THJ 007 || Kehamilan

2008 Words
Two months later... Suasana pagi ini cukup membahagiakan bagi Gia, bagaimana tidak pria yang tampak dingin itu saat ini tengah berenang di kolam renang di belakang mansion, Gia memperhatikan Alfonzo tanpa celah, itu semakin mengingatkannya terhadap Leonardo, nyatanya sekeras apapun Gia mencoba melupakan Leonardo namun pria itu seakan berada di pelupuk mata Gia selalu. Namun tiba-tiba Gia merasa mual menderanya dengan sangat, wanita itu segera mendirikan tubuhnya dan dengan gerakan cepat menuju ke toilet lantai bawah, wanita itu memuntahkan isi perutnya namun yang keluar hanyalah cairan bening. Gia menatap pantulan dirinya di cermin kemudian membelalakkan matanya kala menyadari satu hal, dengan gerakan cepat ia menaiki tangga dan menuju kamarnya, tangannya dengan gemetar mencari kalender dan saat menemukannya Gia hanya mampu bernapas kasar, benar dugaannya! Wanita itu meletakkan satu tangannya tepat di atas pusar kemudian mengelusnya amat lembut. "So you've been there, little boy." "I'm happy if you were there, because you would make me strong, but what would that man do if he found out about you, I'm afraid please help me," lirih Gia seraya menyisir rambutnya ke belakang. Wanita itu menyandarkan tubuhnya dan terduduk tepat di tepi ranjang seraya mengusap perutnya. "Tuhan, aku takut. Apakah Alfonzo akan membunuhnya? Aku tak bisa kehilangannya Tuhan, siapapun dia dan siapapun ayahnya aku tak peduli, mau itu si bren*sek Maxime ataupun Alfonzo, aku tak peduli tapi ku mohon lindungi dia dari Alfonzo Tuhan, tolong aku," gumam Gia dengan mengigit bibirnya takut, sungguh Gia sangat takut jika Alfonzo datang dan mengetahui hal ini, karena bisa saja pria itu akan membawa pil perluruh kandungan untuk membunuh janinnya. Tidak! Tidak akan Gia biarkan siapapun berusaha menghilangkan anaknya, tak ada siapapun yang berhak atas anaknya, tidak Maxime ataupun Alfonzo sekalipun! Karena kedua pria bren*sek itu tak ada yang menikahinya secara resmi, Gia bisa membawa kabur anaknya dari mansion Alfonzo. "Gia." "Ya!" Gia spontan membalikkan tubuhnya dan menyembunyikan kalender duduk yang tadi ia pegang tepat di bawah bantal. "Kenapa kau berkeringat dingin Gia?" "Em, tak ada aku hanya kepanasan," ucap Gia mengelak. "Ac-mu menyala Gia, bahkan aku pun merasakan dinginnya lalu mengapa kau kepanasan?" tanya Alfonzo seakan tak puas akan jawaban dari Gia. Gia menggeleng pelan kemudian mendekati Alfonzo dengan mendirikan tubuhnya dan berjalan tepat di hadapan pria itu. "Kenapa Al?" "Aku mencarimu tadi, ku kira kau sedang ke pantry untuk mengambil sesuatu untuk kau makan tapi aku tak menemukanmu di sana, jadi aku kemari," ujar Alfonzo santai seraya berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Gia menatap pintu kamar mandi dengan horor, matanya menyiratkan ketakutan yang mendalam sungguh, Gia sangat takut Alfonzo mengetahui fakta ini, bagaimana jika nanti Alfonzo membunuhnya, sekaligus membunuh bayinya?! "Gia! Tolong ambilkan bathrobe milikku!!" "GIA!!" "Ah iya, tunggu sebentar." Gia segera meraih kain bathrobe kemudian memberikannya pada Alfonzo dengan membuka sedikit sekali pintu kamar mandi sementara lengannya ia ulurkan. "Terimakasih," ucap Alfonzo dengan sedikit berteriak. Tak lama Alfonzo kembali keluar seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk, pria itu menuju walk in closet kemudian keluar dengan setelan jas mahalnya. "Kau menungguku?" tanya Alfonzo dengan kekehan gelinya. Gia menggelengkan kepalanya perlahan kemudian berdehem pelan. "Tidak." "Lalu kenapa berdiri di sana?" "Al" "Hm?" "Aku_" "Permisi Tuan, sarapan sudah siap." Gia dan Alfonzo otomatis menatap asal suara dan menemukan seorang maid berdiri di ambang pintu dengan menundukkan kepalanya. "Ya, baiklah," ucap Alfonzo menanggapi dan sesaat setelah itu maid itu pun pergi. "Ayo sarapan, kita lanjutkan pembicaraan kita nanti." "Baiklah," balas Gia dengan degup jantung yang bertalu kencang, ia hendak mengatakan apa yang terjadi padanya, ia ingin mengungkapkan spekulasinya mengenai kehamilannya namun lihatlah yang terjadi. Alfonzo justru meraih tangan Gia dan menggenggam tangan wanita itu menuju meja makan. Mereka di layani dengan sangat baik, Gia tak buta ia bisa melihat dengan baik perlakuan para maid dan bodyguard yang menjaganya seakan ia adalah seorang istri dari Don Alfonzo Renzuis, namun nyatanya ia tak lebih dari penghangat ranjang bagi pria Italia itu. "Makanlah Gia," ucap Alfonzo yang dituruti dengan patuh oleh Gia. Gia memakan makanannya dengan sangat perlahan, maniknya sesekali menatap Alfonzo yang sibuk dengan koran dan sarapannya namun tiba-tiba pria itu menutup korannya dan menyatukan tangannya sebelum menatap Gia. "Gia." "Ya?" "Pil mu habis?" "Apa?" "Aku tadi lihat di atas nakas, pil mu habis kau mau aku yang membelinya langsung atau menyuruh maid?" tanya Alfonzo membuat Gia merenung seketika namun idenya tiba-tiba mencokol. "Aku akan minta maid saja, kau pasti sibuk." "Ya, baiklah aku hanya tak ingin kau hamil dalam waktu dekat. Kau tau bukan, maksudku kita masih dalam tahap saling mengenal." "Ya, aku paham Al," jawabnya dengan menundukkan kepalanya sungguh! Dari kata-kata Alfonzo tadi sudah mencerminkan dengan jelas apa yang akan Alfonzo lakukan apabila ia mengetahui masalah Gia, tubuh Gia semakin membeku di tempatnya ia menatap Alfonzo yang mendirikan tubuhnya kemudian mengecup pelan pipi Gia. "Aku berangkat." "Ya, hati-hati." Selepas kepergian Alfonzo, Gia segera melanjutkan acara sarapannya sesudah itu ia memanggil salah satu maid untuk pergi ke toko obat bukan untuk membeli pil pencegah kehamilan namun membeli tes uji kehamilan. "Tolong belikan aku tespeck." "Anda ... " "Tolong belikan saja, aku tak ingin tuan tau. Ku mohon mengertilah kita sesama wanita, aku terkurung disini dan jika memang dugaanku benar itu akan menjadi hal yang amat membahagiakan untukku, bisakah kau berikan kebahagiaan itu untukku?" ucap Gia dengan air mata yang sebentar lagi akan turun. Maid itu terlihat sangat mengasihi Gia, ia menganggukkan kepalanya kemudian meraih telapak tangan Gia. "Ya, aku akan belikan untukmu." "Terimakasih banyak, terimakasih kau sangat berjasa untukku, suatu saat nanti aku akan membalasmu." "Sure, apapun itu." Maid itu berangsur pergi dari hadapan Gia meninggalkan wanita itu dengan rasa takut yang mendera dadanya. Cukup lama Gia menunggu Maid suruhannya hingga tak lama yang ditunggu pun hadir, maid itu mengetuk pintu kamar Gia dua kali hingga Gia dengan cepat membukanya dan menarik lengan maid tadi memasuki kamarnya. "Kau mendapatkannya?" tanya Gia dibalas anggukan semangat dari maid tersebut. "Ini nyonya." "Terimakasih banyak." Gia menerima barang titipannya kemudian bergegas memasuki kamar mandi, wanita itu mencoba tespeck tadi lalu mendudukkan tubuhnya di tepi bathup untuk menunggu hasilnya, hingga saat waktunya tiba dengan jantung yang berdebar tak karuan dan napas yang memburu Gia mulai melihat hasil tesnya. Dua garis! Satu air mata menetes dari manik Gia, wanita itu menengadahkan kepalanya ke atas seraya mencengkeram tespeck tersebut. "Aku hamil," lirihnya dengan memukul kepalanya sendiri. "Jika Alfonzo sampai mengetahui hal ini, aku bisa mati bahkan bayiku juga." "Tidak! Aku tak akan biarkan Alfonzo menyakiti bagian dari diriku meskipun aku tak tau siapa ayahnya namun aku akan tetap menjaganya, aku akan menjaganya," teguh wanita itu seraya menyeka air matanya. Gia berdehem pelan sebelum membuka knop pintu dan menatap maid tadi yang masih setia berada di depan pintu kamar mandi. "Anda ... " "Ya, aku hamil," aku Gia membuat maid itu menutup mulutnya, ia bahkan menatap Gia dengan tatapan penuh prihatin, sungguh ia tau dengan jelas wanita yang dibawa tuannya ini adalah wanita baik, buktinya Gia tak pernah berbuat macam-macam. "Aku akan dibunuh oleh Alfonzo jika ia mengetahui aku hamil," lirih Gia dengan tangis yang kembali menderas. "Apa anda memiliki keluarga?" Gia menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dari maid tersebut. "Aku sebatang kara," ucap Gia yang langsung membuat maid tersebut memeluknya erat. "Aku tak tau mengapa Nyonya, tapi aku sangat prihatin dengan dirimu. Aku tak pernah membayangkan jika aku berada di posisimu mungkin aku sudah mati sejak dulu." "Aku hanya ingin anakku lahir selamat, apa Alfonzo akan mengabulkannya?" "Nyonya." "Pasti tidak, kau tau tadi saat sarapan ia bahkan memintaku untuk kembali membeli pil pencegah kehamilan ku, sebenarnya sejak dua minggu yang lalu aku mulai merasa aneh dengan diriku, aku jadi sering berbaring dan aku sering terbangun di malam hari hanya untuk makan atau tidur tepat di samping Alfonzo, aku sudah memiliki firasat tentang ini oleh karena itu aku membuang sisa pil ku." "Nyonya anda ... " "Kini kau membawa rahasiaku." "Aku berjanji tak akan memberitahu siapapun mengenai ini Nyonya." "Terimakasih banyak.” Maid itu melepaskan pelukannya, ia menatap Gia dengan tatapan iba kemudian menyeka air mata Gia. "Apa yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkan mu Nyonya?" "Jangan, kau bisa dihukum oleh Alfonzo." "Kita sesama wanita, aku mengerti dengan jelas perasaanmu. Aku akan berusaha membantumu semampuku." "Kau yakin ingin membantuku?" "Ya, tentu saja apa yang dapat aku bantu." Gia menatap maid tersebut dari atas sampai bawah, kemudian ia tersenyum manis. "Bisakah kau pinjamkan aku bajumu? Aku butuh untuk penyamaranku agar aku bisa keluar dari sini." "Kau yakin hal itu berhasil?" "Ya, aku yakin kau mau kan membantuku?" "Ya tentu saja." Maid tadi meminjamkan setelan maid-nya pada Gia, wanita itu memandang pantulan dirinya di depan cermin seraya tersenyum dengan satu tangannya yang ia letakkan di depan pusarnya. "Kita akan keluar dari penjara ini, kita akan bebas. Mommy berjanji akan menjagamu semampu Mommy." Gia menolehkan kepalanya pada maid tadi, ia meraih kedua tangan maid itu kemudian tersenyum manis. "Terimakasih banyak, aku bahkan belum tau namamu tapi kau sudah bersedia membantuku untuk keluar dari sini. Entah bagaimana caranya aku membalasmu, tapi aku berjanji aku akan membalasmu, percaya lah." "Namaku Clara Nyonya, anda tak perlu melakukan apapun sungguh melihat anda terbebas aku sudah sangat bahagia. Aku akan menunggu kabarmu dan bayimu Nyonya, ia pasti akan sangat membantumu ia akan terus berada di sisimu." "Clara." Gia memeluk Clara sangat erat ia meneteskan kembali air matanya begitupun dengan Clara. "Clara kau malaikat untukku, aku sangat sangat berterimakasih padamu Clara. Aku akan membalas jasamu, percayalah." "Pergi lah Nyonya, pergi sebelum Tuan datang dan menggagalkan mu." "Bagaimana aku keluar?" "Ada pintu kecil di bagian belakang, pintu yang hanya diketahui oleh para maid saja." "Clara, sekali lagi terimakasih." Gia terus membisikkan kata-kata terimakasihnya pada Clara kemudian wanita itu pun keluar dari kamarnya. Gia berjalan dengan tergesa menuju bagian belakang mansion, ia menatap ke kanan dan kiri kala melihat beberapa bodyguard berjalan di bagian belakang mansion, Gia langsung berlindung di belakang dinding seraya memperhatikan para bodyguard. Serasa semua aman, Gia pun segera menuju pintu yang dimaksud oleh Clara namun sayangnya sebelum itu ia mendengar suara bariton seseorang. "Dove stai andando?" Gia merutuk di dalam batinnya, bagaimana caranya Gia mengerti ucapan si bodyguard tadi ia sama sekali tak mengerti bahasa Italia. Gia perlahan menegakkan tubuhnya kemudian meraih akal sehatnya untuk diajak berpikir, wanita itu merogoh saku di baju maid milik Clara dan menemukan obat. Gia tersenyum kemudian menunjukkan bekas obat itu ke atas agar terlihat oleh sang bodyguard, dengan jantung yang berdegub kencang Gia hanya mampu membisukan mulutnya. "Vuoi andare a comprare delle medicine?" tanya si bodyguard yang lagi-lagi membuat Gia memutar bola matanya malas, wanita itu hanya mampu menganggukkan kepalanya dan tiba-tiba si bodyguard itu mendatanginya. Gia semakin mengucurkan keringat dingin di wajahnya, ia menutupi wajahnya dengan kain di saku Clara hingga Gia bisa bernapas lega karena ternyata bodyguard tadi mendatanginya hanya untuk membuka pintu itu. Gia menundukkan sedikit tubuhnya dan dengan cepat keluar dari pintu itu, ia menatap sekitar dan menemukan dirinya tepat berada di tengah-tengah hutan! Sialan! Sepertinya Alfonzo sengaja melakukan semua ini!! Gia berlari pelan menelusuri rindangnya hutan namun yang membuat Gia senang karena ia menyadari bahwa ini adalah hutan buatan terlihat dari beberapa lampu di samping jalanan, ia dengan tergesa dan sesekali menolehkan kepalanya ke belakang untuk memastikan keadaan. Saat ia sudah mulai lelah, wanita itu benar-benar hanya bisa menderukan napasnya, dengan sisa tenaga yang ia miliki ia terus berjalan hingga ia mendengar deru mobil yang jaraknya lumayan dekat, dengan menahan haus yang melanda Gia berjalan tergopoh-gopoh dengan bertumpuan pada pohon-pohon tinggi dan senyumnya terbit saat menatap jalan raya di depannya kini. Gia tersenyum manis, kepalanya seperti di benturkan sakit sekali, tak lupa kakinya yang sangat pegal, Gia meletakkan tangannya di perutnya dan berusaha melambaikan tangannya ke beberapa mobil yang sialnya hanya melintas tanpa ingin menolongnya. "Please, help me!" ucap Gia dengan sedikit menaikkan nada suaranya ia rasanya sudah tak kuat untuk berteriak. Gia kembali melambaikan tangannya dan dengan nekatnya merentangkan tangan di tengah jalan raya saat mobil hitam dengan gradiasi merah di body-nya melaju. "Selamatkan aku Tuhan," gumamnya nekat. "Help! Help me!" Gia masih berupaya melambaikan tangannya hingga saat mobil itu semakin dekat namun tak juga mengurangi kecepatan, Gia mulai panik ia kehilangan kesadarannya saat itu juga. •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD