Legenda Asrama Pramugari

1211 Words
“Ngie, tumben banget bukan jadwal libur panjang lu, tapi balik ke apartemen. Biasa juga pulang ke asrama. Kenapa? Mimpi buruk lagi lu?” tebak Galaksi, ketika melihat Pelangi menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, tepat di belakang Galen. Bukannya menjawab, gadis cantik itu malah menatap kepada Yara sembari bergidik ngeri. “Perasaan ... gue balik ke apartemen deh. Kok, denger suara orang aneh yang ngajakin ngobrol, sih? Apa jangan-jangan, setan di asrama ngikutin gue sampai sini, ya, Ra? Ihh, anjir, merinding gue,” celotehnya tidak jelas. Yara yang tidak tahu menahu, maksud dari perkataan Pelangi, mengerjap pelan, menghentikan kegiatan mengunyahnya, hanya untuk sekadar menatap sang sahabat. “Eh, loh, bentar ... jadi, legenda turun temurun tentang asrama pramugari yang gue denger dari Lita itu beneran, Ngie?” tanyanya, menganggap serius perkataan temannya “Loh, emangnya ... lo baru tahu, Ra?” tanya Pelangi dengan raut wajah yang dibuat serius. Gadis cantik itu cepat-cepat mengangguk. “Gue awalnya gak percaya. Tapi, setelah denger, apa yang lo omongin barusan, kayanya gue harus percaya,” jawab Yara. “Oh, jelas! Lo harus percaya soal legenda itu, karena sebenernya salah satu dari mereka ada di sekitar kita. Cuma ya ... kita gak ada yang sadar aja,” sahut Pelangi. Selain dari Galaksi, empat pasang mata orang-orang yang berada di ruangan tersebut, seketika menatap gadis itu keheranan, hingga salah satu dari mereka memberanikan diri bertanya, “maksud lo, Ngie? Ada di sekitar kita gimana?” “Ya ... ada di sekitar kita. Tapi, gak semua, kok. Cuma satu ekor aja,” jawab Pelangi dengan santai. “Ha? Satu ekor? Maksud lo satu setan gitu? Siapa?” tanya Yara lagi Tanpa ada satupun yang menduga, Pelangi tiba-tiba saja menunjuk Galaksi yang tengah melahap potongan buah semangka, kemudian berkata, “dia!” Baik Galen, Bryan, Candra, maupun Yara seketika mengembuskan napas kasar, sembari menggelengkan kepala–membuang muka, mendengar jawaban absurd yang diberikan oleh Pelangi. Sedangkan Galaksi yang juga ikut mendengarkan perbincangan dua perempuan itu seketika mengambil salah satu bantalan sofa di sisi kanannya, lalu melemparkan benda tersebut, tepat mengenai wajah Pelangi. Membuat gadis itu meringis di sela gelak tawanya. “Heh, kebangetan lu, ya! Gue masih hidup, dan sehat walafiat gini dikatain jadi demit asrama. Lagian, ya, mana ada demit seganteng gue! Gak usah ngadi-ngadi, deh!” sanggah Galaksi dengan cepat–melayangkan protes keras kepada Pelangi. Alih-alih meminta maaf ... tanpa rasa bersalah sedikitpun, gadis itu malah semakin tergelak kencang melihat reaksi sang sahabat, sembari menghapus air mata di kedua sudut netra. Sementara sahabat-sahabatnya yang lain, hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap Pelangi. “Akhirnya ... Dendam Angie terbalaskan,” gumam Yara pelan. Bryan mengangguk. “Dan Gala benar-benar terlambat untuk kita selamatkan,” timpalnya. *** “Bahas soal legenda asrama pramugara-pramugari ... kalian semua pernah denger, gak, soal kasus bunuh diri yang pernah dilakuin salah satu pramugari gara-gara depresi?” tanya Candra, membuka topik pembicaraan setelah semua kembali tenang. “Kasusnya Angel?” tanya Yara. Candra mengangguk. “Ya, kasusnya Angel. Dan anehnya, dia melakukan bunuh diri di gudang belakang asrama pramugari.” Pelangi yang awalnya berniat hanya bercanda dengan perkataannya tadi, seketika bergidik ngeri. “Kenapa pembahasannya jadi nyeremin banget gini, ya? Lagian, kenapa juga, sih, dia harus bunuh diri di gudang asrama? Kan, jadinya horor.” “Heh, kalau ngomong jangan asal jeplak, ya, Ngie! Walaupun dia udah meninggal, lu tetep harus bisa jaga sikap dan menghormati rohnya!” tegur Galaksi dengan cepat. Bryan yang sedari tadi hanya mangut-mangut saja, akhirnya ikut menimpali, “gue juga pernah denger, ditempat kejadian perkara, tim forensik nemuin beberapa helai bulu hitam gak jauh dari posisi jasad ditemuin. Persis kaya di cerita legenda yang pernah gue denger dari penjaga asrama.” “Bukannya saat itu harusnya si almarhumah Angel ini ada jadwal terbang di jam sepuluh malam, ya, bareng kapten Lukas?” tanya Yara. “Ya. Jadwal dia memang jam sepuluh malem. Tapi, menurut selentingan kabar yang gue dapet dari seseorang, sih, hasil otopsi justru menyatakan bahwa dia meninggal sekitar pukul setengah sepuluh,” sahut Candra. “Berarti, dia pulang lagi ke asrama, dong, kalau gitu?” tanya Pelangi, penasaran. Candra mengangguk. “Iya. Jadi, setelah briefing selesai dan keluar dari ruang crew center, harusnya, kan, langsung menuju pesawat, tuh, nah ... Almarhumah Angel malah izin pamit ke toilet, yang ternyata dia malah pulang ke asrama pakai taksi online. Sampai akhirnya, diketemukan tewas sekitar jam dua belas tengah malam sama Pak Amid–penjaga asrama saat itu.” “Kasihan, beban pikirannya terlalu berat kayanya, sampai-sampai kepikiran bunuh diri kaya gitu,” gumam Galen pelan, berasumsi. “Depresi, tekanan berat, capek sama kenyataan yang ada ... putus asa, dan sakit hati. Biasanya, faktor utama seseorang berpikiran ingin mengakhiri hidup, ya ... itu,” timpal Bryan menambahkan. Mendengar perkataan teman-temannya, Yara dan Galaksi yang mengetahui salah satu masa lalu kelam Pelangi, seketika mengalihkan topik pembicaraan ketika melihat raut wajah gadis itu berubah tak menentu. “Dah, ah! Ngeri gue bahas-bahas begituan. Mana besok malam gue balik ke asrama pula!” potong Yara, bermaksud agar teman-temannya menyudahi pembahasan tersebut. Galaksi pun menghela napas dalam, kemudian berkata, “setiap orang punya masalah, setiap orang punya masa lalu, termasuk kita. Namun, gak semua orang seberuntung kalian. Mereka punya cara sendiri-sendiri untuk tetap bertahan dan gak lari dari masalah, gak sedikit pula dari mereka udah ngelakuin sesuatu hal terbaik demi menutupi masa lalu yang udah disembunyiin secara rapat-rapat, sampai berjuang sedemikian rupa agar masa depan mereka gak ikut hancur seperti masa lalunya. Berusaha untuk memberikan yang terbaik di depan orang banyak dalam keadaan tidak baik-baik aja, itu gak semudah yang kalian pikirin. Bahkan, membangun masa depan terbaik ketika memiliki masa lalu pahit, itu bisa jadi beban terberat untuk orang tersebut. Jadi, kita yang punya kehidupan baik-baik aja, harus bisa jadi pendengar yang baik pula buat mereka, dan bersedia memberikan bahu untuk bersandar saat orang-orang terdekat kita lagi down, atau keluarga kita lagi terpuruk. Jangan karena ngelihat mereka masih bisa ketawa, ceria, dan baik-baik aja, terus kita anggap mereka gak punya beban atau masalah. Kita juga harus bisa lihat dari sisi lain, ketika dia lagi sendirian. Apa sama cerianya kaya lagi berbaur sama kita, atau berubah jadi pemurung? Jangan sampai, kita malah lebih dulu menghakimi, men-judge, dan berasumsi yang enggak-enggak sebelum mengetahui kebenarannya. Karena ketika kita salah dalam berbicara, kehidupan yang lagi dijalanin sama seseorang malah jadi taruhannya.” Candra, Bryan, Yara, juga Galen yang sedari tadi hanya diam, mendengarkan perkataan Galaksi, akhirnya mengangguk pelan sebagai tanggapan. Sementara Pelangi, kembali membuang muka ke sisi lain, untuk menghapus air matanya yang tiba-tiba saja menetes di atas wajah. ‘Masa lalu gue memang udah hancur, Gal. Tapi, seperti apa yang lo bilang barusan, gue juga gak mau, kalau masa depan gue ikut hancur gara-gara hal itu,’ ucap Pelangi membatin. “Gak apa-apa Allah kasih rasa sakit itu lebih lama. Gak apa-apa Allah kasih ujian itu sampai sekarang. Tapi, kita juga harus yakin, ada sebuah ending terbaik yang udah Tuhan siapkan melebihi dari apa yang kita jadikan ekspektasi selama ini. Yakin, bahwa sebuah epilog itu ada di akhir bab sebuah cerita. Dan, yakin ... bahwa di balik semua yang terjadi, ada kebahagiaan yang menanti. Ya, hanya keyakinan yang jadi kunci utamanya.” Tambah Galaksi tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis di ujung sofa sana. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD