Tomoe baru saja pulang dengan Akira. Karena besok adalah hari libur, Akira memutuskan untuk menginap di rumah Tomoe. Orang tua Tomoe sedang tidak ada di rumah karena harus memenuhi panggilan kakek Tomoe di kediaman Suzukawa yang ada di Kyoto, dan Iza harus tinggal di rumah sakit untuk menggantikan tugas Toki selama absen dari rumah sakit.
"Jadi, kau mau menginap di rumahku karena ingin membahas masalah BIIJ?" tanya Tomoe lalu duduk di meja belajarnya. "Ya, itulah kenapa aku ingin pinjam ruang kendalimu nanti," jawab Akira. "Hah ... baiklah."
"Kalau begitu, jelaskan dulu apa yang kau dapat," ucap Tomoe. Akira menganggukkan kepala, Tomoe langsung menekan tombol di bawa meja belajarnya. Tiba-tiba, layar proyektor turun secara perlahan, setelah itu, Akira mengeluarkan phonselnya dan memainkannya sebelum gambar di layar Proyektor itu muncul sesuai dengan apa yang ada di phonsel Akira.
Terlihat beberapa file dan Grafik yang tercipta di layar proyektor lalu lampu kamar Tomoe mati dan Jendela kamar Tomoe tertutup dinding. Sehingga menjadikan kamar itu seketika menjadi kamar tanpa jendela.
"Kalau begitu aku akan mulai," ucap Akira. Tomoe hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Pertama aku akan membahas grafik ini. Ini adalah grafik pergerakan BIIJ yang sudah aku analisis. Semakin hari mereka semakin bergerak di tahun ini, hingga kemungkinan akan semakin naik selama dua bulan. Karena grafik ini hanya perkiraanku saja, jadi aku hanya bisa memperkirakan sampai dua bulan kedepan mereka akan tetap bergerak secara diam-diam," jelas Akira.
"Tapi, mereka sudah pernah bergerak sampai menyerangku dan Hime," ucap Tomoe. "Itulah kenapa, aku masih belum bisa memperkirakan apa yang di rencanakan oleh Iku. Jadi, aku masih bisa mengetahui jika saat ini pasukan BIIJ sedang mempersiapkan senjata yang berbahaya," jelas Akira.
"Memang apa saja yang mereka lakukan?" tanya Tomoe. Setelah itu, Akira menekan gambar file di sebelah grafik dan langsung muncul video serta gambar yang berhasil di kumpulkannya.
"Ini adalah foto-foto yang berhasil aku tangkap melalui kamera tersembunyi yang aku sebarkan di seluruh Tokyo. Beberapa pasukan BIIJ berhasil tertangkap di pelabuhan sedang memindahkan barang-barang yang berisikan senjata api yang di pesan dari Amerika. Ini videonya," ucap Akira lalu memutar videonya.
"Berhenti," ucap Tomoe. Membuat Akira langsung menghentikan videonya. "Ada apa?" tanya Akira bingung. "Apa kau bisa memperbesar gambar ini?" tanya Tomoe. "Tunggu sebentar," ucap Akira lalu menggerakkan jarinya dengan cepat di layar phonselnya, hingga gambar di video itu berhasil di perbesar dan terlihat jelas seorang wanita berambut pirang yang diikat ekor kuda.
"Eh, wanita itu kan..."
"Kiriya Anae. Gadis yang dikabarkan menghilang tiga tahun yang lalu dari SMP kita," ucap Tomoe. "Hah ... bagaimana wanita itu ada di sini?" tanya Akira bingung. "Ternyata selama ini dia sudah menjadi bagian dari BIIJ selama dia menghilang," ucap Tomoe. "Tapi, Tomoe. Tiga tahun yang lalu Iku belum menjadi bagian dari BIIJ, karena dia masih satu sekolah dengan kita," ucap Akira bingung.
"Hm ... ternyata begitu," ucap Tomoe sambil menyeringai.
"Ada apa?" tanya Akira bingung.
"Selama ini kita di tipu," jawab Tomoe.
"Apa maksudmu?" tanya Akira.
"Selama ini kita berpikir jika Iku tidak mungkin menjadi bagian dari BIIJ karena dia satu angkatan dengan kita. Tapi, sebenarnya Iku dari awal sudah menjadi bagian dari BIIJ. Itulah kenapa dia bisa dengan mudah menyusup masuk ke sekolah kita. Karena dia terlahir di BIIJ," jelas Tomoe.
"Bagaimana kau bisa tahu itu?" tanya Akira.
"Coba kau pikirkan lagi. Shimamura Iku adalah murid yang berhasil masuk SMP Hiroyama tanpa menggunakan tes, dan bisa masuk ke kelas Elit khusus orang berkemampuan tanpa ada tes. Jika bukan BIIJ yang memasukkannya siapa lagi? Karena Kelas Elit itu sendiri di kelolah oleh BIIJ dan kita tidak bisa menemukan identitasnya yang sebenarnya saat kau mencari informasi mengenainya kan?" jelas Tomoe.
"Jika di pikir lagi, memang benar jika saat itu Iku masuk di semester dua. Aku pikir jika dia anak orang kaya sehingga bisa masuk dengan mudah di semester dua," ucap Akira. "Apa kau bodoh? Kelas Elit tidak bisa di masuki melalui jalur belakang dengan mudah. Kau kan tahu keluargaku sendiri saja tidak bisa," ucap Tomoe.
"Ah, benar juga. Dengan kata lain, dia masuk dengan bantuan BIIJ. Tapi, apa yang dia lakukan di sekolah?" tanya Akira. "Entahlah," jawab Tomoe sambil mengangkat kedua bahunya. "Apa aku perlu mencari tahu soal itu?" tanya Akira. "Tidak perlu, kau lanjutkan saja penyelidikanmu mengenai pergerakan BIIJ itu. Kenapa mereka bisa membeli senjata dari Amerika. Jika ingin melawan keluarga Suzukawa, bukankah itu percuma menggunakan senjata api? Aku ingin kau cari tahu semua itu," ucap Tomoe.
"Baiklah," ucap Akira.
Tomoe menekan tombol di bawah meja belajarnya lagi lalu layar proyektor langsung tertarik dan dinding yang menutupi jendela kamar Tomoe terbuka memperlihatkan pemandangan hari yang sudah malam. "Kalau begitu, kau bisa menggunakan ruangan kontrolku untuk melakukan penyelidikan selama di rumahku," ucap Tomoe lalu berjalan menuju rak buku di sebelah kamar mandi dan menarik salah satu buku di rak bagian baris kedua.
Rak buku itu langsung terbuka dan memerlihatkan sebuah ruangan tanpa jendela yang di penuhi dengan berbagai macam komputer dan terdapat satu komputer yang memiliki enam layar. "Inilah bagian yang sangat aku sukai. Entah kenapa kau bisa mendapatkan komputer dengan sistem yang lebih baik dari pada di rumahku padahal kau jarang menggunakannya," ucap Akira kesal dan langsung duduk di hadapan komputer dengan enam layar.
"Karena aku lebih banyak mengerjakan tugas ayahku yang di berikan kakekku, kau tahukan betapa sulitnya itu. Itulah kenapa aku meminta kepada paman Kakeru untuk menyiapkan komputer yang lebih canggih dari punyamu," jelas Tomoe. "Cih ... ayah selalu seperti itu kepadamu," decak Akira kesal. "Karena kau selalu peringkat tiga," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil.
"Sialan kau!" teriak Akira kesal. "Kalau begitu, kau kerjakan saja tugasmu, aku mau mengerjakan tugas sekolah," ucap Tomoe. "Eh tunggu, kita punya tugas sekolah?" tanya Akira langsung menatap Tomoe terkejut. "Itulah kenapa kau selalu menjadi peringkat tiga di sekolah, tugas baru di berikan tadi juga kau sudah lupa," ucap Tomoe. "Eh, bagaimana ini. Aku baru ingat kalau itu tugas dari ibu Sakura," ucap Akira bingung.
"Pikirkan sendiri, akan aku tutup pintunya," ucap Tomoe lalu mendorong rak buku yang terasa ringan seperti pintu itu. "Kenapa kau tidak bilang dari tadi, Tomoe sialan!" teriak Akira yang terdengar hingga kamar Tomoe. Tomoe yang mendengan itu hanya bisa tersenyum kecil lalu mengambil buku pelajarannya di tas dan segera mengerjakan tugasnya sebelum mengistirahatkan tubuhnya.
***
Tanpa terasa beberapa hari lagi akan ujian sekolah semester ganjil. Hari pun mulai memasuki musim panas. Tomoe, Akira dan Hime tengah belajar di perpustakaan kota untuk persiapan ujian yang akan di laksanakan dua hari lagi. Meskipun mereka berniat untuk belajar di perpustakaan kota. Tomoe hanya duduk sambil memainkan phonselnya sedangkan Hime tengah mengajari Akira yang terkadang kesusahan dengan pelajarannya.
"Hah ... akhirnya selesai juga, terima kasih Hime," ucap Akira lalu menutup bukunya. "Sama-sama," jawab Hime. "Akhirnya kau selesai juga. Aku jadi curiga bagaimana kau bisa menjadi peringkat tiga dengan kemampuan belajarmu yang seperti itu?" tanya Tomoe bingung.
"Ini semua karena kau membuatku kurang tidur selama beberapa minggu ini, aku jadi tidak bisa fokus kepelajaran sama sekali sampai guru Sakura memarahiku," ucap Akira kesal. "Ano ne, Akira. Aku selalu penasaran selama ini, kenapa kau kurang tidur?" tanya Hime. "Hm ... ah itu karena Tomoe menyuruhku untuk menye--"
"Aku menyuruhnya untuk melakukan riset perusahaan untuk laporan ke kakekku mengenai penjualan produk keluarga Suzukawa selama di Jepang," ucap Tomoe yang memotong ucapan Akira.Membuat Akira langsung tersadar jika ia akan mengatakan rahasia yang sebenarnya. "Ya, ya. Begitulah," ucap Akira panik.
"Oh, begitu. Memang Akira ini hebat dalam masalah IT ya," ucap Hime sambil tersenyum ceria. "Dia kan anak dari perusahaan IT terbesar di Jepang. Mana mungkin dia tidak pandai dalam hal in, itulah kenapa dia sering sekali melakukan cheat saat bermain game," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil. "Hm ... bagaimana jika kita liburan ke pantai saat liburan musim panas?" tanya Akira yang mengalihkan pembicaraan.
"Wah ... ide yang bagus, itu pasti menyenangkan," ucap Hime semangat. "Aku tidak ikut," ucap Tomoe. "Astaga Tomoe, memang kau vampire? Kau sangat tidak suka sekali pergi ke pantai saat musim panas," ucap Akira. "Eh? Tomoe, kau tidak suka pergi ke pantai?" tanya Hime terkejut. "Dia ini tidak suka pergi ke pantai karena cuaca yang panas, saat musim panas dia lebih suka berada di rumah seharian karena terlalu malas untuk keluar," ucap Akira sambil tersenyum kecil. Haha ... rasakan pembalasanku, batin Akira senang.
Tomoe hanya melirik Akira tajam. Namun, tidak di pedulikan Akira, pemuda berambut hitam itu hanya tersenyum aka kemenangan. Karena ia selalu saja kalah saat berdebat dengan Tomoe. "Hah ... Hime, apa kau lupa? Kakekku ingin bertemu dengan kita berdua saat awal liburan musim panas," tanya Tomoe.
"Eh, benar juga," ucap Hime yang baru ingat dengan janji yang ia buat dengan Toki dan Zika setelah kedua orang tua Tomoe pergi ke kediaman Suzukawa yang ada di Kyoto. "Memang kenapa jika kalian pergi ke kediaman Suzukawa? Kan waktu liburan musim panas masih lama," tanya Akira bingung.
"Kau lupa bagaimana kakekku itu? Dia memanggil kami berdua mungkin akan membahas masalah 'itu'," jawab Tomoe sambil memberikan tanda agar tidak ada yang tahu dengan maksudnya. Karena mereka sedang berada di tempat umum. "Kalau begitu, aku akan ikut," ucap Akira. "Hah? Kenapa aku harus membawamu?" tanya Tomoe bingung.
"Tentu saja aku wajib ikut. Di Kyoto juga mempunyai pantai yang indah. Sekalian saja jika urusan kalian berdua sudah selesai, kita bisa pergi ke pantai," ucap Akira. "Kau ini ya ... Hah," ucap Tomoe yang hanya bisa menghembuskan napas berat.
"Tidak masalah kan, Tomoe. Benar kata Akira, kita bisa sekalian liburan saat di Kyoto," ucap Hime. "Hah ... baiklah. Tapi kau harus bisa mengajak orang tuamu, Akira," ucap Tomoe. "Hah? Kenapa aku harus mengajak orang tuaku?" tanya Akira. "Ayahku bilang, jika kau ikut. Sekalian ajak paman Kakeru dan Bibi Yuki, karena mereka juga ingin sekali-sekali berkumpul kembali terutama bersama keluarga Hime," ucap Tomoe dengan suara yang di kecilkan.
"Baiklah kalau begitu," ucap Akira. "Kalau begitu, bagaimana jika kita pulang sekarang? Hari sudah menjadi sore," ucap Hime sambil menatap jendela perpustakaan kota yang memperlihatkan pemandangan langit yang berwarna kuning kemerahan. Akira dan Tomoe menganggukkan kepala, lalu mereka bertiga segera meninggalkan perpustakaan kota.
***
Iku sedang duduk di meja kerjanya sambil mengamati peta yang di berhasil di temukan oleh anak buahnya. Ia sedang memikirkan cara bagaimana bisa menemukan lokasi permata itu. Meskipun di peta terlihat tanda 'X' di empat bagian Jepang, itu tetap sulit untuk di jadikan petunjuk. Meskipun lokasinya memang benar di sana, ia tidak tahu lokasi pastinya permata-permata itu.
Ia tidak memungkinkan untuk menyerang ketiga keluarga besar yang menjaga ketiga permata sihir itu. Karena jika di bandingkan dengan kekuatan ketiga keluarga itu, BIIJ masih sangat jauh untuk bisa mengalahkan ketiga keluarga itu. Terutama keluarga Suzukawa dan Yamamoto.
Iku masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan senjata yang bisa membantunya menyerang ketiga keluarga itu. Itulah kenapa BIIJ membeli senjata dari Amerika. Senjata itu akan di gabungkan untuk menjadi bahan dari satu senjata penghancur yang sangat kuat. Sehingga bisa mengalahkan ketiga keluarga yang terkenal akan kekuatannya.
"Tidak ada cara lain. Sementara kita harus menggerakkan pasukan untuk mencari permata sihir di Kobe, karena hanya tempat itu yang tidak di jaga. Hm ... kalau tidak salah dulu di jaga keluarga Nanase, tapi entah kenapa keluarga itu tiba-tiba menghilang, dan informasi mengenai keluarga itu tidak di temukan. Bahkan oleh anggota BIIJ," ucap Iku sambil menatap peta di mejanya dengan datar.
"Ya, apapun itu. Itu bagus, karena keluarga Nanase adalah salah satu keluarga terkuat setelah keluarga Suzukawa. Jika mereka menghilang dan tidak ada yang menjaga batu permata di Kobe, maka itu akan mempermudahku ... hehehe," ucap Iku lalu tertawa lepas.
***
Hari semakin hari berganti, selama ujian akhir semeter ganjil. Tomoe, Hime dan Akira jarang bertemu, karena harus belajar. Kecuali Tomoe, setiap selesai ujian ia akan pulang duluan, membuat Akira dan Hime menjadi bingung. Hingga akhirnya ujian sekolah terlah berakhir. "Akhirnya selesai juga!" teriak Akira senang sambil merenggangkan tubuhnya saat guru Sakura meninggalkan kelas dengan membawa lembar jawaban.
Seluruh murid yang ada di kelas Akira juga merasa senang karena akhirnya ujian sekolah berakhir dan liburan ada di depan mata. Namun, seperti biasa Tomoe langsung pergi meninggalkan kelas tanpa di sadari Hime dan Akira. "Tomoe, Hime, ayo kita ke caf--loh, Tomoe kemana?" tanya Akira bingung karena saat membalikkan badan, ia sudah tidak menemukan keberadaan sahabatnya itu.
"Aku juga tidak tahu, saat aku menatap kearah Tomoe, dia sudah tidak ada di bangku," jelas Hime bingung. "Astaga, akhir-akhir ini dia kenapa sih? Kok sering sekali menghilang," tanya Akira bingung lalu menatap keluar jendela. "Eh? Itu ada apa kok ramai sekali di gerbang?" tanya Akira bingung saat menyaksikan keramaian di gerbang sekolah yang terlihat dari kelasnya.
Hime yang penasaran dengan perkataan Akira langsung menatap kearah gerbang sekolah. "Eh? Itu bukankah Tomoe, kak Iza dan seorang gadis? Siapa?" tanya Hime bingung. "Wah ... mereka terlihat sangat dekat, bahkan kak Iza juga terlihat dekat dengan gadis itu. Hm ... aku seperti pernah melihatnya, tapi di mana?" tanya Akira.
"Ah, mereka pergi bersama," ucap Hime. Membuat Akira tersadar saat mobil hitam milik Iza meninggalkan sekolah dan kerumunan para murid langsung pecah. "Ne ... Akira, menurutmu siapa gadis itu tadi? Mereka terlihat sangat dekat," tanya Hime. Akira seketika merasa terkejut dan gugup. Ia menatap Hime yang menundukkan kepala dengan wajah yang terlihat sangat sedih.
"Eh ... em ... itu ... itu..." Akira menjadi bingung bagaimana harus menjelaskan hal ini kepada Hime. Karena ia sendiri tidak mengenal gadis itu. Meskipun ia merasa seperti pernah melihat wajah gadis itu. "Hah ... buat apa aku bersedih, aku kan tidak berhak untuk melarang Tomoe untuk bersama dengan gadis yang dia sukai ... tapi entah kenapa..." ucap Hime yang tiba-tiba air matanya pecah.
"Hime..." Beruntung saat ini tidak ada murid di kelas. Sehingga tidak ada yang tahu jika Hime sedang menangis. "Entah kenapa hatiku rasanya sangat sakit," ucap Hime. Akira yang melihat itu menjadi bingung bagaimana harus bersikap. "Hah..." Akira menghembuskan napas lalu mengelus kepala Hime. "Ternyata kau sudah jatuh cinta kepada Tomoe tanpa kau sadari ya?" ucap Akira sambil tersenyum lembut.
Membuat Hime terkejut dengan air mata yang tidak bisa ia hentikan dan terus mengalir dengan sendirinya. Akira mengambil sapu tangannya lalu mengusap air mata Hime dengan lembut. "Dari pada kau menangis seperti ini, bagaimana jika kita pergi ke cafe biasanya?" tanya Akira sambil tersenyum ceria. Hime hanya bisa tersenyum ceria sambil menganggukkan kepala. Aku akan memberi perhitungan kepadamu, Tomoe. Lihat saja nanti jika kita bertemu, batin Akira kesal.
***
"Tomoe, apa kau yakin tidak masalah langsung ikut kami tanpa bilang ke Akira dan Hime?" tanya Iza. "Hm, tidak masalah. Lagi pula, kalau aku tidak menemaninya, kakak yang akan dalam masalah karena kejailannya," ucap Tomoe sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Iza hanya bisa tertawa kaku mendengar perkataan Tomoe.
Saat ini mereka sedang bersandar di pohon untuk melindungi diri dari panasnya matahari yang akan memasuki musim panas sambil menunggu seorang gadis yang sudah merepotkan mereka dari awal ujian sekolah. "Maaf menunggu lama, aku sudah lama tidak berbelanja di Tokyo, jadi banyak barang yang aku beli," ucap gadis berambut hitam panjang lurus dengan mengenakan seragam sekolah musim panas berwarna hitam.
"Ne, Tomoe. Bagaimana jika kita pergi ke cafe yang biasanya kau datangi bersama Akira dulu?" tanya gadis itu. "Sampai sekarang pun kami masih pergi ke sana," ucap Tomoe. "Hah ... kalau begitu ayo, tempatnya tidak terlalu jauh," lanjutnya. "Kalau begitu, berikan barang belanjamu, Liz. Biar aku yang bawa," ucap Iza. "Wah, terima kasih kak Iza," ucap gadis itu ceria lalu memberikan tas belanja yang ia bawa tadi kepada Iza.
Setelah itu ia berjalan sambil memeluk lengan Tomoe. Sekali lagi Tomoe hanya bisa menghembuskan napas pasrah dengan sikap gadis yang ada di sampingnya ini. "Apa kau tidak bisa lain kali bilang dulu sebelum tiba-tiba muncul, Liza?" tanya Tomoe. "Mau bagaimana lagi, ayahku juga tiba-tiba bilang kalau kita akan kembali ke Jepang untuk memenuhi panggilan kakek," jelas Liza.
"Dasar paman Keito, tidak pernah berubah," ucap Tomoe. Liza hanya tertawa kecil mendengar ucapan Tomoe. "Hee ... jadi ini cafe biasa yang kau datangi bersama Akira?" tanya Iza sambil menatap cafe yang bebentuk seperti rumah kecil dengan satu lantai yang tertutup pohon besar di sisi kiri rumah. Terdapat bangku di bagian luar cafe. Namun, Tomoe lebih memilih tempat di dalam untuk menghindari panasnya matahari.
"Selamat datang," sapa pelayan yang menjaga di dekat pintu begitu Tomoe dan yang lainnya masuk. "Untuk tiga orang," ucap Tomoe. "Tiga orang ya, silakan ikut saya," ucap pelayan wanita itu lalu berjalan memimpin. "Bisa tidak kau lepaskan tanganku sekarang?" tanya Tomoe kesal sambil berjalan mengikuti pelayan itu. "Memang kenapa?" tanya Liza bingung.
"Loh, Tomoe?" tanya Hime yang terkejut melihat kemunculan Tomoe. Tomoe langsung berhenti diikuti Iza dan Liza lalu menatap Hime yang sedang bersama Akira. "Oh, Hime dan Akira ya. Kebetulan sekali kalian di sini," ucap Iza. "Eh iya kak Iza," ucap Akira. "Kak Iza, siapa gadis itu?" tanya Liza bingung. "Oh dia itu..." ucapan Iza terhenti lalu menatap Tomoe.
Liza yang mengerti akan hal itu langsung menyunggingkan senyuman. "Oh, jadi kau ya Shirayuki Hime? Salam kenal, aku adalah seseorang yang sangat dekat dengan Tomoe," ucap Liza sambil memeluk lengan Tomoe semakin kuat. Dia mulai lagi, batin Iza dan Tomoe. Hime yang mendengar itu langsung berekspresi sedih sedangkan Akira menjadi kesal.
"Sebaiknya kau diam jika hanya ingin mengucapkan kata-kata yang bisa membuat orang lain salah paham, Liza," ucap Tomoe sambil mendorong wajah Liza untuk membuat gadis itu menjauh darinya. "Eh? Liza?" tanya Akira bingung. "Benar, aku Suzukawa Liza. Lama tidak bertemu, Akira," ucap Liza. "Permisi, kami akan bergabung dengan meja ini," ucap Tomoe lalu duduk di samping Hime dan Liza duduk di samping Akira, sedangkan Iza memilih meja di seberang meja mereka.
"Biar aku perkenalkan kepadamu, dia ini sepupuku yang tinggal di Amerika," ucap Tomoe setelah selesai pesanan mereka tiba. "Suzukawa Liza, salam kenal Hime," ucap Liza ceria. "Eh? Sepupu, aku pikir kalian ada hubungan yang dekat," ucap Hime bingung. "Sepupu kan memang mempunyai hubungan yang dekat, benar kan?" tanya Liza sambil tersenyum jail.
"Yang kau katakan itu bisa membuat orang lain salah paham. Dia ini sepupuku yang selalu jail, jadi kau harus berhati-hati dan juga dia itu tunangannya Akira," jelas Tomoe. "Eh? Tunangan? Benarkah itu, Akira?" tanya Hime terkejut. "Benar. Ya, saat di sekolah aku tidak terlalu mengenalimu, karena kau sunggu sangat berubah dibandingkan saat kita terakhir kali bertemu, Liza," ucap Akira. "Apa maksudmu?" tanya Liza.
"Bagaimana ya? Kau terlihat lebih feminim di bandingkan dulu, dan kau tidak pernah menghubungi, jadi aku tidak tahu bagaimana keadaanmu di Amerika," ucap Akira sambil menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak terasa gatal sambil tertawa kaku. "Karena sudah lama, apa kau ingin merasakan disambar petir lagi, Akira?" tanya Liza kesal. "Eh ... maafkan aku, nona Liza," ucap Akira panik.
"Apa mereka akan baik-baik saja?" tanya Hime khawatir. "Tenang saja, mereka akan baik-baik saja. Mereka sudah mengenal dari kecil dan sudah bertunangan dari kecil. Jadi, kau tidak perlu khawatir akan keadaan mereka nanti," ucap Tomoe lalu meminum teh hitamnya.
"Aku tidak tahu jika Akira sudah mempunyai tunangan. Ini sangat mengejutkan," ucap Hime. "Bagi keluarga Suzukawa dan keluarga Yamamoto, hal itu sudah biasa. Karena kami memang menjalin kerjasama yang kuat dari generasi ke generasi, jadi wajar jika kami mempunyai tunangan saat masih kecil," jelas Tomoe.
"Apa itu berarti Tomoe mempunyai tunangan saat kecil?" tanya Hime. Membuat Tomoe berhenti mengangkat cangkirnya dan membuat Liza, Iza dan Akira menatap Tomoe dalam diam. "Dulu aku pernah punya," ucap Tomoe sambil menutup atanya lalu menikmati teh hitamnya.
Seketika itu juga, Hime tersadar akan satu hal. Jangan pernah membahas masa lalu Tomoe.
Bersambung...