Victor yang sedang menidurkan Rachel dengan menceritakan dongeng seketika terdiam saat mengingat sesuatu, yaitu pesta ulang tahun Steven. Bukan pesta, bukan itu yang tepatnya Victor pikirkan, melainkan tentang siapa yang mungkin juga hadir dalam pesta itu. Darren Kang. Victor yakin Darren pasti juga akan diundang ke pesta itu.
“Jika masalah semakin besar karena mereka bertemu, aku harap Sandra dan Delvin segera menyelesaikannya. Harus ada contoh untuk memperlihatkan apa yang akan terjadi jika mengganggu keluargaku,” ucap Victor dengan nada pelannya.
Sementara di tempat pesta, suasana semakin memanas karena Sandra dan Darren yang masih saling menatap satu sama lain, dan saling menunjukkan dendam di mata mereka. Delvin menarik tangan Sandra, mengajak Sandra untuk menjauh dari hadapan Darren.
“Ayo pulang.” Sandra ingin melangkah pergi, tapi ucapan Darren membuat langkah Sandra terhenti.
“Kau akan pergi begitu saja? Bukankah itu sikap seorang pengecut?” inilah kalimat Darren yang membuat langkah Sandra terhenti.
“Dia benar-benar menggali kuburannya sendiri,” gumam Delvin. Entah apalagi yang Darren inginkan sekarang, yang jelas ini akan semakin mempercepat terjadinya perang.
“Aku dengar kau pandai bermain kartu. Bagaimana jika kita bermain dengan taruhan kecil?” ucap Darren lagi.
Sandra memutar badannya, menatap Darren yang lagi-lagi mencari masalahnya. Tidak masalah. Ini mungkin akan menjadi jalan untuk menyelesaikan masalah tanpa harus berperang. “Aku tidak menerima taruhan kecil.”
Darren tersenyum mendengar ucapan Sandra. Ini menarik. Darren tidak tahu sehebat apa Sandra, tapi Darren bisa menjamin bahwa dirinya adalah salah satu orang terbaik hal bermain kartu. Sejak beberapa tahun terakhir, Darren belum pernah terkalahkan. Taruhan besar. Darren akan memberikan itu untuk Sandra.
“Baiklah. Jika aku menang, kau harus menyerahkan dirimu padaku dan aku punya hak penuh atas dirimu.” Darren bicara tanpa melepaskan pandangannya dari Sandra.
Delvin memberi isyarat agar Sandra tidak menyetujui taruhan ini. “Mundurlah. Aku dengar, dia sangat baik dalam permainan kartu. Darren bahkan belum pernah kalah sejak beberapa tahun terakhir.” Delvin berbisik pada Sandra.
Takut? Tentu saja tidak. Sandra tidak akan mundur hanya karena kabar yang Delvin dengar. “Jika aku menang ...” Sandra berhenti sejenak, hingga membuat semua mata tertuju padanya. Delvin bahkan dibuat terkejut karena Sandra ternyata menyetujui taruhan dalam permainan ini. “Kau harus menyerahkan nyawamu secara sukarela padaku.” Inilah lanjutan dari kalimat Sandra.
Semua orang terkejut mendengar kalimat Sandra, termasuk Darren yang lebih dulu menantang Sandra. Darren tidak pernah menduga bahwa taruhan seperti itu yang Sandra inginkan. Sandra benar-benar wanita angkuh, kasar, dan sekarang gila. Sandra bahkan tidak berpikir dua kali tentang apa yang akan terjadi jika dia yang kalah.
Helen yang tentu juga mendengar ucapan Sandra merasa sangat khawatir, sebab Sandra terlihat yakin dengan kemampuannya sampai tidak berpikir dua kali ketika Darren menantangnya. Helen senang jika Darren ingin membalas perbuatan Sandra, tapi risikonya terlalu tinggi. “Darren, kau ....”
“Aku setuju.” Darren tidak peduli pada yang ingin dikatakan oleh Helen. Mengundurkan diri sekarang sama saja seperti mempermalukan diri sendiri. Darren yakin pada kemampuan dan keberuntungannya. Ia akan mengalahkan Sandra.
“Ini terlalu berisiko. Ini tidak hanya tentang kemampuan, tapi juga tentang keberuntungan. Apa harus dengan cara seperti ini? Kau bisa menyelesaikan riwayat hidup Darren nanti. Ayah sudah merencanakannya dengan matang.” Delvin kembali berbisik pada Sandra.
“Perang juga memerlukan keberuntungan agar bisa menang. Ketika ada kesempatan untuk menyelesaikan semuanya dalam permainan kartu, kenapa harus melakukan perang dan mengorbankan banyak orang?” Sandra membalas ucapan Delvin.
Steven yang sejak tadi terdiam, kini tersenyum kecil melihat keberanian yang Sandra tunjukkan. Steven mengeluarkan ponselnya, lalu pergi menjauh untuk menghubungi seseorang. Steven ingin memberi kabar pada seseorang yang pasti sangat ingin tahu saat remaja yang dulu lemah dan penuh penderitaan, sekarang menunjukkan taringnya yang haus akan darah.
••••
“Mereka membuat taruhan itu?” Victor yang saat ini berada di ruang baca terlihat sedang bicara dengan seseorang di telepon, sementara tangan kanan Victor sibuk membalik halaman buku.
“Kau mengasah taringnya dengan baik. Jika saja Sandra menang, maka itu akan menjadi hadiah terbaik dalam hidupku, karena pria b******k bernama Darren itu tidak akan bisa menggoda anakku. Si b******k itu membuat Verlin berani melawanku. Aku bahkan tidak akan mengundang Darren jika bukan Verlin yang menginginkannya. Tetapi, jika Sandra kalah ....”
“Sandra tidak akan kalah. Anak itu punya keberuntungan yang baik. Kau akan mendapat hadiah ulang tahun terbaik dari Sandra.” Victor menyela ucapan Steven dengan sangat percaya dirinya. Tentu saja. Victor sangat yakin dengan kemampuan dan keberuntungan Sandra. Sandra mungkin tidak beruntung dalam perjalanan hidupnya, tapi tidak dalam permainan kartu.
“Jika kau sangat percaya, maka aku juga akan percaya Sandra akan menang.” Nada bicara Steven terdengar seperti orang yang sangat bahagia.
Dan saat ini, Sandra dan Darren sudah duduk saling berhadapan, siap untuk bermain kartu, lebih tepatnya poker. Kedua orang ini sangat percaya pada kemampuan dan keberuntungan mereka, dan sudah tidak ada lagi rasa takut. Berbeda dengan Delvin yang berdiri di belakang Sandra dan Helen yang berdiri di belakang Darren. Delvin dan Helen takut kalau ini tidak akan berjalan baik untuk orang yang mereka dukung.
Kartu mulai dibagikan. Keadaan terasa semakin menegangkan saat satu persatu dibuka, tapi pada akhirnya Delvin tersenyum saat melihat kombnasi kartu Sandra. Sandra semakin yakin dengan keberuntungannya hari ini, tapi tidak hanya Sandra dan Delvin yang tersenyum, melainkan Darren dan Helen juga tersenyum.
“Bagaimana kalau kita naikkan taruhannya?” ucap Darren yang sangat percaya diri.
“Selain nyawa, apalagi yang bisa kau pertaruhkan? Aku tidak tertarik dengan uang.” Sandra merespon tantangan Darren.
“Bagaimana jika kau yang memilih?” Darren tersenyum pada Sandra.
“Kekuasaan Black Shadow? Terdengar bagus, bukan?” Sandra benar-benar ingin menamatkan riwayat Darren sekarang juga.
“Kalau begitu, aku memilih Rachel, anakmu. Jika kau menolak, maka aku anggap kau menyerah dan kalah.”
Kedua tangan Sandra mengepal saat mendengar ucapan Darren. Pria itu benar-benar b******k, pikir Sandra. Sandra bisa memperbaruhkan apapun, termasuk dirinya sendiri, tapi tidak dengan Rachel. Bahkan jika Sandra sangat yakin dengan kemampuan dan keberuntungannya, ia tidak akan pernah mempertaruhkan Rachel. Sandra tidak ingin menjadi sama seperti ayahnya yang dulu mempertaruhkan dirinya.
“Hanya karena Rachel anakku, bukan berarti aku punya hak untuk mempertaruhkan hidupnya. Aku waras, tidak gila sepertimu.” Sandra membalas ucapan Darren.
“Jadi, kau menolak? Maka itu berarti ....”
Dor!
Belum selesai Darren bicara sudah terdengar suara tembakkan yang membuat semua orang terkejut, lalu ada banyak pria dengan pakaian serba hitam masuk ke tempat pesta dan membuat kekacauan setelah membunuh salah satu anak buah Steven.
Delvin langsung menarik tangan Sandra, lalu membawa Sandra berdiri di belakangnya. Entah apa yang terjadi, tapi Delvin harus memastikan bahwa Sandra akan baik-baik saja, tapi Sandra memutar posisi menjadi Delvin yang berdiri di belakang.
Sandra berkata, “Belum saatnya kau menangani hal seperti ini.”
“Orang-orang ini ... sangat mengganggu kesenanganku!” dan Darren menggerutu kesal. Darren yakin dirinya akan memenangkan permainan tadi, kalau saja tidak ada pengganggu.
“Siapa kalian?” Steven bertanya pada pemimpin dari kelompok penyerang itu.
“Kami datang untuk membunuhmu. Semua orang harus tahu apa yang akan terjadi jika seseorang berani melawan seorang Erland Yeo.” Pria ini menjawab pertanyaan Steven, lengkap dengan menunjukkan senyum iblisnya.