19. ZYN GILA DAN WANITA PEMBERANI

2339 Words
Pagi itu, di hari yang sama dengan sadarnya Rakha dari tidurnya, suhu badan Adipati naik dengan signifikan. Ia yang seharusnya gantian berjaga dengan Kartini, tidak bangun dan terus tertidur sejak malam. Kartini yang paham dengan kondisi adiknya itu, lantas dengan sekuat tenaga menahan rasa kantuknya. Ia berjaga sekaligus mengurus Adipati yang selama beberapa kali mengerang dalam tidurnya. "Bertahanlah, Di. Kakak ada di sini," ucap Kartini. Adipati dan Kartini yang seharusnya pergi mencari keberadaan Nando yang sempat Adipati lihat di dalam mimpinya, kini mengurungkan niatan mereka. Adipati tidak mungkin bisa bepergian di tengah keadaannya yang seperti sekarang ini. Ia harus istirahat total agar kondisinya bisa cepat membaik. Setelah beberapa jam merawat dan menjaga Adipati, Kartini merasa semakin khawatir karena keadaan Adipati tidak kunjung membaik. Panas tubuhnya terus meninggi hingga pipi remaja itu terlihat memerah. "Bagaimana ini? Ia butuh obat penurun panas sekarang," ucap Kartini. Ekspresi wajahnya terlihat sangat khawatir. Sebelumnya, gadis itu telah berkeliling rumah untuk mencari kotak obat yang mungkin saja tersimpan di salah satu ruangan yang ada di sana. Namun, setelah bermenit-menit berkeliling, memeriksa di bawah puing-puing dan juga mencari di deretan barang-barang yang rusak, ia tidak menemukan kotak obat yang ia butuhkan. Karena kondisi Adipati yang terus memburuk dengan panas di tubuhnya yang terus meninggi, Kartini pun berencana untuk keluar mencari obat di rumah-rumah yang ada di sekitaran tempat itu. Ia yakin, pasti salah satu dari rumah-rumah itu memiliki kotak obat yang saat ini sangat ia butuhkan. Namun, ia tidak bisa begitu saja meninggalkan Adipati sendirian, adiknya itu bisa saja dalam bahaya saat ia pergi nanti. Dengan ide cerdasnya, Kartini menyembunyikan Adipati di sebuah gerobok yang masih dalam keadaan bagus. Ia kemudian menyelimuti Adipati dengan kain tipis yang ia temukan di lemari salah satu kamar dan lalu ia menghalangi akses jalan masuk ke dalam gerobok dengan beberapa kursi yang ada di tempat itu. "Nah, sudah. Semoga dengan begini, kamu akan tetap aman ya, adikku," ucap Kartini. Setelahnya Kartini mengambil pemukul baseball yang sejak dari rumah pengungsian kedua ia selalu bawa-bawa untuk senjatanya. Walaupun hanya sebuah pemukul baseball yang terbuat dari besi, tapi Kartini cukup yakin kalau senjatanya itu bisa melindunginya dan juga Adipati dari serangan Zyn. Setelah semua persiapannya selesai, dengan jantung yang berdebar dan perasaannya yang masih sedikit berat karena harus meninggalkan Adipati, Kartini mulai melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah yang melindunginya. Ia harus keluar dan segera menemukan kotak obat demi bisa menyelamatkan nyawa Adipati. "Tunggu Kakak, Adipati." Setelah kepergian Kartini, di dalam tidurnya, Adipati mendapatkan sebuah mimpi yang lagi-lagi terlihat sangat nyata. Ia berada di sebuah bangunan sekolah yang mana ia ingat betul sekolah itu berada di mana. "Ini ... SMPN 08 Tangerang Selatan," ucap Adipati pelan. Ia ingat, dulu ia pernah mendatangi sekolah itu untuk melakukan kegiatan bakti sosial sebagai seorang pengajar yang mengajari para siswa dan siswi yang ada di sana tentang pentingnya menjaga lingkungan. Ia tidak akan melupakan momen berharga dalam hidupnya itu. Bangunan sekolah yang cukup besar itu, kini digunakan sebagai tempat mengungsi bagi orang-orang yang selamat. Bahkan, anjing-anjing yang tidak terinfeksi dari salah satu tempat penampungan anjing pun diletakkan di sana. Tempat itu benar-benar ramai. Penjagaan ketat diberlakukan di sekeliling bangunan sekolah. Banyak anggota dari pihak kepolisian, TNI dan orang-orang yang mengerti tentang persenjataan, berjaga melindungi tempat itu. Stok makanan dan persenjataan yang mereka miliki pun cukup melimpah, sehingga mereka tidak perlu khawatir jika mereka harus menetap di sana dalam kurun waktu yang lama. Adipati kini berjalan mendekati gerbang dan mulai memasuki area sekolah. Berbeda dari mimpi yang sebelumnya, kali ini orang-orang yang ada di sana tidak dapat melihat keberadaannya. Bahkan, tubuhnya bisa ditembus oleh orang-orang yang berjalan melewatinya. Sesampainya Adipati di dalam, ia bisa melihat banyaknya anak-anak yang sedang berlarian dengan riang dan penuh gembira, seakan-akan mereka tidak takut dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Orang-orang dewasa yang ada di sana pun terlihat sangat tenang dan santai. Tidak ada sedikit pun ketakutan atau kekhawatiran yang terlihat di wajah mereka. Melihat kondisi di tempat itu sangat tenang dan damai, Adipati lantas mengambil kesimpulan kalau perlindungan dan penjagaan yang ada di tempat itu benar-benar sangat baik. "Jika dekat, mungkin aku dan Kak Kartini akan mengungsi ke sana," batin Adipati. Ia sangat menyayangkan lokasi tempat ia berada saat ini terbilang sangat jauh dari SMPN 08 yang damai itu. Ia sangat ingin mendapatkan tempat berlindung yang tenang dan damai agar ia tidak perlu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain hanya untuk mencari perlindungan. Beberapa menit Adipati berada di sana dengan keadaan yang masih terpantau baik. Tapi tiba-tiba saja, remaja itu merasakan sesuatu. Insting anehnya kini merasakan ada sebuah bahaya yang mengancam, sedang berjalan mendekati tempat itu. Dan tak lama kemudian, suara ramai tembakan pun terdengar dari arah luar wilayah sekolah. Suasana yang sebelumnya tenang dan damai, seketika berubah menjadi tegang. Namun, tidak ada satu pun dari para pengungsi yang kelihatan sangat ketakutan. Mereka takut, tapi hanya takut seperti orang yang terkejut. Selang beberapa menit, suara tembakan pun terhenti, dan anehnya, para pengungsi langsung tersenyum senang setelahnya. "Syukurlah, orang-orang yang berjaga itu berhasil mengalahkan para iblis jahat itu," kata seorang bapak-bapak yang berdiri di sebelah Adipati. Jadi, itulah mengapa mereka semua tampak tenang dan tersenyum setelah bunyi tembakan tidak terdengar lagi. Mereka berpikir kalau orang-orang yang berjaga di luar sana berhasil mengalahkan para Zyn yang mau menyerang ke tempat pengungsian. Tapi untuk kali ini, dugaan mereka salah. Tiba-tiba saja potongan tubuh seorang pria berpakaian loreng terlempar dari tempat di mana baku tembak sebelumnya terjadi. Potongan tubuh itu mendarat tepat di depan bapak-bapak yang sebelumnya berbicara di sebelah Adipati. Tubuhnya benar-benar dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Adipati bahkan sampai membelalakkan kedua matanya saking kagetnya. Dan tak lama kemudian, muncullah sesosok Zyn setinggi dua meter dengan tubuh sepenuhnya berwarna merah marun. Memiliki sepasang tanduk seperti seekor kerbau, ekor yang panjang seperti cambuk dan sepasang tangan dengan cakar yang sangat tajam. Kedua matanya yang sepenuhnya menggelap, kini menatap lapar ke arah seluruh penghuni tempat pengungsian. "Ma ... kan," ucap Zyn itu. Kemudian, makhluk dengan rupa yang mengerikan itu berlari dengan sangat cepat ke arah kerumunan pengungsi. Dengan cakarnya yang besar dan tajam, ia memotong tubuh orang-orang yang tidak berdosa hingga jadi beberapa bagian. Potongan-potongan tubuh yang makhluk itu potong pun lantas tergeletak begitu saja di atas tanah dengan darah yang membanjiri sekitarnya. Ia kemudian beralih untuk menghabisi para pengungsi lainnya. Teriakan kepanikan pun mulai terdengar di tempat itu. Orang-orang yang sebelumnya merasa tenang dan lega, kini mulai berlari ketakutan. Mereka berusaha kabur dan menyelamatkan diri mereka dari serangan Zyn yang kini sedang menyerang para pengungsi secara membabi buta. Para penjaga yang berada di sisi lain tempat masuknya Zyn, mulai berdatangan dan dengan cepat, mereka langsung mengarahkan senapan yang mereka bawa ke arah monster yang kini sedang menggila. Sayangnya, Zyn yang menjadi target penembakan, dengan cepat berlari ke arah para anggota polisi dan TNI yang sedang bersiap untuk menembak. Dan hanya dengan beberapa kali cakaran saja, pria-pria tangguh itu tewas dengan keadaan tubuh yang berantakan. Mereka tidak dapat menghentikan Zyn yang begitu kuat itu. Hanya selang beberapa menit, tempat pengungsian yang tenang dan damai itu berubah menjadi tempat potongan-potongan daging berserakan dengan genangan darah di mana-mana. Zyn yang terlihat gila itu berhasil menghabisi nyawa semua pengungsi beserta para penjaganya sendirian. Adipati yang melihat pembantaian terjadi di depannya, hanya bisa terdiam dengan mulut yang menganga. Ia sungguh sangat shock dengan apa yang baru saja dilihatnya tadi. Kini, Zyn yang telah puas menghabisi nyawa orang-orang itu, dengan santai menyantap potongan-potongan tubuh yang berserakan di sana. Ia makan dengan sangat rakus, seakan-akan ia tidak pernah makan selama berabad-abad lamanya. "Makan ... makan," ucap Zyn itu di tengah kegiatan makan besarnya. Adipati yang masih shock, menatap ke arah Zyn yang kini sedang fokus dengan makanannya. Ia takut dengan monster itu. Tapi anehnya, ia merasa tidak asing dengan monster yang telah menghilangkan puluhan nyawa di tempat itu. Ia seperti mengenalinya. Beralih ke tempat di mana Kartini berada. Gadis itu kini tengah mengendap-endap ke sebuah rumah terbengkalai yang berjarak dua rumah ke arah barat dari rumah tempat ia dan Adipati berlindung. Ia sudah memeriksa dua rumah sebelumnya, namun ia tidak menemukan obat-obatan di sana. Dengan jantung yang berdegup kencang, Kartini mulai melongok ke dalam rumah melalui jendela yang ada di samping rumah tersebut. Ia harus memastikan rumah itu aman sebelum ia memasukinya. "Bagus, rumah ini juga bersih," ucap Kartini. Gadis itu lantas berjalan ke arah pintu dan lalu memasuki rumah itu. Walaupun sepengamatannya rumah itu bersih alias aman, ia tetap merasa deg-degan dan sedikit khawatir. Sambil menggenggam pemukul baseball di tangannya dengan sangat erat, Kartini mulai memasuki area ruang tamu. Di sana ia mencium bau yang sangat busuk, yang ternyata berasal dari sisa potongan tubuh manusia yang sudah terkoyak dengan tampilan yang mengenaskan. Kartini ingin muntah, tapi ia tahan. Ia kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke ruang yang menurutnya sebagai tempat penyimpanan obat. Namun, ketika ia baru saja mau memasuki ruangan tersebut, ia tiba-tiba saja mendengar sebuah suara. Jantungnya seketika berpacu dengan sangat cepat. Kartini memasang kuda-kuda bela dirinya sembari mengarahkan pemukul baseball-nya ke arah depan. Matanya terus mengamati area sekitar ruangan demi mendapati sesuatu yang telah menimbulkan suara berisik tadi. Ketika ia masih fokus memandangi sekitarnya, tiba-tiba saja suara berisik itu datang lagi. Dan saat ia menoleh ke arah kanan, betapa leganya ia ketika mendapati seekor tikus tengah mencari makanan di rumah itu. Suara tersebut ternyata berasal dari makhluk berkaki empat itu. "Syukurlah, ternyata hanya seekor tikus," ucap Kartini. Ia pun menurunkan pemukul baseball-nya dan juga membatalkan kuda-kudanya. Ia kemudian lanjut memasuki ruangan yang sebelumnya sempat ia tunda untuk dimasuki karena mendengar suara berisik. Sesampainya ia di dalam, kedua matanya langsung berbinar ketika mendapati sebuah kotak P3K yang tergeletak di lantai, di antara puing-puing lemari kayu yang telah hancur. Dengan senyumnya yang semringah, Kartini langsung menghampiri kotak P3K itu dan lalu mengambilnya. "Syukurlah," batin Kartini. Namun tiba-tiba saja, sebuah suara keras seperti benda besar yang jatuh dari atap mengagetkan Kartini yang saat ini tengah merasa senang. Kartini yang sadar kalau suara keras itu bukanlah berasal dari tikus yang dilihatnya tadi, lantas dengan cepat bersembunyi di ruangan kecil yang ada di sebelah ruangan tempatnya berada saat ini. Di ruangan tengah tempat Kartini menemukan potongan tubuh yang telah membusuk, sosok Zyn pemilik sepasang sayap dengan tubuh yang agak transparan, tengah berdiri di sana. Ia turun dari langit dan menjebol atap rumah tersebut. Kedua matanya yang besar dan terkesan melotot, kini memandangi sekitarnya. Ia mencari sesuatu yang mungkin saja bisa ia makan. Karena tidak menemukan apa pun di ruangan tengah, makhluk itu mulai berjalan menjelajahi setiap ruangan yang ada di rumah itu. Kartini yang tengah bersembunyi, memegang erat pemukul baseball yang ia bawa dengan kedua tangannya. Kotak P3K yang ia ambil, saat ini ia letakkan di kakinya. Di depan tempat Kartini bersembunyi, ada sebuah cermin besar yang telah rusak dan hanya meninggalkan beberapa bagiannya saja yang masih bisa memantulkan bayangan siapa pun yang ada di depannya. Cermin besar menghadap langsung ke arah pintu masuk tempatnya bersembunyi saat ini. Tak lama kemudian, suara langkah kaki yang sedang menginjak puing-puing kayu pun terdengar. Zyn dengan tubuh agak transparan itu kini telah memasuki ruangan tempat Kartini menemukan obat P3K. Jantung Kartini pun semakin berdebar sekarang. Dengan langkahnya yang cukup lebar dan dengan kedua mata bulatnya yang masih mencari, Zyn itu mulai mendekat ke arah ruangan tempat Kartini bersembunyi. Kartini pun semakin mengeratkan pegangannya pada pemukul baseball yang ada di tangannya, sedangkan kedua matanya tidak luput memperhatikan pecahan cermin yang ada di depannya. Ketika Zyn mulai memasuki ruangan tempat Kartini bersembunyi dan bayangannya terlihat jelas di pecahan cermin, Kartini yang berdiri di samping pintu masuk, dengan sekuat tenaga memukul kepala Zyn itu hingga makhluk setinggi satu setengah meter itu tergeletak dengan kondisi kepala yang terluka parah. Tak hanya itu, ia kemudian kembali memukulkan pemukul baseball-nya sebanyak beberapa kali hingga kepala Zyn itu rusak tak berbentuk. Karena kulit yang membungkus tubuh Zyn itu tipis, serangan-serangan yang Kartini lancarkan bisa dengan mudah merusak tubuh Zyn itu. Cipratan darah pun kini mengotori tubuh dan juga pakaian Kartini. Dengan napas yang terengah-engah, Kartini memandangi Zyn yang kini sudah tidak memiliki kepala. Makhluk itu tergeletak tidak sadarkan diri, namun secara perlahan, kepalanya yang hancur seperti bubur mulai beregenerasi dan Kartini yang melihatnya pun, lantas memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Ia pun tak lupa membawa kotak P3K yang ia temukan. Dan hanya butuh waktu beberapa menit saja, kepala Zyn itu telah kembali utuh. Makhluk itu bangkit dan lalu mencari keberadaan orang yang telah memukulnya. Untung saja Kartini sudah keluar dari rumah itu dan kini tengah menghampiri rumah tempat ia dan adiknya berlindung. Tapi masalahnya, rumah itu hanya berjarak dua rumah dari rumah tempat Zyn bertubuh transparan itu berada. Kartini dengan tubuh dan pakaian yang bersimbah darah, langsung menghampiri tempat di mana Adipati disembunyikan. Ia mengeluarkan adiknya dari dalam gerobok dan secara kebetulan, Adipati sedikit tersadar. "Di," panggil Kartini. Dipegangnya kening dan pipi Adipati yang ternyata masih sepanas sebelumnya. Tanpa menunggu lama Kartini pun langsung membuka kotak P3K yang ia bawa dan untungnya kotak itu berisi obat-obatan umum yang terbilang lengkap. Ia mengambil obat penurun panas dan kemudian ia memosisikan Adipati dalam posisi duduk. Walaupun sulit, tapi ia berusaha membuat adiknya itu untuk duduk. "Makanlah obat ini. Tapi maaf, Kakak tidak punya air untuk mempermudah kamu menelannya," kata Kartini. Adipati mengangguk dan kemudian memakan tablet obat penurun panas yang diberikan Kartini. Wajahnya yang menahan sakit, sekarang menampilkan ekspresi kesusahan. Mungkin karena obat itu cukup sulit untuk masuk ke dalam tenggorokannya tanpa bantuan air minum. Setelah Adipati berhasil menelan obatnya, Kartini lantas meminta pemuda itu untuk kembali beristirahat. "Tidurlah lagi, Kakak akan menjagamu," kata Kartini sembari merapikan alas tidur seadanya yang digunakan oleh Adipati. Adipati pun kembali merebahkan tubuhnya. Ia memejamkan kedua matanya sementara Kartini duduk dan mulai berjaga. Ia begitu lelah dan mengantuk, namun ia tidak boleh tidur karena akan sangat berbahaya baginya dan juga Adipati. Sementara itu, Zyn yang sebelumnya berhasil Kartini robohkan, namun berhasil bangkit kembali, kini mulai berjalan keluar dari rumah tempat Kartini memukulnya. Ia sepertinya akan menjelajahi sekitaran tempat itu dan tidak menutup kemungkinan kalau rumah tempat Kartini dan Adipati berada akan didatangi olehnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD