Chapter 2

2957 Words
Tomoe dengan santai berjalan memasuki kelasnya yang masih sepi, tidak ada satu orang murid pun. Ia langsung duduk di bangkunya dan mengenakan earphone lalu menatap pemandangan di luar jendela yang ada di sampingnya. Tidak berapa lama Hime datang. "Se-selamat pagi, Suzukawa," sapa Hime pelan. "Oh, selamat pagi, Shirayuki," ucap Tomoe tanpa mengalihkan pandangannya dari luar jendela. Hime berjalan menuju bangkunya dengan menatap Tomoe yang masih tidak mempedulikan kehadirannya. Aku selalu penasaran, Apa yang sedang di pikirkan oleh Suzukawa, kenapa dia seperti banyak pikiran begitu? Batin Hime yang penuh dengan tanda tanya. Tiba-tiba Tomoe menatap Phonselnya dan menggeser layar phonselnya dengan ibu jari sebelum akhirnya kembali menatap jendela. Hime pun tersadar dari lamunannya, dan langsung mengalihkan pandangan lalu mengambil novelnya yang baru ia beli. Hime yang membaca novelnya tidak bisa fokus pada tulisan yang ada di buku itu. Ia beberapa kali melirik Tomoe yang masih tidak bergeming dari posisinya. Bel pun berbunyi, semua murid segera memasuki kelas mereka masing-masing. Hime menatap bangku Akira yang ada di depan Tomoe. Terlihat bangku kosong meskipun guru sudah memasuki kelas. Ada apa ya dengan Akira? Kok dia tidak masuk? tanya Hime dalam hati. Saat pelajaran matematika, Hime memberanikan diri untuk menatap Tomoe. Pemuda itu sama sekali tidak merubah posisinya. Ia masih menatap keluar jendela dengan earphone yang terpasang di telinganya. Apa Suzukawa selalu seperti ini? Kenapa Akira tidak masuk hari ini? Batin Hime bingung. Bel istirahat berbunyi. Menandakan berakhirnya pelajaran matematika guru yang ada di depan kelas langsung menghentikan penjelasannya. "Baiklah anak-anak, kerjakan di rumah halaman 10-12 semuanya." Terdengar suara guru wanita berambut hitam pendek dengan mengenakan kacamata sebelum keluar dari kelas. "Hm ... Suzukawa," panggil Hime pelan. Tomoe hanya menatap Hime, dan menunggu gadis itu mengutarakan niatnya. "Apa kau tahu di mana Akira?" tanya Hime sambil mendekati bangku Tomoe. "Entahlah, dia tidak menghubungiku," jawab Tomoe sambil melepas salah satu earphonenya. "Bagaimana kalau kita ke kantin bersama?" tanya Hime.  "Baiklah, aku juga bosan di kelas," jawabTomoe. Setelah itu, mereka langsung pergi menuju kantin sekolah. *** "Ayah, apa ada jadwal lagi?" tanya Akira kepada seorang pria paru baya berambut cokelat tua dengan setelan jashitam bergaris putih di hadapannya. "Akira, kita akan rapat satu jam lagi, sebelum itu kau bisa beristirahat," ucap pria yang di panggil Ayah oleh Akira yang tak lain adalah Yamamoto Kakeru, pemimpin perusahaan Ace. "Baiklah,  Ayah. Aku permisi dulu," ucap Akira sambil membungkuk hormat sebelum berjalan keluar dari ruangan Kakeru. "Aku harus menelpon Tomoe," ucap Akira ketika sudah keluar dari kantor Kakeru. Ia m enekan beberapa nomor di phonselnya lalu meletakkannya di telinga kirinya. Ia pun menunggu hingga nomor yang di tujuh itu mengangkat teleponnya. "Ah, hai Tomoe." "Ya, aku membantu ayahku mengurus beberapa pekerjaan dan satu jam lagi akan menghadiri rapat." "Kata ayahku. Itu agar aku bisa terbiasa dan siap saat melanjutkan bisnis keluarga." San-ban> "Sialan, berhenti memanggilku seperti itu. Entah kenapa aku bisa membayangkan ekspresimu saat ini." "Sudahlah lupakan. Sepertinya sekarang di sekolah jam istirahat. Apa kau ke kantin bersama Hime?" "Oh ya, apa kita bisa bertemu saat pulang sekolah di cafe biasa?" "Tuan Muda Akira, sudah saatnya kita pergi agar tidak terlambat," ucap seorang pria yang tiba-tiba muncul di belakang Akira. "Kau ini mengejutkanku saja, Alvin. Baiklah, sebentar," ucap Akira. "Sudahlah datang saja. Ajak juga Hime, aku yang akan traktir." "Kalau begitu aku pergi dulu, Tomoe." "Sialan." ucap Akira sambil menatap Phonselnya dengan kesal karena Tomoe sudah memutus hubungan. Sehingga ia tidak bisa mengatakan kekesalannya. "Bukankah rapatnya masih satu jam lagi? Kenapa kita harus bersiap sekarang?" tanya Akira sambil menatap jam tangannya. "Rapatnya telah di majukan, sebaiknya sekarang kita menuju ruang rapat," ucap Alvin. "Apa!" teriak Akira terkejut lalu berlari dengan cepat menuju ruang rapat dengan Alvin yang mengikuti di belakang. *** "Apa dari Akira?" tanya Hime ceria lalu memasukkan makanan kedalam mulutnya. "Ya, dia tidak masuk karena harus membantu pekerjaan orang tuanya," jelas Tomoe santai sambil memasukkan kembali phonselnya. Hime hanya mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda mengerti. "Lihat-lihat, itu tuan Suzukawa, dia sedang bersama dengan nona Shirayuki." "Mereka hanya berdua saja!" "Ada apa? Apa mereka sudah berkencan?" "Wah, mereka terlihat serasi." Tiba-tiba di kantin menjadi sangat ramai karena banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terdengar dari murid yang ada di kantin. Membuat Hime sedikit terganggu dengan perkataan mereka yang mungkin membuat Tomoe terganggu. "Ano ... Suzukawa," panggil Hime sedikit gugup. Tomoe hanya menatap Hime tanpa berbicara sambil menikmati makanannya. "Apa kau tidak merasa terganggu dengan keadaan kita saat ini?" tanya Hime sedikit menundukkan kepalanya dengan wajah yang memerah. "Tidak, kenapa? Apa kau merasa terganggu? Kalau iya, kita bisa kembali ke kelas atau ke tempat lain," ucap Tomoe santai. "Eh ... Tidak, itu tidak perlu. Aku tidak masalah dengan ini, aku hanya takut kau merasa terganggu," ucap Hime sambil menundukkan kepalanya semakin dalam. Tomoe menggerakkan tangannya, dan meletakkannya di kepala Hime. Membuat Hime mengengkat kepalanya dengan terkejut. Tomoe mengembangkan senyumannya sedikit sambil mengelus kepala Hime lembut. "Tenanglah, aku tidak akan merasa terganggu sama sekali, kau dan aku kan berteman," ucap Tomoe lembut. Membuat wajah Hime sedikit memerah. Seluruh murid yang melihat kejadian di kantin itu menjadi terkejut dan kagum. Tomoe dan Hime pun melajutkan makan siang mereka dengan tenang. *** Setelah selesai makan siang bersama di kantin, Hime dan Tomoe berjalan berdampingan di lorong-lorong kelas, sehingga menjadi perhatian para murid. Sungguh, hidup mereka apa tidak bisa lepas dari kata 'mendapat perhatian dari para murid' ya? "Suzukawa, aku harus ke perpustakaan dulu. Kau bisa ke kelas duluan," ucap Hime lalu berlari kecil meninggalkan Tomoe yang diam tanpa menjawab pertanyaan Hime. Ia berjalan dengan santai menaiki tangga menuju atap sekolah. Tomoe membuka pintu yang memperlihatkan pemandangan dari atap sekolah, dan memperlihatkan pemadangan langit biru yang terlihat sangat indah dengan hiasan awan putih yang terlihat nyaman. Ia berjalan mendekati pagar pembatas, lalu memperhatikan para murid yang melakukan aktivitas mereka di bawah sana. Pemuda berambut cokelat tua itu tersenyum kecil melihat beberapa murid yang bercanda ria dengan teman-teman mereka, dapat bermain bersama, berkumpul dengan anggota club mereka. Meskipun itu terlihat menyenangkan. Namun bagi Tomoe itu hanyalah mimpi di siang hari yang tidak akan pernah bisa ia lakukan di kehidupan nyatanya, dia tidak bisa menikmati semua itu selama ia menjadi pewaris tunggal keluarga Suzukawa yang mempunyai kekuatan besar, tapi memiliki tubuh yang lemah. Tomoe selalu bertanya kenapa ia harus hidup seperti ini? Ia sangat ini hidup normal seperti siswa lainnya. Memikirkan itu semua membuat hati Tomoe terasa sakit. Sakit merasakan takdirnya yang harus seperti ini. Meskipun memang sedari kecil ia mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, tapi ia tidak pernah bisa berteman dengan siswa lain yang berstatus di bawahnya atau memiliki kemampuan yang berakibat buruk baginya, itu sungguh membuatnya kesal. Tomoe memutuskan membaringkan diri di lantai atap sekolah, dan menutup matanya. Menikmati hembusan angin yang bertiup kencang dan menyegarkan, untuk menghilangkan rasa kesal, iri, dan beban yang selama ini ia tanggung. *** Di sebuah ruangan yang penuh dengan rak-rak yang telah berisikan buku-buku. Hime membuka pintu ruangan itu lalu berjalan menuju meja penjaga di sebelah pintu masuk. "Permisi, apa di sini ada buku tentang tata usaha?" tanya Hime ceria kepada seorang penjaga perpustakaan sekolah yang ternyata seorang siswi. "Coba saya lihat sebentar ya," ucap murid perempuan berambut hitam lurus sepunggung itu sopan lalu mengetikan sesuatu di komputer yang ada di meja penjaga. "Buku tata usaha ada di rak paling ujung di barisan nomor dua," ucap gadis itu. "Terima kasih," ucap Hime ceria lalu berjalan menuju rak yang di tunjukkan oleh murid perempuan itu. "Ah, ini dia tempatnya," ucap Hime senang lalu mulai mencari buku yang ia butuhkan. "Wah, wah, wah ... Coba lihat siapa yang ada di sini. Sang tuan Putri sedang sendirian." Terdengar suara perempuan yang terdengar sinis. Membuat Hime menatapnya dengan sedikit takut. Hime memperhatikan perempuan di hadapannya itu dengan sedikit gugup. Perempuan itu menggunakan dasi berwarna hijau yang berarti kelas dua. "Ada apa ya, senpai?" tanya Hime sopan dengan sedikit gemetar. "Dasar putri bermuka dua," ucap murid perempuan berambut cokelat tua pendek itu tajam. Membuat Hime semakin ketakutan. "Ma-Maksud senpai?" tanya Hime gemetar dengan berjalan sedikit mundur. "Jangan sombong hanya karena kau berasal dari keluarga kaya, dan kau tidak secantik aku. Bagaimana bisa kau seenaknya mendekati Sizukawa dan Yamamoto, dasar perempuan tidak tahu diri!" Setelah membentak Hime, perempuan itu menampar Hime dengan kencang hingga terjatuh dan mengakibatkan beberapa buku terjatuh mengenai kepalanya. "Cih ... Ingat, jangan berani kau mendekati Suzukawa dan Yamamoto, atau kau akan mendapatkan balasan dari kami," ancam perempuan itu tajam lalu berjalan meninggalkan Hime bersama dengan kedua temannya yang berambut hitam diikat pony tail dan satu lagi berambut pirang. Hime yang masih terduduk di antara rak buku itu menundukkan kepalanya. Tanpa ada yang menyadari, Hime menutupi wajahnya dengan kedua lutut dan menyembunyikan air matanya. *** Bel tanda masuk berbunyi. Tomoe sudah berada di kelasnya, tapi ia bingung saat melihat bangku di sampingnya. Kenapa Hime belum juga kembali, kemana perempuan itu pergi batin Tomoe. Pria yang menjadi guru di pelajaran mereka kali ini mulai mengabsen setiap muridnya, namun Hime belum juga kembali. Membuat Tomoe merasa sedikit khawatir dan bingung. "Kemana dia?" tanya Tomoe pelan. "Ada apa Suzukawa?" tanya guru pelajaran sejarah yang bernama Tomoki Yakuzen itu dengan bingung ketika melihat Tomoe tiba-tiba berdiri, dan membuat murid kelasnya juga ikut menatapnya bingung. "Sensei, saya Izin ke UKS, saya sedang tidak enak badan," ucap Tomoe. "Oh, baiklah," ucap Yakuzen. Setelah itu Tomoe langsung berjalan keluar kelas. "Baik, ayo kita lanjutkan pelajarannya," ucap guru sejarah itu lalu mulai melanjutkan pelajarannya. Tomoe berjalan dengan cepat mengelilingi sekolah untuk mencari Hime. Meskipun ia sering bertemu dengan guru yang berlalu lalang, tidak ada guru yang menghentikannya, dan membiarkannya berkeliling sekolah begitu saja. Tomoe langsung menutup matanya untuk mencoba berkonsentrasi menemukan keberadaan Hime. Tiba-tiba ia langsung membuka matanya dengan terkejut.  "Dia masih di perpustakaan?" tanyanya bingung pada diri sendiri. Tomoe langsung berlari dengan cepat menuju perpustakaan. Begitu ia sampai di perpustakaan sekolah, ia melihat perpustakaan sekolah itu terlihat tidak ada penghuninya karena sedang jam pelajaran. Hanya ada guru penjaga perpustakaan yang bernama Shiranami Nanao yang sedang membaca buku. "Permisi, Sensei. Apa Anda melihat murid bernama Shirayuki Hime?" tanya Tomoe dengan suara yang di buat santai. "Oh, Shirayuki, tadi dia ada di sini. Tapi saat bel masuk berbunyi, aku tidak melihatnya keluar, atau mungkin dia keluar saat aku sedang tidak berjaga," jelas Shiranami. "Apa saya bisa melihat di beberapa rak, Sensei?" tanya Tomoe. "Silakan," ucap Shiranami. Setelah itu Tomoe langsung membungkukkan badan, dan mengucapkan terima kasih lalu ia langsung berjalan melewati setiap lorong rak buku. Ia tidak menemukan sosok yang ia cari. Begitu ia sampai di ujung lorong rak buku, ia langsung membulatkan mata sempurna. Terlihat seorang gadis berambut coklat muda panjang terurai sedang menutupi wajahnya dengan kedua lutut. Meskipun wajahnya tertutupi, tapi ia yakin jika perempuan itu adalah Shirayuki Hime. Yang membuatnya terkejut adalah apa yang di lakukannya di perpustakaan dengan posisi seperti itu di ujung lorong rak buku? Tomoe berjalan pelan mendekati Hime, lalu berlutut di depan Hime. Menggoncangkan tubuh kecilnya pelan sambil memanggil namanya. Namun tidak ada jawab darinya. Begitu ia goncangkan tubuh kecil Hime sedikit lebih kencang. Tiba-tiba tubuh kecil itu terjatuh, dan memperlihatkan mata yang lembab, serta wajah yang di penuhi air mata. "Shirayuki!" Tomoe langsung membawa Hime ala Bride style lalu berlari keluar dari perpustakaan. Shiranami yang melihat Tomoe keluar dengan membawa Hime dalam pelukannya menjadi bingung dan terkejut. *** Brak. "Sensei!" teriak Tomoe sambil membuka pintu UKS dengan kasar. Sehingga membuat guru penjaga UKS yang sedang meminum kopi dengan tenang menyemburkan kopinya karena terkejut. "Ya ampun, ada apa?!" teriaknya kesal. Begitu ia melihat Tomoe yang membawa Hime dalam dekapannya menjadi panik. "Ada apa dengannya? Cepat letakan dia di tempat tidur," perintah guru penjaga UKS yang bernama Kazesawa Siwa dengan panik. Ia periksa keadaan Hime lalu membersihkan bekas air mata yang ada di wajah Hime. "Bagaimana keadaannya, Sensei?" tanya Tomoe khawatir. "Tenang saja Suzukawa, dia baik-baik saja, tapi untuk berjaga-jaga aku sarankan agar memeriksakannya di rumah sakit, karena aku lihat di lehernya terdapat luka lembap. Untuk sementara dia bisa beristirahat di sini," jawab Kazesawa. "Luka lembap, bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Tomoe. "Itu yang seharusnya aku tanyakan kepadamu. Bagaimana bisa di menjadi seperti ini?" tanya Kazesawa. "Saya juga tidak tahu. Karena saya menemukan Shirayuki sudah dalam keadaan terduduk di bawa rak buku sambil menutupi wajahnya," jawab Tomoe. "Ini hanya perkiraanku. Mungkin dia membentur sesuatu hingga keras saat di perpustakaan saat mencari buku," ucap Kazesawa. Tomoe hanya terdiam tanpa mengatakan apapun. "Kau bisa kembali ke kelas, biar Shirayuki istirahat di sini," ucap Kazesawa ramah. "Tidak apa-apa sensei, saya akan berada di sini sebentar," ucap Tomoe tanpa memandang lawan bicaranya, dan hanya memandang Hime yang sedang terlelap. "Baiklah, kalau begitu akan aku tinggal, aku harus melaporkan ini kepada wali kelas kalian," jelas Kazesawa, dan hanya mendapatkan anggukan sekali dari Tomoe sebagai jawaban lalu Kazesawa berjalan meninggalkan mereka berdua sendirian di UKS. "Ada apa sebenarnya?" tanya Tomoe heran sambil memandang Hime khawatir. Tiba-tiba pandangan Tomoe tertujuh kepada bekas merah yang ada di pipi Hime. "Ada seseorang yang berani melukainya," ucap Tomoe dengan mata yang tajam dan mengeluarkan percikan petir di sekelilingnya dan membuat gelas yang ada di meja kecil di samping tempat tidur UKS itu bergetar. Tomoe mengambil phonselnya lalu mengirimkan pesan kepada Akira mengenai ini. Akira harus di beri tahu mengenai keadaan Hime. Setelah selesai mengetikkan pesan dan mengirimnya. Tak berapa lama phonselnya berdering. Dengan cepat ia mengangkat telponnya ketika sudah mengetahui siapa yang menelponnya. "Ayah?" "Ada apa? Aku sedang ada di UKS sekolah>" "Aku baik-baik saja. Ini bukan aku yang sakit. Ada sedikit kecelakaan kepada temanku." "Memang ada apa?" "Hah ... baiklah," ucap tomoe lalu memasukkan kembali phonselnya saat selesai menelpon. Ia menatap Hime kembali lalu mengelus kepalanya dengan lembut. "Semoga ini bisa sedikit membantu," ucap Tomoe lalu menutup matanya dan tiba-tiba cahaya muncul dari kepala Hime. Setelah itu, ia berjalan meninggalkan UKS sekolah. *** Bel tanda berakhirnya aktivitas belajar di sekolah berbunyi. Hari sudah sore, Hime mulai membuka matanya, meskipun kepalanya terasa sangat sakit ia mencoba untuk bangkit. "Kau sudah bangun, Shirayuki, baguslah. Aku sudah menelpon orang tuamu, sebentar lagi kau akan di jemput," ucap Kazesawa ramah. "Sensei, apa yang terjadi?" tanya Hime bingung. "Aku tidak tahu bagaimana cerita lebih lengkapnya, yang aku tahu. Suzukawa berlari dengan khawatir memasuki UKS dan sedang membawamu yang dalam keadaan pingsan," jelas Kazesawa. "Suzukawa?" Tiba-tiba ancama dari para kakak kelas saat di perpustakaan sekolah itu pun terbayang kembali seperti sebuah film. Membuat Hime sedih dan berusaha menahan air matanya. "Di mana Suzukawa, sensei?" tanya Hime. "Aku dengar dari wali kelas kalian, tak berapa lama dia menemanimu di UKS, dia meminta izin untuk pulang lebih cepat," jelas Kazesawa. "Baguslah, setidaknya aku tidak perlu bertemu dengannya," gumam Hime sedih. "Apa kau mengatakan sesuatu Shirayuki-san?" tanya Kazesawa bingung. "Eh tidak, saya tidak mengatakan apa-apa sensei," jawab Hime cepat. Tiba-tiba Hime tersadar akan sesuatu. Ia tidak merasakan sakit di seluruh tubuhnya, seharusnya ia masih mengingat bagaimana rasa sakit di punggunya saat tubuhnya membentur rak buku di perpustakaan dan buku-buku tebal yang terjatuh di kepalanya. Ia menyentuh kepalanya dengan bingung. "Apa kau masih ada yang sakit?" tanya Kazesawa. "Ah, tidak sensei. Saya sudah baik-baik saja," jawab Hime. "Baguslah, tapi kau masih harus memeriksakan diri ke rumah sakit, karena tadi aku melihat luka lembap di lehermu, sepertinya kau membentur sesuatu dengan keras. Apa yang terjadi?" tanya Kazesawa. "Saya sedikit kurang ingat, sensei. Tapi, saya pasti akan ke rumah sakit sesuai kata sensei," ucap Hime. "Baiklah kalau begitu." Tak berapa lama seorang pria dengan setelan jas hitam masuk lalu memberi salam kepada Kazesawa. "Saya pengawal dari keluarga Shirayuki yang akan mengantar nona Hime pulang," ucap Pria itu sopan. "Sepertinya kau bisa pulang sekarang, Shirayuki, jaga kesehatanmu," ucap Kazesawa sopan. Hime berjalan pelan mendekati pengawalnya lalu membungkukkan badan. "Terima kasih, sensei. Saya pulang dulu," ucap Hime. "Baiklah, hati-hati di jalan," ucap Kazesawa sambil melambaikan sebelah tangannya dan tersenyum ramah sampai Hime benar-benar menghilang di balik pintu. "Nona Hime, apa Anda baik-baik saja? Apa pertemuan ini perlu di batalkan?" tanya pria itu dengan nada sopan dan khawatir. "Aku baik-baik saja, Taika. Kita tidak mungkin membatalkan pertemuan ini, aku tidak ingin mengecewakan Ayah dan Ibu," jawab Hime. "Tapi nona, keadaan Anda masih lemas," ucap Taika khawatir. "Ini bukan masalah serius, tenang saja. Sebaiknya kita bergegas sebelum terlambat," ucap Hime lalu mempercepat langkahnya dengan di ikuti Taika. *** "Ayah, Ibu. Maaf aku terlambat," ucap Hime sopan sambil berlari kecil kepada kedua orang tuanya. "Apa kau baik-baik saja? Ibu dapat telepon dari sekolah, kalau kau pingsan di perpustakaan," tanya Ibu Hime yang bernama Shirayuki Mia dengan khawatir. "Tenang saja, Ibu. Aku baik-baik saja," ucap Hime sambil tersenyum ceria. "Tuan Saiso, apa Anda dan keluarga Anda sudah siap?" tanya seorang pelayan di depan pintu ruang makan hotel berbintang lima yang sudah di siapkan dengan sopan. "Iya," ucap Ayah Hime yang bernama Shirayuki Saiso. Beruntung Hime sudah sempat berganti baju dan mengenakan make up di dalam mobil Limosinnya, jika tidak ia pasti sudah terlambat. ~~~ Pintu besar ruang makan itu di buka. Memperlihatkan ruang makan yang terlihat seperti aula pesta dansa. Ruang makan yang bercat emas dengan tirai berwarna merah tua, dan meja bundar yang sudah tersusun rapi. Tidak hanya pemandangan ruang makan yang begitu mewah. Namun yang lebih membuat Hime terkejut adalah seorang pemuda berambut cokelat tua yang sedang duduk sambil berbicara kepada seorang wanita parubaya yang berambut coklat muda dengan ramah sambil tersenyum hangat. "Suzukawa?!" Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD