Bab 11. Wajah Asli Sarah Akhirnya Terlihat

1567 Words
Ketika aku membuka mata, Wendy masih terlelap dan justru dia yang memelukku erat. Di tangannya masih ada ponsel yang menyala dengan memperlihatkan roomchat dari nomor yang tidak di kenal. Aku engambil ponselnya pelan-pelan kemudian mengecup keningnya penuh kasih sayang. Gadis nakalu ini terlihat menggeliat dan semakin menempel padaku. Tentu saja aku senang sekali di tempeli gadis ini. Selamanya juga aku rela. Dahiku mengerut melihat nomor siapa yang menghubungi Wendy. Dan melihat dari history chat yang banyak ke atas, orang ini ternyata sudah mengganggu Wendy sejak laa. Kemungkinan sejak Wendy pulang ke Indonesia. Dan Wendy tidak pernah sekalipun mengadukan kelakuan buruknya ini padaku. Jujur saja aku merasa kecolongan. Rupanya aku di bodohi. “Kenapa sih, segalanya kamu tahan sendiri. Dia udah semenyebalkan ini saja kamu nggak ngomong sama aku. Apa lagi yang aku nggak tahu Wendy?” bisikku pelan sambil memperhatikan wajah Wendy yang lelap dan terlihat polos. Aku mengecup bibirnya pelan kemudian memeluknya erat sambil menciumi pucuk kepalanya. Aku sayang sekali pada gadis ini, sampai rasanya mau gila jika dia sampai pergi lagi dariku. Kali ini aku akan memastikan dia menjadi milikku. Aku berpikir sambil memeluknya erat. Meresapi bau harum tubuhnya yang selalu jadi canduku. “Aku tidak akan membiarkan Sarah kembali mengganggu kamu sayang.” Bisikku lirih. Setelah itu aku mengirim selfi fotoku ke ponsel Wendy dan mempostingnya menggunakan akun Wendy. Sekarang belum terlalu malam, artinya banyak orang yang masih belum tidur dan memperhatikan sosial media. Sambil menunggu respon orang-orang terutama Sarah, aku membaca satu persatu Chat Sarah pada Wendy. Sekarang aku mengerti kenapa respon Wendy saat melihat Sarah di kantorku bisa sejutek itu. Rupanya Sarah sering mengirimi Wendy kalimat sindiran yang kelihatannya baik tapi sebenarnya maksudnya buruk. Aku tersenyum bangga melihat balasan-balasan Wendy di chat terakhir mereka. Wendyku rupanya sudah tidak se pendiam dulu. Dia sudah berani melawan hingga Sarah mengeluarkan wajah aslinya. Jika aku tidak melihat Chat ini, aku tiak akan tahu bahwa Sarah ternyata tidak se baik yang aku kira. Teman-temanku memang tidak suka padanya, tapi alasan merelka lebih ke karena Sarah tukang mengatur. Segalanya harus sesuai keinginannya dan kadang membuat teman-temanku kesal. Rupanya dia lebih menyebalkan dari yang aku kira. Setelah aku membalas postingan Wendy menggunakan akunku, Sarah langsung membalas sesuai dugaanku. Aku akan menggunakan momen ini untuk mengumumkan jika aku dan Sarah tidak pernah berpacaran. Sesuai dugaanku, setelah aku mengatakan aku bukan pacar Sarah di kolom komentar, salah satu akun penggemar Sarah yang menjodohkannya denganku ikut berkomentar. Aku langsung meminta Bio untuk melcak akun itu. “Itu postingan pasti lo yang posting kan? Mbak Wendy nggak mungkin mau posting foto lo mas.” Ucap Bio di dalam grup chat kami. Aku kemudia mengirim selfi aku sedang tidur di peluk Wendy ke dalam grup yang langsung ramai di tanggapi oleh teman-temanku. “Mana mungkin Wendy narsis gitu.” Ucap Oliver yang di setujui Dario dan Oliver. Aku terkekeh. “Udah ketebak, gue ikut drama dia aja.” Ujar Gavin dan Riko sambil memberikan emot malas. “Gue sih yakin, yang peganng akun alay itu Sarah-sarah juga atau managernya.” Riko menanggapi. “Jangan susudzon mas.” Ucap Riska. Dua teman Wendy memang aku masukkan ke dalam grup ini juga. Agar aku lebih mudah mengontrol Wendy melalui mereka. Lagipula Mela dan Riska juga orangnya bisa di percaya dan tulus pada Wendy. “Si Saroh emang layak di curigai.” Balas Mela yang sejak dulu juga tidak suka Sarah. Riska memberikan emot tertawa. “Ya elah Mel, lo menghancurkan usaha gue buat terlihat kaya malaikat. Gue kan lagi ngikutin gaya Sarah.” Riska membalas lagi. Membuat aku cekikikan sampai membuat Wendy bangun. “Udah mendingan.” Tanyanya dengan suara serak. Tangannya langsung menyentuh keningku yang sejujurnya masih terasa sedikit hangat. Tapi sudah mendingan jika di banding sebelumnya. “Masih pusing.” Jawabku sengaja ingin bermanja dengannya. Aku langsung membenamkan wajahku ke dalam pelukannya lagi. Rasanya nyaman sekali ketika tangannya menyentuh kepalaku dengan lembut dan mengusapnya. “Kata mas Riko kemarin nggak tidur yah? Jangan kaya gitu mas, kamu di butuhin banyak orang. Jangan sampai sakit.” Ucapnya lembut. Aku tersenyum dalam pelukannya. Aku suka sekali di perhatikan seperti ini olehnya. Tapi suara notif ponsel Wendy yang banyak sekali menghancurkan pelukan mesra kami. Dia langsung megambil ponselnya dan menatapku seperti ingin membunuh. Aku tertawa geli. “Jangan suka nakal!” kesalnya hendak memukulku tapi tidak jadi. Mungkin dia sedang membaca komentar yang menggunakan akun asliku di mana aku mengatakan aku dan Sarah tidak ada hubungan apapun. Kemudian notif Chat di ponsel Wendy juga banyak, aku langsung merebutnya dan memblokir nomor Sarah. “Nggak perlu kamu ladeni.” Ucapku. Wendy terlihat tidak percaya aku melakukan pengumuman secara terang-terangan di kolom komentar. Aku yakin besok pagi pemberitaan akan cukup merepotkan. Media sosial kemungkinan akan membahas kami semua dan sebaiknya Wendy jangan bermain sosial media dulu. “Kamu pegang hp aku sementara, hp kamu biar aku yang pegang.” Ucapku lagi. “Mas emang nggak papa kaya gini? Nanti kamu di hujat karena lebih milih aku yang nggak sehebat Sarah gimana?” ucapnya. Wendy terlihat sedikit takut. “Apanya yang nggak sehebat Sarah? Kamu lebih hebat segalanya dari dia.” “Oh iya aku baru ingat, aku kan punya pacar mas. Besok mau aku kenalin ke kamu.” Cicitnya tidak yakin. Aku mengulum senyum geli, ingin tertawa tapi tidak enak. “Itu urusan belakangan, sekarang kamu peluk aku dulu.” Ucapku kembali menariknya ke dalam pelukanku. “Hp aku nggak boleh di pegang kamu. Banyak rahasia di sana.” Ucapnya tegas. Aku terkikik. “Ada foto telanjang yah?” ledekku. Kepalaku di pukul pelan olehnya. “Dasar m3sum.” Cibirnya membuat aku tertawa. “Kemungkinan besok akan rame apalagi aku ada rencana buat klarifikasi langsung juga hari senin setelah aku bicara sama Ayah dan Sarah. Setelah itu akan di lanjutkan dengan pengumuman pernikahan kita. Akan banyak sekali pro kontra di media karena kamu tahu aku selalu jadi sorotan kan. Aku harap kamu jangan main sosial media dulu sementara supaya kamu nggak perlu bacain komentar buruk.” Ujarku menjelaskan sambil memainkan rambutnya yang sudah terlihat panjang. Saat pertama kali Wendy sampai di Indonesia, rambutnya di potong agak pendek dan sekarang sudah panjang lagi. Terhitung sudah lebih dari tiga bulan sejak hari itu. “Kamu beneran serius sama pernikahan ini?” tanyanya pelan sekali. Aku paham jika Wendy takut mengambil langkah ini mengingat banyak hal sudah terjadi. “Hmm, aku sudah bilang kan sama kamu kalau aku mau kita nikah sampai kita tua nanti.” “Tapi mas, kalau aku nggak di terima sama fans kamu gimana?” “Yang nikah sama kamu kan aku, bukan fans aku.” Balasku. Wendy terlihat diam sesaat tapi kemudian beringsut mengeratkan pelukannya padaku. Aku tersenyum lebar. Selalu suka jika dia menempeli aku. “Pokoknya kalau aku di bully sama fans kamu dan di jelek-jelekin kamu yang aku jambakin di rumah.” Ucapnya membuat aku tertawa ringan. “Ya nggak papa sih, asal jatah di ranjang di tambahin.” Balasku kembali membuatnya memukul kepalaku pelan. “Di bilangin jangan m3sum!” “Ya mana bisa kalau calon istri aku kamu.” Kikikku geli. *** Minggu pagi aku harus pulang karena Ayah dan Bunda sudah pulang dari semalam dan pasti sudah melihat di Media mulai rame membicarakan aku. Tapi Wendy melotot saat aku hendak pergi begitu saja tanpa sarapan. Karena itu aku memutuskan untuk Sarapan dulu. “Nanti sore ketemuan di Horison jam 3.” Ucap Wendy sebelum aku berpamitan. Lagi-lagi aku mengulum senyum geli dan membuat Wendy kesal. “Kaya cowok kamu mau datang aja.” Cibirku. “Datang lah, jangan kaget yah nanti.” Ujarnya sombong. Aku ingin sekali tertawa tapi aku tahan. Karena itu melanjutkan makan bubur, setelah itu di paksa minum obat sampai punggungku di taboki karena aku merasa sudah sehat. Wendy jadi galak sekali jika aku tidak menurut tapi aku suka. Membuat aku merasa seperti sangat di perhatikan. “Aku pulang yah.” “Naik taksi mas, naik taksi!” ucapnya sambil melotot. “Di jemput Chiko di depan Wendy sayang, kamu galak banget loh sekarang.” Kekehku geli. “Soalnya kamu ngeyel.” “Ngapain ikut keluar?” tanyaku setelah melihat gadis ini mengikutiku keluar dari unitnya dan bahkan memakai sendal juga. “Mau pastiin kamu beneran di jemput sama adik kamu yang kaya itu lah. Siapa tahu kan kamu bawa mobil kamu sendiri.” Balasnya sambil menarikku untuk jalan masuk ke dalam lift. Aku menatapnya curiga dan membuatnya tertawa lantang. “Bilang aja mau ketemu Chiko mau minta traktir kan?” tuduhku yang dia balas dengan kekehan. “Itu sih bonus.” Balasnya menyebalkan. Aku langsung mengapit lehernya gemas membuatnya berteriak sambil memukuli punggungku. Tapi kami langsung menghentikan aksi kami ketika pintu lift terbuka dan beberapa orang masuk. “Awas kalau kamu naksir dia, aku buang Chiko ke ujung dunia.” Bisiku mengancam. Wendy terkikik geli. “Mana mungkin, aku Cuma suka uangnya.” Kekehnya geli. “Uangku lebih banyak.” Bisikku pelan sekali. Kami berdiri di paling belakang menjauhi dua orang di depan kami dan berbicara dengan bisik-bisik. Masih tidak menyangka aku bisa sedekat ini lagi dengan Wendy. Aku bahkan sudah bisa peluk-peluk dia sesuka hatiku. Rasanya tidak sabar menunggu hari pernikahan kami. "Dasar sombong." kikiknya. "Bukan sombong, lagi kasih tahu kamu aja kalau aku lebih layak di jadikan calon suami soalnya selain kaya, tampan dan mapan. Aku juga baik dan sayang sama kamu." balasku membuatnya langsung menoleh ke araku kemudian tersenyum lembut. "Tukang gombal." kekehnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD