku sudah bilang kan. Aku akan mentraktirmu," ucap Akira senang.
"Maafkan
aku," ucap Hime.
"Tidak, itu tidak masalah," ucap Akira. "Kalau begitu, kau ingin memesan apa?"
"Terserah saja," ucap Hime.
"Baiklah kalau begitu," ucap Akira semangat lalu mengangkat tangannya sebagai tanda untuk memanggil pelayan.
"Kami
pesan dua Strawberry parfait," ucap Akira ketika pelayan sudah berada di
depannya. "Baik, tuan.”
"Kau pesan apa, Tomoe?" tanya Akira kepada Tomoe yang sedari tadi diam sambil membaca buku.
"Seperti
biasa," jawab Tomoe tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Baik, tuan," ucap pelayan itu paham lalu berjalan meninggalkan meja Akira.
"Bagaimana pelayan itu bisa tahu?" tanya Hime bingung.
"Kami sudah sering datang kemari, jadi pelayan di sini sangat mengenal kami. Dulu kami hampir setiap hari kemari setelah pulang sekolah," jelas Akira.
"Ohh ...
Jadi apa yang Suzukawa pesan?" tanya Hime penasaran.
"Makanan kesukaannya. Mocci kacang hijau dan secangkir Mocca Latte," jawab Akira, dan hanya menadapatkan anggukan paham dari Hime.
Tidak berapa
lama pesanan mereka sudah datang. Mereka langsung menikmati pesanan mereka
masing-masing. Sekali lagi phonsel Tomoe bergetar. Ia langsung mengambil
phonselnya dan langsung mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera di layar
phonselnya.
"Kali ini ada apa, ayah?"
"Sekarang?"
"Hah ...
baiklah."
Tomoe menutup
phonselnya lalu memasukkannya kembali. "Maaf aku harus pergi," ucap
Tomoe dingin lalu berdiri.
"Baiklah, sampai jumpa besok," ucap Akira ceria.
"Sampai jumpa, Suzukawa," ucap Hime, dan hanya mendapatkan anggukan sekali dari Tomoe lalu ia berjalan keluar dari Cafe.
***
"Aku
pulang," ucap Tomoe ketika memasuki rumah.
"Selamat datang, Tuan Muda. Tuan sudah menunggu Anda di ruangannya," ucap seorang butler yang berumur sekitar empat puluh tahunan sambil menerima tas sekolah Tomoe. "Baiklah," ucap Tomoe lalu berjalan menuju lantai dua.
"Masuk,"
perintah sebuah suara tegas dari dalam. Tomoe membuka ruangan itu dengan
perlahan lalu masuk. Ia melihat tidak hanya Ayahnya saja yang sedang berada di
ruangan itu, tapi juga Ibunya.
"Ada apa,
Ayah?" tanya Tomoe.
"Duduklah," perintah Toki. Tanpa banyak bicara Tomoe mengikuti perintah Ayahnya. Ia duduk di sofa berseberangan dengan Ibunya. Toki langsung duduk di sofa yang berada di tengah.
"Tomoe,
sebentar lagi kau akan berumur tujuh belas tahun, sesuai tradisi keluarga
Suzukawa, apa kau siap?" tanya Toki.
"Apa aku bisa memikirkannya dulu?" tanya Tomoe.
"Baiklah, kami akan memberikanmu waktu sampai besok malam. Karena pertemuan akan di lakukan besok malam," ucap Toki tegas.
"Baik,
Ayah," ucap Tomoe pasrah.
"Tomo, kalau kau tidak mau, kau tidak perlu menerima ini. Meskipun ini tradisi. Tapi, ini semua kami lakukan untukmu, kau kan tahu jika tubuhmu lemah dan harus mendapatkan kekuatan dari pemilik kekuatan pendukung," ucap Zika khawatir.
"Zika!" panggil Toki tegas.
"Tenang saja Ibu, aku tahu maksud kalian adalah untuk kebaikanku yang memiliki tubuh lemah tapi mempunyai kekuatan yang besar. Tapi, aku membutuhkan waktu untuk berpikir mengenai masalah ini dengan serius, karena ini bukan hanya mengenai masa depanku," jelas Tomoe sambil tersenyum lembut kepada Zika. Membuat Zika meneteskan air mata terharu.
"Kalau
begitu aku akan kembali ke kamarku," ucap Tomoe sambil berdiri lalu
membungkukkan badan sebentar, dan berjalan meninggalkan ruangan Toki.
Di depan
ruangan Toki. Tomoe mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih.
"Ini adalah takdirku, aku harus melakukan apapun demi keluargaku.
Mungkinkah hanya ini bayaran yang bisa aku berikan atas semuanya? Kenapa aku
harus memiliki tubuh yang lemah seperti ini?" ucapnya lalu berjalan menuju
kamarnya.
Bersambung..