Episode 1

2068 Words
Tas ransel yang dia bopong bersama dengan topi bekas jahitan di atas membuat tubuh bocah itu kelelahan karena saking panas dan juga teriknya udara yang sedang dia hadapi sekarang ini. Sudah hampir dua minggu dia tidak terkena panas yang begitu luar biasa seperti ini karena memang sehari-hari dia selalu berada di rumah sambil bermain video gim favoritnya. Satu-satunya hal yang membuat dia bertahan dengan berdiri cukup lama di lapangan ini mendengarkan ocehan kepala sekolah yang membosankan itu adalah tentu saja Gina. Gadis cantik yang selalu bocah itu idam-idamkan semenjak dia menginjak baru pertama kali bersekolah di tempat ini. Sering kali dia melamun karena memikirkan bagaimana jadinya jika seorang bocah sepertinya bisa mendapatkan pasangan seperti Gina. Mungkin, bocah itu tidak akan bisa tidur dari malam sampai bertemu dengan malam kembali keesokan harinya. “... Indonesia. Oleh karena itu, kita sebagai anak bangsa perlu mengembangkan...” Mata bocah itu terpejam dan langsung saja menoleh ke arah depan. Dia melihat sesuatu yang cukup unik di sana. Karena memang Gina adalah seorang anggota Paskibra. Tugasnya sebagai pembawa acara membuat para murid-murid dan anggota upacara bisa melihat Gina dengan sangat jelas dari lapangan saat ini. Ucapan sambutan menunjukkan tanda-tanda kalau akan segera berakhir. Dan tiba-tiba sebuah tangan menempel di bahu sebelah kanan bocah tersebut, “Adam. Lu dari tadi lihat Gina ya? Udah, ngaku aja. Gw tau kok hehe” Bocah bernama Adam itu pun menoleh. Dan ternyata orang yang menepuknya dari belakang adalah Calvin. Sahabat karib dari Adam saat dia masih SMP. “Apaan sih Vin. Udah diem! Ntar dimarahin pak Sapto tuh liatin lu dari tadi!” Jawab Adam sambil menunjuk bapak guru yang berdiri sambil memantau para anggota upacara agar tetap khidmat. “Yaelah, masih cupu ae lu. Kayak gak pernah dihukum ama dia saja!” Jawab Calvin memasang wajah meremehkan tentang Pak Sapto di sana. Guru dengan kumis yang tebal dan janggut yang panjang itu memang terkenal sering menghukum para murid tak menghiraukan apa pun kesalahannya. Anak-anak di sekolah ini menganggap kalau Pak Sapto memiliki kecenderungan seperti seorang Psikopat karena sangat suka melihat orang tersakiti saat menjalani hukuman. Rumor itulah yang membuat Pak Sapto cukup ditakuti. Dan ternyata hal yang ditakutkan oleh Adam benar-benar terjadi. Pak Sapto menoleh tepat ke hadapan Calvin dan Adam sekarang. Matanya memang sudah default dari sananya terlihat seperti sedang melotot. Entah memang kepala sekolah sengaja memilih guru piket untuk terlihat menyeramkan atau memang Pak Sapto adalah satu-satunya kandidat utama dari guru piket seperti dirinya. “Duh Vin! Lihat tuh! Pak Sapto sudah melihat kita sekarang! Ya ampun! Baru pertama masuk sekolah. Udah gitu dilihat sama murid baru lagi! Udah diem ah! Jangan berisik lagi!” Bisik Adam ketakutan. Calvin juga melihat apa yang sedang dilihat Adam sekarang. Pak Sapto berjalan dengan pelan menuju ke arah dua bocah itu sekarang ini. Seakan-akan seperti boss terakhir di dalam gim horor yang sering mereka mainkan. Pak Kepala Sekolah masih mengucapkan pidato dan juga sambutannya sekarang ini, Namun semua mata para murid melihat ke arah Pak Sapto yang berjalan ke arah barisan upacara. Satu persatu mereka melihat kalau Pak Sapto berada dalam mode serius dan tidak bisa diajak bercanda sekarang. Saat Pak Sapto berada di dalam barisan upacara, para murid menunduk ketakutan. Suasana yang hening berubah menjadi terlalu hening sekarang. Bahkan tarikan nafas dan denyut jantung tidak bisa terdengar di dalam semua upacara tersebut. Tidak ada yang berani melihat Pak Sapto saat guru tersebut berada di dekatnya. Karena bisa saja, mereka akan menjadi korban selanjutnya. Termasuk Calvin dan juga Adam. Mereka menunduk dengan sangat menukik sampai hanya bisa melihat sepatu fantovel hitam mereka yang kusam saking jarangnya untuk dibersihkan. Lama-kelamaan, entah kenapa panas matahari tak terlalu terasa begitu panas bagi mereka. Adam mengira kalau cuaca telah berganti menjadi mendung, namun ternyata bayangan dari sosok Pak Sapto yang bertubuh jangkung itulah menutupi matahari sehingga membuat Adam terhindar dari sinar matahari. “Kalian berdua, apa yang kalian berdua bicarakan...” Ucap Pak Sapto dengan pelan. Adam dan Calvin seperti tak percaya kalau Pak Sapto berbicara dengan mereka berdua. Bisa saja Pak Sapto berbicara kepada murid yang lain dan tak ingin buru-buru untuk menjawabnya sekarang ini. “Kalian berdua! Apakah ucapan bapak kurang jelas! Apa yang kalian berdua baru saja bicarakan!” Teriak Pak Sapto lagi dengan lantang. Saking lantangnya, bahkan Pak Kepala Sekolah sejenak menghentikan pidato dan sambutan upacaranya. Merasa terganggu dengan ucapan Pak Sapto barusan. Dia kemudian melanjutkan pidatonya lagi sekarang ini. Perlahan-lahan, Calvin dan Adam pun menaikkan pandangan mereka, dengan muka nyengir membalas jawaban Pak Sapto sekenanya. “Hehe... Tidak ada apa-apa kok pak. Kami tidak membicarakan hal yang begitu penting...” “Cepat keluar dari barisan! Berbaris di depan bersama dengan yang lain!” Hentakan Pak Sapto seperti sebuah perintah yang absolut dan tak bisa didebatkan. Adam memang bisa saja mencoba untuk mengajukan banding dan kabur, namun tidak saat upacara karena akan menjadi begitu runyam setelahnya nanti. Calvin langsung berjalan menuju ke depan, dimana cahaya matahari yang begitu terik secara langsung mengenai mereka dengan efektif. Jika 2 jam saja mereka berada di sana, maka mungkin mereka bisa menjadi ikan asin siap untuk digoreng dengan renyah nantinya. Adam mengikuti bocah itu dari belakang, dia hanya menunduk ke bawah tak berani melihat ke depan karena ada Gina di sana. Betapa malunya Adam saat ini karena seharusnya dia bisa menjadi contoh siswa teladan yang baik malah dipermalukan di depan murid-murid yang lainnya. “Selama upacara berlangsung. Kalian harus berada di depan sini agar kalian bisa tertib!” Ucap Pak Sapto menghimbau. “Jika bapak melihat ke tidak disiplinan muncul dalam diri kalian lagi. Maka siap-siap hukuman selanjutnya akan menanti kalian!” Pak Sapto langsung saja pergi dari tempat itu sekarang juga. Berdiri di tempat dimana dia seharusnya berada sebelumnya. Di depan barisan, berbaris banyak sekali murid-murid yang tidak menaati peraturan atau dihukum selama upacara berlangsung. Diantara dari mereka memang secara ceroboh tidak membawa peralatan atau aksesoris yang seharusnya di bawa saat upacara. Namun diantara yang lainnya memang menjadi korban dari kesadisan Pak Sapto. Adam menyenggol badan Calvin dari samping menggunakan sikutnya. Kesal karena perbuatan bocah itu yang membuatnya menjadi terkena hukuman seperti sekarang. “Ini gara-gara kau! Jika kau tidak berbicara denganku, aku tidak mungkin akan menjadi keripik krispi seperti ini sekarang!” bisik Adam sambil mencoba untuk melihat Pak Sapto yang ada di depan. Takut jika memang guru itu akan menghukumnya kembali. “Tidak usah khawatir. Kau tidak akan terkena hukuman lebih dari ini. Percaya sajalah kepadaku!” Jawab Calvin dengan begitu sombongnya dan percaya diri. *** 1 jam telah berlalu. Upacara juga sudah selesai. Para murid yang berada di barisan lapangan telah kembali ke kelas mereka masing-masing. Kecuali para murid yang terkena hukuman dan juga anak-anak Paskibra membereskan lapangan ini sekarang juga. “Sampai kapan kita akan berada di tempat ini? Aku sudah lapar! Sebaiknya kita semua kabur saja sekarang!” Ucap salah satu anak yang ada di barisan tersebut. Anak-anak yang lain pun setuju dengan ajakan tersebut. Tapi Adam menyahut dengan memberikan tanggapannya. “Jangan! Apa kau ingin Pak Sapto datang dan menghantui tidur malammu nanti? Sebaiknya kita menunggu sedikit lebih lama seka—“ Ucapan Adam terhenti, seraya melihat Gina yang begitu cantik lewat di hadapannya. Namun Gina tampaknya tak menyadari keberadaan Adam di sana. Membuat Adam cukup lega karena memang Adam akan begitu malu bila dia memiliki citra buruk di depannya itu. Tapi kemudian, anak-anak yang lain menoleh ke hadapan Adam. Dengan tatapan serius dan begitu kebingungan. “Hei anak Paok. Apa yang ingin kau katakan! Kau ingin kabur bersama kami atau tidak?” “Maaf... Tapi itu kebebasan kalian. Jika kalian ingin kabur ma...” Semua anak kembali ke dalam posisinya. Adam yang sedang berbicara pun kebingungan dengan perpindahan secara mendadak yang dilakukan oleh anak-anak itu dengan tiba-tiba. Dari belakang, sebuah suara yang besar membalas. “Siapa yang hendak ingin kabur?” Suara itu tak lain dan tak bukan adalah suara Pak Sapto. Dia benar-benar memberikan teror sekaligus ketakutan yang sangat mengerikan di hati para murid-murid terkena hukuman ini. Pak Sapto melihat ke arah Adam, satu-satunya murid yang sedang berbicara saat ini. “Tidak ada pak. Pandangan saya yang mulai kabur. Saya sepertinya harus membeli kacamata besok.” Balas Adam menghindari pertanyaan lebih lanjut. Untungnya, Pak Sapto tidak membalas atau bertanya lebih lanjut soal hal tersebut. Dia langsung saja berada di hadapan para murid yang lain sambil berkata tentang apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya. “Kalian adalah contoh-contoh buruk dari sistem kedisiplinan yang sudah sekolah ini terapkan. Sebagai ganti kalian melakukan hal-hal buruk tersebut. Bapak ingin memberikan kalian sebuah hukuman agar kalian membalas ke tidak disiplinan kalian itu. Silahkan, lari berkeliling lapangan sebanyak 5 kali. Jika kalian selesai melakukannya, maka silahkan kembali ke dalam kelas!” Adam tersenyum. Tumben-tumbenan Pak Sapto memberikan sebuah hukuman yang cukup enteng baginya. Adam berpikir kalau mungkin Pak Sapto sedang berbaik hati karena memang hari ini adalah hari awal pertama masuk sekolah. Murid-murid yang baru saja masuk tidak mungkin harus disiksa atau dengan sadis. Adam melakukan ancang-ancang seperti pelari professional. “Apakah kau siap untuk berlomba siapa yang paling cepat sampai 5 putaran terdahulu?” tanya Calvin kepada Adam. “Siapa pun yang kalah, harus mentraktir yang menang. Apa kau sepakat?” Tanya Adam. Calvin mengangguk. Dia pun langsung saja memulai pertandingan lari yang tidak resmi ini dengan begitu kompetitif tidak menghiraukan murid yang lainnya. Adam berlari sekencang dan sekuat tenaganya, sampai-sampai keringat dan juga panas matahari seakan-akan menjadi pelumas bagi sendinya agar bisa berjalan lebih lancar dan cepat dari ini semua. Sementara Calvin yang berada di belakangnya hampir menyalip Adam dengan begitu gigih. “Kemana staminamu? Apakah kau sudah terlalu lama diam di rumah sehingga sendi-sendimu menjadi begitu rapuh?” tanya Calvin meremehkan Adam. Calvin berhasil menyalip kawannya itu sekarang ini. dan sekarang, mereka berada di 3 putaran. Murid-murid yang lain masih berada di dalam 2 putaran, mereka tak tertarik untuk mengikuti kompetisi kekanak-kanakan yang diikuti oleh 2 bocah itu sekarang ini. Tapi bagi Adam dan Calvin, itu adalah sebuah kompetisi yang mempertaruhkan harga diri mereka sebagai dua orang remaja. Saking fokusnya dalam berlari, Adam sampai lupa kalau di lapangan itu masih ada Gina yang membereskan lapangan sesuai upacara tadi berlangsung. Dia pun mencoba mencuri perhatian Gina dengan berlari sekencang-kencangnya membalap Calvin kembali sampai-sampai segala sesuatu yang berada di dekatnya berhembus dengan kencang mengeluarkan angin yang besar. “Kau masih punya semangat rupanya. Baiklah kalau begitu! Aku tidak akan kalah!” Teriak Calvin dengan begitu berapi-api. Putaran terakhir berada di depan mata kedua remaja itu sekarang ini. Dan posisi mereka sedang berdampingan kiri dan kanan. Garis finish yang sudah mereka sepakati adalah tiang dari upacara. Siapa pun yang telah menyentuhnya terlebih dahulu, maka dialah pemenangnya. Dua bocah itu sangat sengit dalam berlari. Dan mereka mulai mencoba untuk mengulurkan tangan mereka menangkap tiang bendera yang ada di sana. “Aku tidak akan kalah darimu Adan! Camkan itu! Aku akan menjadi pemenang dalam lomba lari ini!” Ucap Calvin yang memang berada sedikit lebih unggul dari Adam sekarang “Kau pikir aku akan menyerah begitu saja! Lihatlah ini! Aku tidak akan membuatmu mengambil kemenanganku dengan mudah!” Karena tertinggal. Adam pun melompat untuk bisa melaju ke depan lebih cepat. Bodohnya, kecepatan lari Adam yang terlalu kencang membuat dirinya sendiri tidak bisa mengontrol kemana dia harus pergi dan bermanuver di dalam udara. Karena rupanya Adam telah melompat jauh melebihi lintasan yang seharusnya dia pegang sekarang ini. Adam memang berhasil melampaui Calvin sekarang ini, tapi tidak berhasil untuk memegang tiang bendera itu seperti kesepakatan awal. “Aku menang! Yeayy! Aku menang! Aku tidak sabar untuk menantikan traktiran yang akan kau sajikan kepadaku nanti Adam... Tunggu. Adam?” Calvin memegang tiang bendera itu sekarang ini. Memang dia menang, namun dia kebingungan saat melihat Adam tidak ada di belakangnya seperti yang dia pikirkan. Saat Adam melompat, dia begitu panik karena ada seseorang berada dalam lajur lintasannya. Seseorang itu, benar-benar membuat Adam panik karena dia sangat tidak ingin kecelakaan yang tidak sengaja ini terjadi kepada orang itu. Dan orang yang dia tabrak saat dia melompat adalah Gina. Mereka berdua pun terjatuh, dengan posisi Adam berada di atas sedangkan Gina berada di bawah. Wajah mereka menempel sekarang, dengan mulut yang saling bertemu satu sama lain. Adam memejamkan matanya, tidak ingin hal seperti ini terjadi dengan begitu memalukan. Dia langsung buru-buru bangun dengan kedua tangannya, berdiri sambil menunduk meminta maaf. Karena memang kejadian itu, dilihat oleh semua orang yang sedang berada di lapangan. “Gina... maafkan aku. Aku telah berbuat sesuatu yang begitu bodoh...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD