7-Just Married?
" Ini dompetmu. "Alden memberikan sebuah barang yang tadi membuat Amanda panik sekali.
" Apa? Ada dibapak? Terus kenapa baru dikasih sih! "teriak Amanda kesal.
" Sengaja. "
" Kenapa bapak setega itu pada saya? "
" Tega? Saya sudah lunasin utang kamu lalu kamu bilang tega kepadaku? "
" Kalau bapak tadi ngasih dompet ke saya mungkin saya juga gak minta tolong ke bapak, saya bisa nyicil. Ini uangnya saya ganti tapi saya nyicil. "Amanda mengeluarkan beberapa lembaran uang ratusan ribu lalu disodorkan ke arah Alden.
" Tidak usah, cukup kau mau menemui putriku saja. "
" Apa saya akan kehilangan pekerjaan lagi? "
" Pasang sabuk pengamanmu!"Alden justru tak membalas pertanyaan dari Amanda dan mulai menyalakan mobilnya setelah urusannya dengan asisten pribadinya selesai.
"Pak, tolong jangan begitu kepada saya. Pekerjaan saya penting pak, hiks hiks. "Amanda yang tak mampu memendam perasaannya yang terluka kala mengingat dirinya kehilangan pekerjaan serta lelahnya bekerja seharian diluapkan begitu saja dengan berurai air mata.
" Kau bisa diam tidak? "
" Jawab dulu, pekerjaan saya aman kan? Saya janji saya akan pergi dari kota ini setelah hutang yang lain lunas. "Amanda memohon pada Alden seraya menyatukan telapak tangannya mengarah ke Alden.
" Kau itu lain kali pasang telinga baik-baik, aku sudah bilang cukup kau menemui putriku saja. "Alden berdecak kesal karena wanita itu salah paham ditambah tangisannya itu bikin pening.
" Baiklah kalau gitu huu. "Amanda menyeka air matanya meski masih menangis.
" Berhentilah menangis, ingat kau akan menemui Jessi dan nantinya kamu akan ditanyai beribu macam pertanyaan oleh dia. "
" Iya ya pak. "
" Ya sudah, pasang sabuk pengamanmu sekarang! "suruh Alden pada Amanda tanpa menatap wanita itu.
" Gak bisa pak, kok sulit? "Amanda merasa kesulitan memasang sabuk pengaman padahal ia sering menaiki mobil milik Freya saat Freya mengajaknya keluar entah kemana.
" Sulitnya itu gimana? "Akhirnya Alden kini memandang ke arah Amanda, Amanda terkesiap saat tubuhnya bersentuhan dengan tangan kekar Alden yang membantunya memasang sabuk pengaman. Seakan ada aliran listrik menyetrun tubuhnya hingga ia mematung dan sadar setelah mendengar deheman dari Alden.
"Bilang saja kalau kau itu sengaja mendekati putriku karena ingin jadi istriku dan menguasai hartaku kan? "Alden mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang keluar dari perkarangan rumah milik temannya.
" Tidak, saya aja baru tau kalau bapak itu direktur utama di BN'S Entertainment. "
Citt
" Apa? Kau baru tau? "Alden tak percaya dan melototkan matanya menatap Amanda. Amanda menepuk dadanya yang berdebar tak karuan karena rem mendadak ulah dari Alden.
" Iya pak, saya tau bapak ya waktu kerja jadi pengantar minuman beberapa waktu yang lalu. "Amanda mengangguk dan raut wajahnya begitu polos sesekali mengelap ingusnya dengan tisu milik Alden.
" Ah kau pasti pura-pura. "Alden terkekeh pelan dan melanjutkan kembali perjalanan yang tertunda.
" Terserah bapak saja. "
" Lalu gunanya ponselmu apa kalau gitu? Kau pernah membaca berita? "
" Ponsel saya ya gunanya buat sms dan nelpon saja. "
" Sms maksudnya chat? "
" Sms biasa pak. "
" Kau tau paketan kan? "tanya Alden, tanoa disadari bahwa dirinya telah banyak bicara kepada wanita yang baru dikenalinya beberapa hari padahal bersama wanita lain meski rekan kerjanya tetep saha bersikap cuek.
" Tau Pak, tapi saya gak pake itu sih."
Alden menghembuskan napasnya kasar, sekilas menatap jendela luar entah mengapa di dalam hatinya begitu kesal mengetahui sosok wanita di sebelahnya ini tak mengenalinya dan ada rasa tak terima padahal ia merasa begitu terkenal namanya.
"Makanya saya tadu kaget juga kok para penagih utang itu kenal sama bapak dan kelihatan takut gitu. "Amanda menggaruk tekuk lehernya yang tak terasa gatal.
'Kok aku merasa biasa ya sekarang dekat sama ini orang padahal kan sebelumnya auranya itu sangat menyeramkan eh tapi tadi malah banyak berbincang'--batin Amanda baru saja.
Alden pun merasakan hal yang sama dan baru sadar juga.
'Bodoh aku, bisa-bisa banyak bicara pada dirinya. Kesan dinginku mulai menghilang sepertinya, gak itu tidak boleh dan aku harus bersikap jual mahal meski aku tidak terima ada orang yang tidak mengenaliku'---batin Alden.
Kini suasana di dalam mobil menjadi hening dan diisi oleh lagu-lagu barat kesukaan Alden sendiri.
...
"Wow rumah apa istana ini? "Amanda syok setiba berada di rumah Alden.
Wanita itu turun dari mobil kala pintu dibuka oleh seseorang yang diduga bodyguard Alden dan Amanda merasa lemas memandang rumah megah milik Alden.
" Rumah besar sekali, duh sayang itu buang-buang. "gumam Amanda sambil menggelengkan kepalanya.
" Kasihan sama uangnya lagian percuma rumah besar-besar juga kalau yang tinggal disini cuman sedikit doang. "cibir Amanda.
" Bilang aja kalau gak mampu beli. "Alden melewatinya membuat Amanda pun segera berjalan cepat menyamakan langkah kaki lebar Alden.
Sesampainya di depan pintu, Amanda terkejut melihat pintu jenis dua pintu tersebut terbuka setelah Alden menepuk kedua tangannya hanya satu kali saja.
" Wah hebat. "Amanda merasa terpesona memandang keindahan bangunan yang tak kalah mewahnya di dalam rumah. Ukiran-ukiran cantik disetiap sudut ruangan menambah kesan seni yang menyejukkan matanya dan berbagai miniatur berasal dari berbagai negara berjejer rapi di segala tempat yang telah disesuaikan.
"Tante! "panggil si pemilik suara centil membuat Amanda langsung menatap ke arah depan dimana asal suara itu berada.
" Jessi. "Sapa Amanda pada sosok gadis kecil yang sedang berada di dalam gendongan seorang wanita berumur.
" Huaa tante Amanda, Jessi kangen. "Jessi mengangkat kedua tangannya ke arah depan mengode Amanda segera menggendongnya.
" Emm. "Amanda sudah berada di hadapan sosok wanita tua berwajah datar menatapnya, seakan tak suka kehadirannya disini.
" Gendonglah! "suruh Alden pada Amanda.
" Oma, Jessi ingin digendong sama tante Amanda. "Jessi memberitahukan pada omanya yang diam saja.
" Ini wanita yang namanya Amanda? "Iris menyipitkan kedua matanya menatap Amanda dari ujung kaki lalu ke ujung kepala.
" Iya, Ibu. Saya Amanda. "Amanda menganggukkan kepalanya sedikit dan tersenyum sopan.
" Jangan panggil ibu! "tegur Iris.
Alden merasa heran melihat aura ketidaksukaannya Iris kepada Amanda akhirnya ia meraih Jessi dari gendongan maminya.
" Tante. "Jessi memekik kegirangan sekarang sudah berada di dalam gendongan Amanda.
" Kau pergilah ke halaman belakang, itu pembantuku yang akan mengantarmu kesana! "
" Putriku sedang cidera kakinya. "
" iya. "Nyali Amanda menciut merasa sosok yang ia duga adalah ibunya Alden itu secara terang-terangan tak menyukainya.
Amanda menuruti ucapan Alden tuk ikut seorang pembantu yang mengarahkannya menuju halaman belakang karena tujuan utamanya datang kemari ialah bertemu Jessi yang merindukannya.
Disisi lain...
"Mami apa maksudnya tadi? Bukankah Mami juga ikut menyuruh Alden membawa wanita itu ke rumah? "tanya Alden yang merasa bingung pada sikap Iris.
" Wanita miskin itu sepertinya bukanlah wanita baik, aku curiga dia memanfaatkanmu. "Iris bersedakap d**a.
"Aku pun sama, Mi." Alden menghela napasnya pelan tapi ia tak merasa curiga pada Amanda dan anehnya perasaannya baik-baik saja berada di dekat Amanda.
"Ya tunggu tanggapan dari ayahmu, lagian wanita itu juga tak cocok bersanding denganmu. Bisa-bisanya Jessi menyukainya, huft aku yang malu kalau punya menantu seperti dia. "
" Baiklah, Mi. Aku mau mengawasi Jessi, takut diapa-apain sama dia sih. "Meski tidak ada rakut di dalam hatinua tetap saja Alden ingin melihat putrinya bersama Amanda di halaman belakang.
" Hmm iya, Mami mau melihat persiapan makan malam di dapur. "
Alden berjalan cepat menuju halaman belakang dan ia langsung disungguhi wajah ceria putrinya serta suara Jessi tertawa lepas yang jarang dirinya dengar. Sudut bibir Alden terangkat sedikit dan hatinya menghangat melihat kebahagiaan Jessi namun seketika ia bersikap biasa saja saat Amanda memergoki dirinya disini.
"Papa, sini! "ajak Jessi pada sang papa sambil melambaikan tangannya ke arah sana.
Disana Jessi dan Amanda sedang duduk di bangku ayunan berukuran panjang dengan tinggi beberapa meter saja dari tanah dan memang digunakan untuk bersantai di atas rerumputan hijau yang terawat sangat apik. Amanda merasa nyaman pada telapak kakinya menyentuh rerumputan tersebut. Amanda dan Jessi hanya duduk saja dan Jessi yang bermanja ria berada di sebelah Amanda bahkan memeluk dan mencium Amanda.
"Enggak. "tolak Alden sambil menggelengkan kepalanya.
" Ihh ayo papi ikut duduk disini, di samping Jessi. "Jessi mengerucutkan bibirnya dan tangannya menepuk sebelahnya yang sekiranya masih bisa diduduki oleh papanya.
" Oke oke. "Alden menganggukkan kepalanya malas dan kini duduk di samping putrinya yang berada di tengah antara dirinya dan Amanda.
Nampaknya seperti keluarga bahagia namun tetaplah Alden menganggap Amanda itu hanyalah orang asing yang beruntung bisa berada didekat putrinya atau ini adalah rencana buruk Amanda. Entahlah Aldeb pusing memikirkan hal itu dan hal yang lebih penting ialah kebahagiaan Jessi malam ini.
"Tante, kenapa kok gak jualan lagi? "tanya Jessi penasaran.
" Tante jualan di bazar malam, oh ya beberapa jam lagi tante berangkat kerja. "Amanda sekilas melihat jam diponselnya.
" Yahh tante pulang lagi dong, ngapain sih halus kelja? Tante Amanda capek pastinya, sini aja sama Jessi, Tante. "Manik Jessi mulai berkaca-kaca seraya tangan mungilnya menggenggam erat tangan Amanda.
" Jessi tidak boleh begitu, Nak. Biarkan tante Amanda bekerja, kalau tidak bekerja terus uangnya dapet darimana dong? "Alden merasa putrinya terlalu *over* pada Amanda.
" Dapet dari papa lah, nikahin tante Amanda kalau gitu. Kasihan tante Amanda, kayaknya lagi capek. "Tangan Jessi yang tidak bisa diam itu kini terulur ke atas, menoel-noel dagu Amanda beberapa kali dan bergumam gemas setelah mencubit pipi Amanda yang terasa lembut dan kenyal.
" Tante Amanda itu bekerja untuk keluarganya, sama seperti papa yang bekerja untuk Jessi yaitu membayar sekolah tiap bulan, membeli kebutuhan Jessi ditambah Jessi kan suka beli mainan akhir-akhir ini. "Alden membelai rambut Jessi hanya sebentar karena Jessi memukul tangannya lagi.
" Tapi Jessi ingin mama, papa. Jessi sendilian kalau papa bekerja, hiks hiks papa gak tau Jessi kalena papa sibuk mulu. Jessi kan ingin temen. "
" Kan ada bibi yang jadi teman Jessi di rumah. "
" Bukan itu huaaa, Papa gak tau! Jessi malah huaaa! "teriak Jessi kemudian memeluk Amanda sangat erat.
" Tante Amanda jangan pelgi, nanti papa gak bolehin lagi Jessi ketemu tante Amanda. Papa jahat kan tante? "tanya Jessi pada Amanda.
" Tidak sayang, papamu baik kok. "
" Enggak, papa dali dulu jahat emang. Kan Jessi cuman minta mama doang dan sekalang udah ketemu sama tante yang baik. Tante Amanda jadi mamanya Jessi ya? "Pinta Jessi yang kini menatap penuh permohonan pada Amanda.
Amanda bingung harus menjawab apa sebab permintaan Jessi begitu sulit tuk dijawab karena ia tak pernah mempunyai pikiran menjadi seorang ibu padahal ia belum punya pengalaman merawat seorang anak kecil kecuali adiknya sendiri karena hari-harinya disibukkan bekerja dan bekerja.
"Jessi... "
" Papa diem dulu, Jessi nanyanya ke tante Amanda! "Jessi mendengus kesal.
Terlalu sibuk berpikir, tiba-tiba saja Amanda pusing dikepalanya dan perutnya juga terasa perih.
" Aduh. "Amanda memegang kepalanya yang diserang rasa pusing begitu hebat.
" Tante, tante Amanda! "teriak Jessi ketakutan melihat tubuh Amanda kian melemas dan jatuh pingsan di sebelahnya.
Tidak hanya Jessi, Alden yang merasa khawatir itu langsung menggendong Amanda dan dibawa ke sebuah kamar tamu.
" Panggilkan dokter! "suruh Alden pada asistennya.
" Tante Amanda huee! "Jessi digendong oleh seorang pembantu lantas ia duduk di samping Amanda yang tak sadarkan diri.
...