24. SEBUAH HARAPAN

2378 Words
Terlihat Adipati, Nando dan Kartini bersama-sama tengah mengambil makanan, minuman dan perlengkapan penting lainnya yang berada di bawah reruntuhan puing-puing bangunan supermarket. Mereka bekerja sama mengangkat dan menyingkirkan puing-puing tersebut hingga akhirnya semua barang-barang itu bisa mereka ambil. "Aku berhak mendapatkan bagian yang lebih banyak karena aku yang datang ke tempat ini duluan!" kata Nando ketus. "Terserah kamu, Nan," balas Adipati. Kartini yang juga berada di tempat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nando yang begitu kekanak-kanakan. Setelah sejam mereka bekerja sama, akhirnya terkumpullah sejumlah makanan, minuman dan barang-barang penting lainnya seperti obat-obatan, peralatan masak bertenaga listrik, pakaian dan masih banyak lagi barang-barang penting lainnya yang bisa mereka gunakan. "Listrik di sini menyala kan?" tanya Kartini. "Iya," jawab Nando singkat. Pembangkit listrik cadangan di supermarket itu masih memiliki sisa cadangan daya yang mana membuat listrik di tempat itu masih bisa menyala dan tentunya akan sangat berguna untuk mereka semua. Namun, mereka tidak tahu kapan daya listrik di tempat itu akan habis. Mereka berharap, semoga saat cadangan listrik di tempat itu habis, seseorang telah datang menolong mereka. Malam ini ketiganya bisa makan enak berkat temuan-temuan yang mereka dapatkan. Setidaknya, untuk hari ini mereka bisa merasakan masakan rumahan yang lebih layak dibandingkan makanan yang mereka makan kemarin-kemarin. Saat malam menjelang, Kartini yang menjadi satu-satunya orang yang lumayan bisa memasak di tempat itu, mengambil tugas untuk membuat makan malam. Ia menyiapkan semua bahan masakannya dan lalu mengolahnya sendiri tanpa bantuan Adipati dan juga Nando. Kompor listrik, penanak nasi, persediaan air bersih dan alat-alat memasak lainnya sudah tersedia di sana. Semua yang mereka peroleh dari bawah puing-puing bangunan supermarket sungguh dapat digunakan dengan sangat baik. Apalagi, tempat mereka berada saat ini dekat dengan terminal listrik sehingga memudahkan mereka dalam menggunakan alat-alat yang memerlukan listrik. Adipati yang menunggu kakaknya memasak, diam-diam menatap Nando yang kini sedang duduk memunggunginya. Pemuda berwajah bak seorang pangeran itu menghadap ke arah dinding dengan tatapan yang terlihat kosong. Dan ketika Adipati masih fokus memandangi Nando, samar-samar Adipati mendengar suara-suara aneh di dalam kepalanya. "Kami menyayangimu. Selamanya kami akan tetap menyayangimu," Itulah salah satu suara yang Adipati dengar. Dan tak lama setelahnya gambaran sosok Nando yang sedang menangis sesenggukan pun muncul di dalam pikirannya. Pemuda itu terlihat sangat menyesal dan merasa sangat kehilangan di tengah tangisnya. "Ini ... apakah ini isi pikiran Nando?" batin Adipati bertanya-tanya. Dan tanpa sadar, Adipati meneteskan air matanya. Memori Nando yang kehilangan kedua orang tuanya benar-benar menyentuh relung hati Adipati. Ia seperti bisa merasakan apa yang Nando rasakan, walaupun apa yang muncul di dalam pikirannya itu hanyalah sebuah gambaran ingatan yang tidak begitu jelas. Di saat Adipati mulai menangis, Nando yang kini telah menghadap ke arah Adipati, lantas merasa keheranan dengan kondisi rivalnya itu. "Hey, kenapa kamu menangis sambil melihatku?" tanya Nando dengan nada bicaranya yang masih ketus. Adipati seketika tersadar dari apa yang ia lihat dan lalu dengan cepat menghapus air matanya yang saat itu masih menetes di kedua sudut matanya. Ia kemudian menggelengkan kepalanya tanda ia dalam kondisi yang baik-baik saja. "Mataku kemasukan debu, makanya aku menangis," kata Adipati. "Dasar lemah! Karena debu saja kamu menangis!" ucap Nando. "Debunya cukup tajam dan itu membuat mataku sakit," kata Adipati lagi. "Le-mah!" Nando pun kembali meledek Adipati sembari memasang ekspresi wajah yang sombong. Karena tidak mau berdebat cuma karena hal sepele, Adipati pun memilih untuk diam dan tidak menggubris ucapan Nando. Ia pun kini kembali memperhatikan Kartini yang sedang memasak di depan sana. Nando pun juga ikut diam dan memilih untuk sama-sama menatap Kartini. Keduanya kini saling diam selama beberapa menit sembari menontoni Kartini yang mulai memasukkan satu per satu bahan makanan ke dalam panci. Sampai sesaat kemudian, Nando akhirnya mulai membuka sebuah percakapan dengan Adipati. "Kamu tidak membantu kakakmu?" tanya Nando. Sambil tersenyum, Adipati pun menjawab, "Dia tidak suka diganggu atau dibantu ketika sedang memasak." Nando pun kembali bertanya, "Apa masakannya enak?" Bukannya langsung menjawab, Adipati malah mendesah pelan. Ekspresi wajahnya terlihat penuh dengan keraguan. "Kamu rasakan saja sendiri," ucap Adipati. Seketika Nando menatap ngeri ke arah Kartini yang masih fokus dengan masakannya. Ia takut menu makan malamnya ini akan terasa sangat mengerikan. Setelah berkutat selama satu jam, masakan pun siap dihidangkan. Menu makan malam yang Kartini buat terlihat sangat sederhana dan biasa saja. Nando yang sudah keburu berpikiran negatif tentang masakan Kartini, kini tampak ragu untuk mencicipinya. "Ayo dimakan," ujar Kartini. Secara refleks, dua rival yang bermusuhan itu kini saling tatap. Ternyata tidak hanya Nando yang ragu, Adipati yang adalah adik Kartini pun bahkan sangat meragukan masakan buatan kakaknya itu. Kartini yang melihat tingkah kedua remaja itu, lantas mengembuskan napasnya berat. Ia tahu apa yang keduanya pikirkan saat ini. "Masakanku ini masih bisa dimakan kok. Percayalah, rasanya tidak akan seburuk apa yang kalian pikirkan," ujar Kartini. Mendengar perkataan Kartini, Adipati pun akhirnya mencoba untuk mencicipi sedikit sayur sop sederhana yang kakaknya itu buat. Setelah ia mencicipinya, raut wajah yang terlihat biasa pun terpampang di sana. "Bagaimana?" tanya Nando. "Heum, lumayan enak," jawab Adipati dan lalu kembali menyuapi sayur sop buatan Kartini. Nando yang melihat Adipati bisa memakan masakan Kartini, lantas ikut mencicipi sayur sop yang ada di hadapannya. Reaksi yang sama pun diberikan olehnya. "Benar, rasanya lumayan." Nando kemudian memulai makan malamnya duluan. Ia menyendok nasi dan lalu mengambil banyak sekali lauk karena ia sangat kelaparan. Adipati pun ikut memulai makan malamnya. Ia mengambil lauk yang ada di hadapannya setelah giliran Nando selesai. Kartini yang melihat adik serta temannya itu bisa menikmati masakannya, lantas tersenyum dengan senang. "Kemampuan memasakku sudah meningkat bukan?" tanya Kartini pada Adipati. Adipati hanya mengangguk di sela-sela kegiatan makannya. Ia harus mengakui kalau kakaknya itu belajar memasak dengan cukup baik. Kemudian Kartini pun ikut bergabung dan memulai kegiatan makan malamnya. Ia menyendok nasi dan lauk seadanya, tidak sebanyak Adipati, apalagi sebanyak Nando yang seperti sedang kesetanan itu. Setelah setengah jam berlalu, kegiatan makan malam pun selesai. Kartini dibantu Adipati membereskan piring-piring plastik kotor yang mereka gunakan untuk makan tadi, sedangkan Nando langsung rebahan karena merasa kekenyangan. Ia sudah seperti seorang raja di situ. "Akhirnya beres juga," ucap Kartini. Kini kedua kakak beradik itu ikut rebahan di sebelah kasur lipat milik Nando. Keduanya tadi mendapatkan kasur lipat mereka sendiri yang berhasil mereka ambil dari bawah sebuah lemari besar yang berisi banyak sekali bantal yang sudah terbakar hangus. Untung saja kasur-kasur lipat yang tertindih di bawahnya hanya terbakar sedikit saja sehingga kini mereka bisa menggunakannya. Adipati dan Nando dengan kompak rebahan sembari memejamkan kedua mata mereka. Keduanya tampak sangat menikmati kondisi mereka saat ini. Adipati senang karena mendapatkan tempat yang sangat nyaman seperti tempat ini, sedangkan Nando merasa senang karena akhirnya ia tidak sendirian lagi. Walaupun, orang yang menemaninya adalah rival sekaligus orang yang tidak ia sukai. Berbeda dengan keduanya, Kartini hanya merebahkan tubuhnya sembari memandangi langit-langit supermarket yang ada di atasnya. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. "Nando," panggil Kartini. "Heum?" sahut Nando singkat. "Apakah kamu mengalami sesuatu yang aneh dengan tubuhmu?" tanya Kartini. Nando yang menerima pertanyaan itu, seketika langsung terdiam. Ia takut menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Kartini karena dirinya memang mengalami sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Namun, ketakutannya itu seketika menghilang ketika Kartini mengatakan tentang kondisi Adipati. "Adipati mengalami sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Dia ... jadi seperti memiliki kemampuan khusus. Namun, ia tidak berbuah menjadi monster seperti yang terjadi pada para terinfeksi Virus-69 yang ada di luar sana," kata Kartini. Nando seketika membuka kedua matanya dan lalu menatap ke arah Adipati dan juga Kartini secara bergantian. Ia pun akhirnya memilih untuk memberitahukan gejala-gejala aneh yang terjadi pada tubuhnya. "Tubuhku ... suka sekali mendadak dingin, dan bahkan saking dinginnya, napasku bisa membekukan sesuatu," kata Nando. Berbeda dengan Rakha dan teman-teman sekelas mereka yang lain, Adipati dan Nando masih belum bisa menggunakan kekuatan mereka dengan benar, bahkan mereka sendiri belum tahu kalau mereka sebenarnya memiliki kekuatan super. Mendengar jawaban Nando, Kartini mengambil kesimpulan kalau remaja itu juga memiliki kemampuan khusus seperti Adipati. Dan kemampuannya itu ada hubungannya dengan suhu. Adipati yang berada di sebelah kasur Nando, kini tengah menatap ke arah Nando. Ia mengerti sekarang kenapa kedua mata Nando bisa berubah warna menjadi biru sama sepertinya. "Kamu terjangkit Virus-69 juga, bukan?" tanya Adipati. Nando menoleh ke arah Adipati dan lalu menjawab, "Iya." "Apa jangan-jangan ... virus ini membuat kita bermutasi tapi ke tahap yang lain--maksudku, kita bermutasi, tapi tidak berubah menjadi monster?" Adipati mulai mengeluarkan pemikirannya tentang apa yang terjadi padanya dan juga pada Nando. Dan tampaknya Nando mengiyakan perkataan Adipati. Terlihat dari ekspresi wajahnya. Karena sebelum ini, Nando sempat ketakutan kalau ia akan berubah menjadi monster, namun sampai detik ini, ia masih dalam keadaan yang normal-normal saja. Kartini yang juga mendengarkan apa yang Adipati kemukakan, sebenarnya sudah lebih dulu memikirkan hal tersebut. Ia yang mengambil jurusan kedokteran di tempatnya kuliah, telah menduga-duga kalau sebenarnya Adipati bermutasi, tapi ke tahap yang lain. Namun, pemikirannya itu ia simpan sendiri, sebab, ia belum bisa membuktikannya. "Kakak sebenarnya sudah memikirkan seperti apa yang kamu pikirkan, Di," ucap Kartini. "Awalnya Kakak ragu, tapi semakin kemari, semakin sering Kakak melihat perubahan dan keanehanmu, dan itu membuat Kakak semakin yakin kalau kamu sebenarnya bermutasi, namun mutasimu berbeda dengan para monster yang ada di luar sana," tambahnya. "Jika saja ada peralatan medis yang lengkap dan dokter andal yang bisa membantu Kakak untuk mengecek keadaan kalian, pasti Kakak bisa langsung tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian sekarang," kata Kartini. Tapi sayangnya di tempat itu tidak ada peralatan medis apalagi dokter yang bisa membantu Kartini untuk memeriksa DNA dan juga kondisi tubuh keduanya. Jadi yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menduga-duga apa yang terjadi. Kartini sangat berharap, semoga ia bisa segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh Adipati dan juga Nando. Ia tidak ingin terus merasa penasaran seperti ini. Selepas dari obrolan itu, Nando memutuskan untuk tidur. Ia sudah kenyang dan sekarang mengantuk. Ia tidak perlu terlalu merasa khawatir untuk memejamkan kedua matanya karena kini ada Adipati dan juga Kartini. Berbeda dengan Nando, Adipati dan Kartini memutuskan untuk mengotak-atik alat komunikasi radio yang keduanya temukan. Alat itu adalah satu-satunya alat yang dalam kondisi masih lumayan bagus, karena saat mereka menemukan alat itu, alat-alat lainnya sudah hancur terbakar hingga meleleh dan menghitam. Kini yang mereka harus lakukan adalah mengecek, apakah alat itu masih bisa berfungsi atau tidak. Kalau sampai ternyata alat itu masih bisa berfungsi, maka mereka bisa menggunakannya untuk mengirim sinyal S.O.S pada orang-orang yang berada di sekitaran tempat mereka berada saat ini. Setelah mereka memasukkan baterai ke dalam alat komunikasi radio tersebut, betapa senangnya kedua bersaudara itu ketika mendapati alat tersebut ternyata masih dapat berfungsi dengan sangat baik. "Dengan ini, kita bisa memberitahu orang-orang yang selamat ataupun regu penolong yang ada di luar sana kalau kita ada di sini," ucap Adipati senang. "Kalau begitu cepat atur frekuensinya dan segera kirim pesan pada semuanya," pinta Kartini. Adipati yang lebih mengerti tentang alat-alat seperti itu, dengan segera mengikuti perintah Kartini. Keduanya berharap semoga ada regu penolong yang datang dan bisa membawa mereka pergi ke tempat penampungan seperti tempat yang Adipati lihat di dalam mimpinya. Walaupun tempat mereka tinggal saat ini terbilang nyaman, tapi untuk keamanan, mereka masih sangat kurang. Sehingga mencari tempat baru dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi sangatlah penting untuk mereka. *** Di tempat lainnya, Jenderal Dipa bersama dengan timnya tengah melaju kembali menuju Gelora Bung Karno. Ia yang sebelumnya bertugas mengambil seluruh persediaan senjata dan juga makanan di SMPN 08 Tangerang Selatan, agak sedikit lama di sana karena menunggu dua mobil truk tambahan untuk mengangkut semua muatan barang yang jumlahnya terbilang sangat banyak. Maka dari itu, ia dan rekan-rekannya baru bisa kembali sekarang. Selama perjalanan, dari awal hingga sampai pada rute jalan yang sekarang, Jenderal Dipa terus memikirkan tentang Zyn bertubuh merah dan bertanduk kerbau yang ia temui di SMPN 08 Tangerang Selatan. Di dalam hatinya, ia ingin sekali menghabisi monster biadab itu menggunakan kedua tangannya sendiri. "Akan aku cari dan kuhabisi kau! Tunggu saja," batinnya. Di tengah ambisinya yang sedang membara, tiba-tiba saja alat komunikasi yang sedang dipegangnya menangkap sebuah sinyal radio misterius yang mana langsung menarik perhatiannya. "Hal ... da ... dengar ...." Suaranya terdengar putus-putus dan tidak jelas. Namun, Jenderal Dipa tetap berusaha untuk mendengarkannya. "Halo ... bzzzzttt .... ngar kami?" Suaranya masih terputus-putus dan tidak jelas. "Halo ... bbzzztt ... bisa .... kami?" Suara itu terus berusaha menyampaikan sesuatu. Sampai akhirnya, sambungan suara itu pun bisa terdengar cukup jelas oleh Jenderal Dipa yang sejak tadi fokus mendengarkannya. "Halo, apa kalian ... bzzzzt ... mendengar kami?" Dengan cepat Jenderal Dipa membalas panggilan tersebut. Ia tidak mau sampai panggilan itu terputus. "Halo, apa kalian bisa mendengarku?" ucap Jenderal Dipa. "Halo? Apakah kalian bisa mendengar suaraku?" ucap Jenderal Dipa lagi. Ia menunggu balasan dari seberang sana. Namun setelah beberapa detik menunggu, tidak ada satu pun respons balik yang ia dapatkan. Jenderal Dipa tidak menyerah, ia kembali menanyai orang-orang yang ada di seberang sana dan berharap mereka bisa menjawabnya. Namun, ketika ia baru saja ingin mengeluarkan suaranya, suara orang-orang yang ada di seberang sana kembali terdengar. "Ya! Ya! Kami mendengarmu!" "Halo, apa kamu masih mendengar kami?!" "Halo?!" Terdengar orang-orang yang ada di seberang sana begitu semangat untuk berbicara. Jenderal Dipa yang kembali mendengar panggilan mereka, dengan cepat meresponsnya "Saya mendengar kalian," ucap Jenderal Dipa. "Apa kalian baik-baik saja?" tanyanya. Sementara itu, Adipati dan Kartini yang mendengar panggilan keluar mereka dijawab, dengan semangat menjawab pertanyaan Jenderal Dipa yang ada di seberang sana. "Ya! Kami baik-baik saja!!" ucap Adipati. "Kami tidak ada yang terluka!" timpal Kartini. Jenderal Dipa merasa senang mendengarnya. Ia lantas kembali menanyakan tentang lokasi dan berapa jumlah orang yang kini sedang berbicara dengannya. "Kalian di mana? Dan berapa jumlah kalian?" Kartini dengan semangat mengatakan kalau mereka berjumlah tiga orang. Ia lalu memberitahu lokasi tempat mereka berada saat ini yang ternyata cukup dekat dengan tempat Jenderal Dipa dan rombongannya berada sekarang. Karena lokasinya dengan orang-orang yang selamat itu dekat, Jenderal Dipa lantas memutuskan untuk langsung menuju ke sana. "Kami akan ke sana. Tunggu dan jangan pergi ke mana-mana," pinta Jenderal Dipa. Adipati dan Kartini merasa senang sekarang. Sebentar lagi akan ada orang yang datang untuk menyelamatkan mereka. Saking senangnya, mereka bahkan sampai berteriak dan melompat-lompat. Nando yang sedang tertidur pun, kini terbangun karena mendengar suara berisik yang Kartini dan Adipati buat. Ia terlihat marah dan juga jengkel pada keduanya. "Ada apa sih?! Kenapa kalian berdua berisik?!" tanya Nando sembari membentak. Dengan riang gembira, Adipati pun menjawab, "Kita akan diselamatkan!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD