BAB 2

1242 Words
“Silahkan Masuk sayang! Kamu cantik sekali Hana.” Riana memeluk wanita yang digadang-gadang sebagai menantu impiannya itu. “Terima kasih Tante. Tante juga sangat cantik." Hana balik memuji wanita paruh baya yang wajahnya terlihat bahagia. “Mari masuk! Kita langsung makan ya! Semua sudah siap.” Setelah makan malam selesai, mereka mengobrol sambil menikmati beberapa kue yang ikut daftar pesanan Sinta tadi. Menantu itu rupanya sekarang sudah mulai benar-benar berani membuat mertuanya marah. “Kenapa hanya datang sendiri, sayang? Padahal Tante sudah menyiapkan banyak makanan. Ke mana papa dan mama kamu, Hana?” “Maaf Tante, papa sama mama sedang di Australia. Jadi Hana mau tidak mau ke sini sendiri. Tante tenang saja, mereka susah tahu perihal niat baik mas Ardian untuk menikahi Hana, Tante.” “Lalu apakah orang tuamu merestui, sayang?" tanya Ardian tidak sabaran. Pria beristri itu sepertinya lupa, jika dirinya bukan bujangan lagi.Dia menatap manik mata indah Hana penuh harap. “Tentu saja Mas. Mereka justru bahagia mendapatkan kabar ini. Mereka percaya, Mas mampu mencintai dan menjagaku. Bagaimana dengan istrimu, Mas? Apakah dia tidak keberatan, kalau Mas, menikah lagi denganku?” “Itu bukan masalah Hana. Aku tetap akan menikahimu, walaupun Sinta menentangku. Dalam pernikahan diperbolehkan adanya poligami Hana. Aku Sudah tidak sabar ingin menjadi seorang ayah. Dia belum bisa memberikan aku keturunan sampai detik ini, jadi aku harap, kamu lekas hamil setelah kita menikah nanti.” ‘Apa? Punya anak? Aku belum siap punya anak. Aku masih mau fokus dengan dunia model yang saat ini membesarkan namaku. Orang tuaku saja tidak pernah meminta dan memaksaku untuk memberikan mereka cucu. Lantas kamu malah berkata seperti itu? bahkan sebelum kita menikah Mas,' Hana membatin sendiri. Tidak mungkin ia bicara langsung di hadapan mereka. Tujuannya menikah dengan Ardian, karena dia ingin memeras harta Ardian atau pun orang tuanya. Wanita itu tidak benar-benar mencintai Ardian. Sejak dulu dia meninggalkan Ardian juga karena mencintai pria lain. “Hana! Hana kok malah bengong,” Ardian menepuk pelan pundak Hana, karena dia melihat Hana hanya diam dengan tatapan kosong tanpa menjawab ucapannya tadi. “Enggak kok Mas. Aku hanya tidak sabar menikah denganmu. Aku akan memberimu anak-anak yang lucu,” sahut Hana berbohong. Ia memaksa tersenyum pada mereka, padahal hatinya dongkol, karena ucapan Ardian tersebut. “Wah benar-benar calon istri yang baik kamu Hana. Tante akan sangat menyayangi kamu nantinya. Berbeda dengan Sinta, Tante sungguh tak menyukai istri Ardian itu. Sudah miskin, suka sekali mencari masalah, apalagi susah punya anak, benar-benar menantu tidak berguna!" “Kalau Tante tidak menyukainya, dan Mas Ardian mau menikah lagi,kenapa tidak bercerai saja?” tanya Hana spontan membuat Ardian terhenyak kaget. “Tidak mungkin mas Ardian menceraikan wanita itu kak, kalau dia sudah tidak ada di rumah ini, kita kehilangan babu gratisan,” sahut Arumi sembari tersenyum ramah pada calon kakak iparnya. “Iya Hana, daripada bayar asisten rumah tangga, mending memanfaatkan dia untuk jadi babu di sini,” sahut Reni ikut menimpali. Sementara Monic hanya diam saja. Dia sibuk dengan gawainya. Monic tidak benar-benar mendengarkan obrolan mereka. Adik kedua Ardian itu, rupanya sedang berbalas pesan wa dengan kekasihnya. “Iya Hana, jadi walaupun kita menikah, dia juga tetap menjadi istriku. Kamu bisa menyuruhnya juga sesukamu. Dia itu penurut, jadi tidak mungkin, dia membangkang dan tidak menuruti kemauan kita semua. Hanya saja, hari ini dia membuat masalah. Mungkin dia marah karena dia tidak kami ajak untuk makan malam bersama.” “Sudah, jangan bahas wanita miskin itu! Kalian mengobrol saja berdua! Mama dan anak mama yang lain mau ke kamar dulu istirahat.” Riana sengaja memberikan ruang pada anak dan calon menantu baru yang ia impikan. Padahal ketiga anaknya masih ingin bersantai sekaligus mengenal Hana, namun mama mereka mengajak mereka masuk. Mau tidak mau, mereka menurut saja. Riana tidak tahu saja, jika Hana tidak pernah benar-benar menyukai Ardian. Perusahaan papanya kini sedang dalam masalah. Maka dari itu, Hana pun terpaksa menerima perjodohan dari orang tuanya dan juga ibunya Ardian. Papanya Ardian sedang berada di rumah saudaranya, beliau tidak tahu jika anaknya akan menikah lagi. Pasti dia juga akan sangat senang, jika Ardian menikah dengan Hana yang menurut mereka, berkelas, cantik, dan sepadan. “Hana, apa kamu benar-benar ikhlas aku jadikan istri keduaku? Kalau kamu keberatan, aku akan menceraikan Sinta terlebih dahulu,” ucap Ardian sembari menggenggam jemari Hana dan matanya tak lepas, menatap wajah Hana. Hana memang cantik sejak dulu, hanya saja, dia tidak pernah tulus mencintai pria, setelah dia pernah dikhianati oleh kekasihnya dulu. Itu terjadi jauh sebelum dia mengenal dan berpacaran dengan Ardian. “Jangan ceraikan dia Mas! Aku tidak masalah menjadi istri kedua, asal kamu mampu berbuat adil. Kamu mampu memberiku sebuah rumah, apartemen, dan mungkin aku meminta mahar yang tidak sedikit, karena aku bukan wanita murahan.” Ardian lagi-lagi dibuat kaget, karena ia tidak menyangka, Hana akan meminta begitu banyak hal padanya, padahal menikah pun belum. “Kenapa wajah Mas, berubah? Mas, keberatan? Wajar aku memintanya Mas, soalnya banyak pria yang melamar aku tolak, padahal mereka sudah menyediakan semua hartanya untukku.” “Tidak. Tentu saja tidak sayang. Mas akan memberimu semua yang Mas punya. Mas akan memberikan semua yang kamu minta. Mas menyanggupinya. Mas tidak mau kehilangan kamu lagi Hana.” “Baguslah kalau Mas tidak keberatan, karena kalau Mas sampai keberatan, aku mundur dari perjodohan ini.” “Tidak akan Mas biarkan kamu pergi lagi dari hidup Mas. Mas akan memberikan semuanya padamu setelah kita menikah nanti Hana. Mas berjanji.” “Jangan janji saja ya Mas! Aku tidak mau mendapat janji palsu.” “Iya, jangan khawatir! Tabungan Mas lebih dari cukup untuk memberi semua yang kamu mau.” Hana tersenyum penuh arti. Mereka terus mengobrol, hingga tidak sadar, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hana berpamitan untuk pulang.Ardian sempat menawarkan untuk mengantarnya, namun Hana langsung menolaknya. “Bagaimana, Sayang? Apakah Ardian bersedia memberikan semua yang kamu, mau?" Mama Anita langsung menyambut kedatangan Hana dengan wajah sumpringah. Melihat wajah Hana yang terus tersenyum, sebenarnya Anita sudah tahu jawabannya. Ia hanya ingin memastikan. “Tentu saja Mah. Dan mereka percaya kalau mama dan papa sedang di Australia. Bodoh ya Mah, padahal Hana sejak dulu tidak pernah mencintainya. Kita akan membangkitkan perusahaan papa, setelah Hana menerima semuanya dari Ardian nanti Mah." "Ya sudah ayo kita tidur sayang! Mama sudah mengantuk. Mama tak sabar memberi tahu kabar baik ini pada papamu.” “Ya sudah Mah, Hana juga sudah mengantuk. Hana ke Kamar ya Mah.” Setelah mencium sang mama, Hana langsung menuju ke kamarnya dilantai atas. “Reno, maafkan aku. Kamu pasti memakluminya, aku menikahi pria bodoh itu, demi harta dan ingin menyelamatkan perusahaan papaku. Aku harap kamu tidak marah dan meninggalkanaku.” Sedang di hotel, Sinta terus membayangkan wajah marah mama mertuanya, saat menerima begitu banyak makanan yang dia pesan, dan harus membayar seluruhnya. Kurir langganan Sinta,mengirim video yang sempat ia ambil, saat Riana seperti orang susah, karena tidak mau membayar makanan itu. Kurir itu tidak bercanda, dia benar-benar memvideo hal memalukan itu. Akan tetapi, dia hanya mengirim video itu pada Sinta, bukan untuk tujuan yang lain. “Lucu sekali mama mertuaku ini. Makanan segitu saja, tidak mau membayar. Uang tabungannya sudah sangat banyak. Mungkin saja uang itu untuk pesta pernikahan mas Ardian dengan Hana, tapi, ah sudahlah, untuk urusan makan saja pelitnya bukan main.” “Besok aku akan pulang. Video ini bisa aku jadikan senjata, kalau mama dan mas Ardian berani macam-macam denganku. Apalagi ketiga iparku yang suka cari masalah itu, mereka juga tidak akan berani lagi berkutik sekarang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD