11. MUTASI

1728 Words
Salah satu lorong utama di gedung BKN tampak ramai dengan para pejuang pembuat anti-Virus-69. Mereka semua berjalan dengan sangat cepat sembari membawa berkas-berkas serta benda yang mereka butuhkan. Kertas kosong dan pulpen tidak boleh sedikit pun lepas dari genggaman tangan mereka. Dari sekian banyaknya orang, salah satunya tampak berlari dengan terburu-buru. Hanya dia satu-satunya yang terlihat sangat panik dan tegang. "Dokter Nick," panggil seorang dokter perempuan berwajah cantik. "Maaf, aku sedang buru-buru," ucap Dokter Nick dan terus berlari. Pria yang kini sedang membawa map cokelat di tangannya itu benar-benar tidak memiliki waktu sama sekali untuk meladeni rekan-rekan sesama dokternya. Ia harus segera memberitahukan sebuah berita penting pada atasannya. Sepanjang jalan, banyak orang-orang yang terus memanggil nama Dokter Nick. Awalnya ia merespons dan mengatakan ia sedang buru-buru. Tapi setelahnya, ia hanya diam dan terus berlari. Setelah cukup lama berlari, kini Dokter Nick telah tiba di depan pintu ruangan atasannya. Karena situasi yang menurutnya sangat genting, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. "Pak!" panggil Dokter Nick. Dua orang yang berada di dalam ruangan tersebut langsung menatap ke arah Dokter Nick. Orang pertama adalah atasan Dokter Nick sedangkan satunya lagi ada seorang anggota perwira TNI yang terlihat masih muda. "Aw, Jenderal Dipa. Kamu ada di sini?" sapa Dokter Nick pada perwira TNI tersebut. "Iya, aku ada urusan dengan Pak Limo," ucap Jenderal Dipa. "Ada apa Dokter Nick? Tampaknya, ada sesuatu yang sangat genting," tanya Pak Limo, atasan Dokter Nick. Dokter Nick yang sempat teralih perhatiannya karena kedatangan Jenderal Dipa, kini kembali fokus ke tujuan awalnya. Ia langsung menghampiri meja Pak Limo dan lalu memberikan map coklat yang berisi hasil tes DNA yang telah ia lakukan pada salah satu mayat yang terinfeksi Virus-69. Pak Limo membuka map tersebut dan lalu membacanya dengan teliti. Matanya seketika melebar ketika ia sampai pada bagian keterangan yang penting. "Ada apa Pak Limo?" tanya Jenderal Dipa. "Ini gawat," kata Pak Limo. "Umumkan hal ini pada para profesor, dokter dan ilmuwan yang lain, sementara aku akan menghubungi awak media untuk mengabarkan tentang hal ini. Kita harus melakukan karantina pada seluruh terinfeksi dan menjauhkan yang sehat dari mereka," lanjutnya. Dokter Nick mengerti dan lantas beranjak pergi untuk memberitahu rekan-rekannya yang lain. Jenderal Dipa yang bingung dengan apa yang terjadi, langsung menahan tangan Dokter Nick. "Ada apa? Apa yang terjadi," tanya Jenderal Dipa. "Ikut denganku. Akan aku jelaskan sembari berjalan," jawab Dokter Nick. Melihat Pak Limo sedang sibuk di mejanya sehingga tidak mungkin melanjutkan obrolan dengannya, Jenderal Dipa pun memilih untuk ikut dengan Dokter Nick. "Oke, aku ikut denganmu." Keduanya pun pergi meninggalkan ruangan kerja Pak Limo menuju ke tempat pusat informasi. Dokter Nick harus segera mengabarkan hal yang penting ini pada semua rekan-rekannya. *** Di rumah Keluarga Rahadian, Adipati yang terbangun tengah malam, kini merasa sangat lapar. Perutnya berbunyi cukup keras menandakan ia membutuhkan asupan makanan. Vitamin baru yang diberikan oleh Dokter Nick benar-benar manjur dan membuatnya ingin makan lagi. Dengan kepala yang terasa sedikit berat, Adipati bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju pintu. Ia berjalan perlahan karena sulit menyeimbangkan tubuhnya yang terasa sedikit sempoyongan. Ketika menuruni tangga, langkahnya dibuat sangat hati-hati sembari tangannya berpegangan pada pegangan tangga. Ia tampak senang karena sekarang ia sudah bisa menuruni tangga sendiri tanpa bantuan kakaknya. Setelah menuruni tangga, Adipati tinggal berjalan menuju dapur yang letaknya tidak terlalu jauh dari tangga. Ia kembali berjalan dengan hati-hati karena lampu di ruangan tengah mati. Lampu di rumahnya selalu dimatikan seperti itu ketika semua orang akan pergi tidur. Adipati yang terus berjalan di dalam gelap, tiba-tiba saja merasakan sakit di kepalanya. Sempat-sempatnya sakit yang dideritanya itu kambuh di saat seperti ini. "Argh!" erang Adipati. Di tengah-tengah sakit yang ia rasakan, Adipati kembali mendengar suara-suara di kepalanya. Namun, kali ini suaranya jauh lebih jelas. "Lapar ... lapar ... lapar ... lapar." Begitulah yang ia dengar. Suara yang berucap kata 'lapar' itu tidak hanya satu, melainkan ada beberapa. Adipati yang sudah tidak tahan dengan rasa sakit di kepalanya, hampir saja jatuh ke lantai, jika saja ia tidak cepat-cepat berpegangan pada meja kecil yang ada di depannya. Namun, pot kaca yang ada di atas meja itu seketika jatuh saat Adipati berpegangan di sana. Suara benda pecah belah pun terdengar cukup keras dan menggema di dalam rumah yang sepi. Ketika Adipati masih berjuang untuk berdiri. Tiba-tiba saja .... "Aaaa!!" teriak Adipati. Ia ditarik ke belakang dengan kasar dan kini, ia telah berada di dalam ruangan penyimpan alat-alat pembersih rumah. Pintu dengan cepat ditutup dan lalu dikunci. Adipati yang masih merasa sakit sekaligus kaget, dengan cepat menengok ke arah belakang. Kini, tampak wajah Kartini yang terlihat sangat panik dan ketakutan. "K--" Kartini langsung menutup mulut Adipati dan lalu memberikan gestur yang menyuruhnya untuk diam. Adipati pun mengangguk tanda ia mengerti. Keduanya pun bersembunyi dengan tenang di sana. Adipati yang tidak tahu apa-apa hanya bisa diam sembari menahan rasa sakit di kepalanya. Dan tiba-tiba, suara yang mengatakan kata 'lapar' di dalam pikirannya kembali terdengar. Suaranya semakin jelas dan semakin keras. Seakan-akan suara itu mendekat ke arahnya. Bersamaan dengan kerasnya suara tersebut di dalam pikiran Adipati, wajah Kartini tampak semakin pucat. Adipati yang sempat melihat ekspresi wajah kakaknya di tengah penderitaan yang sedang ia rasakan, langsung mengerti dengan apa yang terjadi. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di luar sana. Benar saja, karena suasana yang begitu hening, suara sesosok makhluk yang sedang menggeram pun terdengar. Hanya Kartini yang mendengar geramannya karena Adipati saat ini mendengarkan suara yang lain. Suara geraman itu kini diam tepat di depan pintu tempat keduanya bersembunyi. Kartini semakin ketakutan dengan detak jantungnya yang berdetak semakin cepat. "Aku mohon pergilah. Aku mohon pergilah. Aku mohon pergilah." Itulah yang terus Kartini ucapkan di dalam hatinya. Dan anehnya Adipati dapat mendengarnya. Setelah beberapa menit terdiam tanpa membuat suara apa pun, akhirnya suara geraman pun terdengar menjauh. Wajah Kartini terlihat sedikit lega walaupun saat ini, ia masih merasa sangat ketakutan. Suara yang menyebutkan kata 'lapar' di dalam pikiran Adipati pun ikut mengecil seiring tidak terdengarnya suara geraman tersebut. Sakit di kepalanya pun seketika menghilang dan ia kini bisa fokus menatap ke arah depan. "Apa yang terjadi?" tanya Adipati yang lebih terdengar seperti bisik-bisik. Kartini menggeleng. "Yang lebih penting sekarang adalah kita harus kembali ke kamar dan bersembunyi di sana," kata Kartini. Adipati benar-benar sangat kebingungan. Ia sungguh ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kini, kakak beradik itu harus bisa menuju kamar salah satu dari mereka untuk lanjut bersembunyi. Karena tempat mereka berada saat ini sangat tidak nyaman menurut pandangan Kartini. Dengan perlahan, Kartini mulai membuka pintu. Ia beberapa kali menelan ludahnya gugup sembari berusaha melihat ada apa di luar sana. Pintu kini sudah terbuka cukup lebar dan Kartini mulai mengeluarkan kepalanya. Ia melihat ke sekeliling dan tidak menemukan apa pun di sana. "Aman. Ayo, kita pergi ke kamarmu," ucap Kartini yang terdengar bisik-bisik. Adipati hanya mengangguk dan lalu mulai berjalan perlahan dengan dibantu oleh Kartini. "Hati-hati," kata Kartini yang kini memegangi Adipati. Mereka berjalan dengan sangat hati-hati dan tanpa mengeluarkan suara apa pun. Sembari membantu adiknya melangkah, Kartini sesekali mengawasi sekitarnya. Jantungnya kini sangat berdebar dan pikiran negatifnya telah berkeliaran bebas di otaknya. Setelah berjalan cukup lama, keduanya akhirnya sampai di depan kamar Adipati. "Pintu kamarmu memang tertutup waktu kamu meninggalkannya kan?" tanya Kartini pada Adipati. Adipati hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian, keduanya mulai berjalan memasuki kamar yang terlihat sangat aman dan tidak ada hal yang mencurigakan di sana. Kartini langsung mendudukkan Adipati di kasur dan setelah itu, ia kembali lagi ke arah pintu untuk menguncinya. Ia juga mengganjal pintu menggunakan kursi agar sulit untuk dibuka. Dan sekarang yang harus ia lakukan adalah menelepon seseorang untuk meminta bantuan. Adipati yang sedari tadi bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, akhirnya melontarkan pertanyaan pada Kartini. "Kak, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adipati. "Apa di bawah ada pencuri yang membobol rumah kita?" lanjutnya. Kartini yang saat ini sedang mencari kontak seseorang di ponselnya, lantas memberhentikan kegiatannya sejenak. Ia kini menatap Adipati dengan tatapan yang terlihat sedih. "Ada baiknya kalau kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sekarang," kata Kartini. "Kenapa?" tanya Adipati yang sungguh sangat penasaran. "Kakak takut hal ini akan mempengaruhi pikiranmu dan itu akan berbahaya untukmu," jawab Kartini. "Lebih baik, kamu tidur sekarang. Kakak akan menjagamu selama kamu tidur." Kartini lalu merebahkan tubuh Adipati yang masih belum terlalu bertenaga untuk berbaring di atas kasur. Adipati yang masih penasaran dengan apa yang terjadi, dengan terpaksa menuruti apa yang kakaknya katakan, karena ia yakin, apa yang Kartini lakukan semua demi kebaikannya. Adipati mulai memejamkan kedua matanya dan hanya berselang beberapa menit saja, remaja itu sudah tertidur dengan pulas. Sementara itu, Kartini kini sedang berusaha meminta bantuan pada beberapa nomor yang ada di kontaknya. Namun, hampir semuanya tidak menjawab panggilannya. "Apa mereka juga mengalami hal yang sama denganku ya?" batin Kartini. Karena orang-orang terdekatnya tidak dapat dihubungi, Kartini lantas memutuskan untuk langsung meminta bantuan pemerintah. Ia segera mencari nomor yang bisa ia hubungi di internet dan setelah ia mendapatkannya, ia langsung melakukan panggilan. Hanya terdengar suara nada sambung dan tidak ada yang mengangkat panggilannya. Ia lantas menghentikan panggilannya dan lalu mencoba lagi hingga beberapa kali. Namun hasilnya tetap sama. Tidak ada yang mengangkat panggilannya. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Kartini merasa sangat kebingungan sekarang. Di tengah-tengah kepanikan, kekhawatiran dan kebingungan yang sedang ia rasakan. Tiba-tiba saja, Adipati yang tadi sudah tertidur, kini membuka kedua matanya. "Loh, kamu bangun lagi, Di?" tanya Kartini. Adipati hanya diam sembari terus membuka kedua matanya. Remaja itu tidak berbicara apa-apa dan itu membuat Kartini merasa keheranan. "Ada apa, Di? Apa yang terjadi?" tanya Kartini lagi. Adipati tetap terdiam. Namun, ia kini mengangkat tangan sebelah kirinya dan lalu mengarahkan jari telunjuknya ke arah jendela. Kartini pun mengikuti ke arah yang Adipati tunjuk. Dan betapa terkejutnya ia dengan pemandangan yang ada di jendela saat ini. Kedua matanya seketika terbuka lebar. Tubuhnya pun terasa kaku dan sulit digerakkan. Rasa takut kini menjalar di seluruh tubuhnya dan bahkan membuatnya sedikit gemetar. Ia benar-benar ketakutan sekarang. "B-bunda ...." Sosok Bunda dengan mulut robek yang menampilkan deretan gigi-giginya yang tajam, kini sedang menempel di dinding luar rumah sembari menatap masuk melalui jendela kamar Adipati. Ia menatap Kartini dan Adipati sembari menyeringai dengan sangat mengerikan. "K-kak ...," ucap Adipati. Kartini langsung memegangi tangan Adipati dengan sangat erat. Baik ia maupun Adipati, saat ini sama-sama sedang merasa sangat ketakutan. Bunda yang sebelumnya menyeringai, kini mulai membuka mulut sobek menjijikkannya. Dan lalu, ia berteriak dengan suara yang terdengar sangat nyaring dan juga mengerikan. "AAAAAAAAAAAKK!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD