"Kenapa kamu diam saja, Mas? Atau benar dugaanku kalau kamu juga mulai mencintai Salwa?" Mas Bima melepas tautan jemari kami. Pria itu mengusap kasar wajahnya disertai dengan helaan napas yang terdengar berat. Ya, aku paham meski ia tidak menjawab. Rupanya rasa itu telah terbagi. Cinta suamiku sudah bukan hanya milikku seorang, tetapi juga dimiliki oleh wanita lain yang kini menjadi istrinya juga. Aku menekan d**a yang terasa sesak. Ternyata hukuman atas pengkhianatan yang pernah aku lakukan sangat menyakitkan. Bahkan lebih sakit dari membayangkan hidup di dalam penjara. "Diammu sudah menjadi jawaban untukku, Mas. Harusnya aku sadar, tidak mungkin kamu tidak jatuh hati pada wanita sebaik Salwa." Lirihku dengan menggeser tubuh. Menjauh darinya yang masih bergeming dengan menatap koson