Karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi, maka mau tidak mau Sandra harus membiarkan Darren tinggal di rumahnya. Rachel bahkan sampai lupa pada kue pie dan es krim yang ia janjikan karena terlalu sibuk bermain dengan Darren, padahal sebelumnya Rachel tidak pernah melupakan hal seperti itu. Darren benar-benar telah berhasil mengambil hati Rachel yang masih lugu dalam waktu yang singkat. Ini tidak baik. Sungguh tidak baik.
Saat ini, Sandra sedang memasak makan malam untuk dirinya, Rachel, dan Darren. Malas sekali Sandra jika sudah menyebut nama Darren, pria b******k yang kini berakting manis saat bermain pesta minum teh bersama Rachel. Tidak heran bagaimana bisa Darren bisa merebut hati Rachel dalam waktu singkat, itu karena Darren sudah sering merebut hati wanita manapun dengan mulut manisnya.
“Rachel ...” seseorang yang tadi datang dengan penuh senyuman, kini senyumannya lenyap setelah melihat ada seseorang yang tidak diharapkan ada di rumah ini, yaitu Darren. Ini adalah Delvin, yang datang dengan harapan ingin menghabiskan waktu dengan Sandra dan Rachel, tapi ternyata ada tamu yang tidak diharapkan di sini.
“Kenapa kau masuk tanpa mengetuk pintu? Kau sangat tidak sopan.” Darren bicara pada Delvin.
“Tidak apa-apa. Delvin sudah sering datang ke sini dan dia adalah Paman Rachel, bukan orang asing.” Dan Sandra menyahut dari dapur, sembari sedikit menyindir Darren. Sindirian Sandra membuat Darren berdecak karena tidak terima dengan hal itu.
“Paman membawa apa?” Rachel kini mulai mendekati Delvin setelah melihat Delvin membawa sesuatu dan Rachel bisa mencium aroma yang lezat dari sana.
Delvin berjongkok, lalu memperlihatkan apa yang ia bawa. “Roti selai strawberry. Selain kue pie, Tuan Putri sangat menyukai strawberry, jadi, Paman belikan ini. Kau bisa memakannya setelah makan malam. Jika kau makan sekarang, nanti kau tidak akan mau makan dan Ibumu bisa marah pada paman. Nanti Paman tidak boleh membeli ini lagi untukmu.” Delvin paling tahu bagaimana cara untuk membuat Rachel tersenyum dengan lebar lewat makanan.
Rachel terlihat senang setelah tahu apa yang dibawa oleh paman kesayangannya. Karena senang dan mulai sibuk dengan Delvin, membuat Darren merasa diabaikan. Padahal tadi Rachel sangat dekat dengannya, Darren tidak mengerti kenapa sekarang Rachel bisa mengabaikannya.
“Paman ingin belajar gerakkan imut dengan lagu Ottoke Song. Apa kau mau mengajari Paman?” tanya Delvin. Walau ia tidak begitu suka melakukan gerakkan super imut karena merasa malu, tapi demi Rachel apapun akan Delvin lakukan.
“Ya. Aku akan mengajari Paman.” Tentu saja Rachel sangat bersemangat dengan hal itu.
“Kalau begitu, kita belajar di kamarmu karena Paman masih malu. Ayo!” Delvin meraih tangan Rachel dan menggandeng Rachel ke kamar, meninggalkan Darren begitu saja.
Sandra tersenyum bahagia melihat Rachel yang pergi dengan Delvin dan seperti tidak menganggap keberadaan Darren. Jika tahu akan seperti ini jadinya, maka Sandra akan memanggil Delvin sejak tadi. “Kau mungkin sudah bisa mengambil hati Rachel, tapi sepertinya tidak sebaik yang Delvin lakukan.” Sandra baru saja mengejek Darren. “Pergilah.” Dan sekarang mengusir Darren.
Darren melirik Sandra, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Sandra. Wanita cantik bernama Sandra itu sedang sibuk memasak, jadi, tidak sadar jika Darren sedang berjalan ke arahnya. “Biar aku membantumu.” Sandra baru sadar ketika suara ini terdengar.
Sandra seketika menoleh ke samping dan ternyata di sana ada Darren. Entah apa yang pria ini lakukan di sini, bahkan sampai berkata manis ingin membantunya. Lelah mulut Sandra mengusir Darren, tapi pria itu semakin menjalankan permainannya. Ya. Sandra yakin kalau Darren sedang merencanakan sesuatu yang jahat sekarang. Setelah pertemuan pertama yang buruk, lalu ditambah masalah semakin muncul di antara dirinya dan Darren, siapa yang akan percaya kalau Darren memiliki hati yang tulus?
“Sudah kubilang, jangan main-main denganku. Aku pelatih dalam permainan seperti ini, Darren Kang.” Sandra mengingatkan Darren.
“Jadi, apa itu berarti kau adalah pembunuh di balik kematian bos besar dunia hitam ini? Aku dengar mereka dibunuh oleh wanita cantik. Aku yakin itu pasti ...” belum selesai Darren bicara, tapi kalimatnya harus kembali tertelan karena Sandra menutup mulutnya dengan tangan.
“Jangan pernah mengatakan sesuatu yang tidak pantas didengar oleh Rachel. Kau tidak tahu apa-apa tentang hidupku, jadi, jaga bicaramu,” ucap Sandra dan terdengar seperti peringatan terakhir untuk Darren.
Darren meraih tangan Sandra, lalu menurunnya sembari menatap tato yang ada di pergelangan tangan Sandra. “Lalu, apa arti tato ini?” tanya Darren.
Sandra menepis tangan Darren dengan kasar. Benci sekali Sandra pada orang yang tidak kenal baik dengannya, tapi ingin tahu banyak hal tentang dirinya. “Kau tidak punya hak untuk bertanya tentang diriku. Kau benar-benar mirip seperti pria itu dan aku sangat membencinya!” Sandra memberikan penekanan.
Entah siapa lagi yang Sandra maksud sekarang sebagai ‘pria itu'. Terlalu banyak misteri dalam hidup Sandra yang tidak bisa Darren pecahkan karena sulit untuk menemukan informasinya. Darren kini semakin mendekati Sandra, hingga membuat Sandra tidak bisa menghindar karena meja ada di belakangnya. Kedua tangan Darren bertumpu pada meja itu untuk mengunci Sandra, lalu mendekatkan dirinya dengan Sandra.
“Kau mungkin tidak menyukaiku, tapi aku tertarik dengan wanita sepertimu. Aura misteriusmu benar-benar membuatku penasaran. Kau sangat tertutup, tidak seperti wanita lain yang langsung membuka diri mereka saat aku mendekat.” Darren bicara dengan cara berbisik. “Kau belum tahu seperti apa diriku, jadi, jangan buru-buru mengatakan kalau aku seperti pria itu,” ucap Darren, masih dengan cara berbisik pada Sandra dan setelahnya Darren menatap Sandra.
Sandra menarik salah satu sudut bibirnya begitu mendengar semua kalimat yang keluar dari mulut Darren. Darren benar-benar berusaha keras dalam permainan ini dan Sandra pikir harus sedikit membumbuinya. Karena itulah kini tangan Sandra membelai rambut Darren, turun ke wajah Darren, dan turun lagi ke tengkuk leher Darren. Tidak berhenti sampai di situ, kini Sandra mendekatkan dirinya pada Darren, lalu memberikan tanda di leher Darren dengan ciumannya dan menghembuskan napasnya di sana.
Darren memejamkan matanya saat bibir Sandra menyentuh kulitnya, kemudian ditambah oleh hembusan napas Sandra yang terasa hangat. Bahkan kini tangan Sandra kembali beraksi dengan memberikan sentuhan mematikan pada setiap inci tubuhnya.
“Ini adalah peringatan terakhir untukmu. Aku sedang berbaik hati untuk tidak membunuhmu dan kebaikkanku biasanya tidak bertahan lama jika seseorang bersikap tidak tahu terima kasih padaku. Sentuhanku adalah perangkap yang akan membawa pria sepertimu ke neraka. Jadi, berhati-hatilah,” bisik Sandra, lalu mendorong Darren menjauh darinya.
“Apa yang tadi kalian lakukan?” Delvin yang sempat melihat ‘kemesraan' di antara Darren dan Sandra kini bertanya.
Sandra menoleh pada Delvin dan ternyata Rachel tidak ada bersama Delvin. Sandra kira Rachel akan melihat sesuatu yang tidak pantas dilihatnya. “Aku hanya sedang memperingatkannya. Kenapa kau di sini?”
“Rachel haus. Aku akan mengambil minuman untuknya.” Delvin sempat melirik Darren yang masih terdiam, sebelum pergi untuk mengambil air. Entah peringatkan macam apa itu, Delvin sangat tidak suka melihatnya.
“Ajak Rachel keluar. Makan malamnya sudah siap,” ujar Sandra dan mulai menata makanan di atas meja makan.
“Ya.” Dan Delvin pun kembali ke kamar Rachel dengan membawa segelas air.
Sementara Darren masih terdiam, seolah masih berada dalam dunia yang penuh dengan sentuhan gairah dari Sandra. Darren kini menyentuh lehernya, tempat di mana tadi Sandra mengecupnya dengan kuat. “Itu pasti akan membekas. Sialan! Kenapa aku membiarkannya?!” Darren menggerutu kesal, hingga membuat Sandra menoleh padanya.
“Gila!” gumam Sandra yang sekarang sudah kembali fokus menata makanan.
“Kau ....”
“Ayah!” kalimat Darren tertahan karena Rachel datang dan langsung memanggilnya. Ini membuat Darren tersenyum hingga langsung berjongkok untuk menyambut Rachel yang telah kembali menyadari keberadaannya.
“Astaga. Bagaimana bisa kau melupakan ayah? Ayah juga ingin bermain denganmu dan juga dengan Paman itu.” Darren melirik ke arah Delvin dan senyuman Darren seketika menghilang saat melirik Delvin.
“Ayah akan tinggal di sini terus, jadi, kita bisa bermain terus,” ujar Rachel.
“Tinggal di sini terus?” Delvin seketika bertanya pada Sandra setelah mendengar ucapan Rachel.
••••
“Kau tidak biasanya mengajakku muinum, apalagi setelah kau menikah. Kau ada masalah?” pria bernama William ini meneguk minuman beralkohol miliknya, masih dengan menatap ke arah Clara.
Clara juga meneguk minumannya, baru setelahnya bicara. “Sebelum itu, aku ingin mengucapkan selamat karena kau menjadi pemimpin sekarang. Kau bahkan bertunangan dengan adik Jack. Hidupmu sangat beruntung. Apa kau terlibat ....”
“Sudahlah. Jangan membahas itu lagi. Aku ingin fokus pada masalahmu. Jadi, apa masalahmu?” William kembali bertanya pada Clara.
Clara akhirnya mengatakan tujuannya mengajak William minum, yaitu ingin meminta bantuan William untuk mencari seseorang lewat bantuan anak buahnya, lebih tepatnya mencari tahu siapa yang dipacari oleh suaminya sekarang. Clara dan William adalah teman sejak lama karena pernah tinggal di area perumahan yang sama. Saling membantu sejak dulu membuat Clara yakin kalau William akan membantunya.
“Kau yakin dia berselingkuh hanya karena aroma parfum itu?” William merasa ragu tentang hal ini.
“Tidak. Aku pernah melihat bekas ciuman di dadanya dan itu bukanlah perbuatanku. Hal lain juga membuatku curiga, lalu lama-lama menjadi sebuah keyakinan kalau dia memang telah berkhianat.” Clara kira semakin lama bersama seseorang maka cinta itu akan semakin kuat, tapi pada kenyataannya pada beberapa pasangan itu menjadi rawan untuk terjadi perselingkuhan. Clara tidak tahu apa yang kurang darinya hingga suaminya ssmpai mencari wanita lain.
“Baikah. Lalu, jika wanita itu aku temukan, kau ingin aku melakukan apa?” tanya William.
“Aku akan mengurusnya dulu. Jika berjalan seperti yang aku inginkan, maka aku akan melepaskannya, jika tidak, maka kau harus membunuh wanita itu.” Dan Clara menjawab pertanyaan William tanpa keraguan sedikit pun.
William kira sisi iblis telah hilang dari diri Clara setelah menjadi istri dan seorang ibu, tapi ternyata masih ada sisi iblis dalam diri Clara dan itu keluar karena perselingkuhan Andrew. “Kau yakin Andrew berselingkuh. Kenapa kau tidak meninggalkannya? Atau bunuh dia dan kau bisa memiliki semua kekayaannya. Itu lebih pantas untuknya.” William sangat benci ketika Andrew tidak bisa menjaga perasaan Clara.
Clara terdiam sejenak dan kembali mengingat kejadian di masa lalu saat kedua orang tuanya bercerai. Dari perceraian itu tidak hanya sebuah pernikahan yang hancur, tapi juga keluarga, ibunya, dan dirinya sendiri. Clara bahkan tidak lupa ketika orang-orang membicarakan ibunya karena bercerai, orang-orang dengan seenak hati mengatakan kalau ibunya terlalu sibuk bekerja sampai lupa pada suaminya dan karena itulah diceraikan. Mereka tidak tahu masalah yang sebenarnya, tapi masih berani banyak bicara.
“Aku tidak mau berada di posisi yang sama seperti mendiang Ibuku. Kau tahu betul kalau kebanyakkan orang suka bicara tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Aku juga tidak ingin Bryan merasakan apa yang aku rasakan dulu. Lagipula, aku mencintai suamiku, bukan semata-mata hanya mencintai hartanya.. Suami hanya akan menjadi milik istrinya, bukan wanita lain.” Clara bicara sembari meremas gelas yang ada di atas meja.