bab. 3.

1339 Words
"A-apa yang akan kau minta?" "Bisakah kita bertemu setelah jam kerja selesai?" tanya Zavier menatap dalam ke iris mata Bella. Wanita cantik itu hanya diam karena merasa tak percaya dengan apa yang ia dengar. Hingga beberapa detik berlalu, Zavier tak mendapatkan respon dari pertanyaannya. Membuat lelaki itu kembali memanggil nama wanita di hadapannya. "Bella ...!" "I-iya!" Bella menjawab singkat, namun malah terdengar ambigu di pendegaran Zavier. "Iya, apa Bella?" tanya Zavier lagi. "Maksudku, untuk apa kita harus bertemu kembali? Kalau ada hal yang dibicarakan, kenapa tak bicara sekarang saja?" tanya Bella memberanikan diri menatap wajah tampan di depannya. "Ini masih jam kerja, Bel. Apa kau lupa? Kalau aku tidak masalah, bagaimana dengan kamu?" "Iya, maaf aku lupa!" "Sebelum kita berpisah, aku ingin pinjam ponselmu sebentar. Ada hal penting yang harus aku sampaikan." Tanpa pikir panjang, Bella merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya. Kemudian memberikan ke Zavier. Lelaki itu dengan cepat membuka kunci layar ponsel Bella dan mengetik beberapa digit angka kemudian menyimpannya. Setelah itu dia menuju ke aplikasi warna hijau untuk mengirim pesan ke ponselnya. "Ini, terima kasih!" Bella hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak lama Zavier berdiri dari duduknya. Diikuti Bella yang juga ingin keluar dari ruangan itu. Keduanya berjalan menuju loby restoran tanpa ada satu kata yang mengiringi. Saat tujuan keduanya sampai, Zavier mengucapkan terima kasih karena sudah diberikan waktu untuk berbincang. "Terima kasih atas waktunya, Bella. Semoga kita bisa berteman baik meski kita sudah lama tak pernah berkabar," ucap Zavier menatap lekat wajah cantik di hadapannya. "Sama-sama, Zavier. Aku permisi!" Pamit Bella. Namun saat sampai di depan lelaki tampan itu, Bella dibuat terperanjat oleh ucapan Zavier. "Aku tunggu jam lima sore nanti!" Meski kaget, tetapi Bella terus melangkah sambil menoleh ke arah Zavier dengan tatapan tak terbaca. Setalah masuk ke dalam mobil pun dia masih menatap lelaki yang dulu menjadi teman satu kelasnya itu. "Dunia memang sempit ya, Bel?" Tuan Aksa menyadarkan lamunan Bella. "Iya, Tuan. Bahkan saya tidak pernah menduga kalau saya akan bertemu dengan dia lagi di sini. Bahkan menjadi partner kerja," jawab Bella dengan senyum tipis yang hampir tak terlihat. Setelah sampai di perusahaan, Bella kembali duduk di mejanya, namun sebelum melanjutkan pekerjaannya, ponselnya berbunyi. "Vier ...! Dia ternyata pinjam ponsel untuk bertukar nomor telepon," gumam Bella. Wanita itu tak habis pikir kenapa lelaki yang dulu cuek terhadapnya kini seolah kembali memberikan signal kebahagiaan untuknya. 'Aku tunggu kau di tempat ini!' Zavier juga mengirimkan lokasi di mana dia akan bertemu Bella sore nanti. Jemari lentik Bella bergerak untuk membalas pesan Zavier. 'Iya. Sekarang biarkan aku bekerja agar sore nanti tidak terlambat menemuimu!' * Sore berlalu sangat cepat, Pekerjaan Bella sudah selesai dah dia bersiap pulang. Seperti bisa wanita itu sangat teliti dengan pekerjaanya. Berkas penting sudah dipisahkan akan diserahkan kepada bosnya. Setelah ini dia bisa pulang karena memang tidak ada tambahan jam kerja. Tok Tok Tok "Masuk!" Suara Tuan Aksa mempersilakan Bella masuk. "Ini berkas yang sudah selesai saya kerjakan, Tuan!" Bella menyerahkan tiga berkas ke arah bosnya. "Terima kasih, Bella! Kau sudah boleh pulang!" Tuan Aksa memberikan perintah. "Baik, Tuan!" Bella menunduk hormat kemudian mundur dua langkah sebelum dirinya berbalik arah untuk keluar dari ruangan bosnya. Langkah cepat Bella menuju parkiran di mana mobilnya berada. Sejak dia bekerja di perusahaan milik Tuan Aksa, dia bisa menabung dan menyicil kendaraan roda empat. Setidaknya ada kemajuan dalam hidupnya setelah dia lulus kuliah. Lahir dari keluarga sederhana membuat Bella berjuang untuk pendidikan juga masa depannya. Agar orang tuanya tidak merasa kesulitan untuk mengeluarkan biaya untuknya. Kini seolah semua sudah berbuah manis, karir yang bagus membuat perlahan kehidupan Bella membaik. Dalam perjalanan menuju restoran yang di pilih Zavier untuk bertemu, wanita cantik ini tidak begitu konsen dengan jalan raya yang ia lewati. Yang ada dalam kepalanya, kenapa semua yang sudah berlalu harus kembali dia lalu lagi. Ada rahasia apa yang sedang Tuhan rencanakan untuknya. 'Tuhan, jika ini baik untukku, maka jangan ada penyesalan diantara kita berdua,' ucap Bella dalam hati. Hampir dua puluh menit Bella sampai di depan restoran. Tanpa ragu dia melangkah masuk. Meski hatinya sedang bertalu seolah menjadikan pengiring langkahnya menuju janji temu yang ia sepakati. Senyum manis sudah terlihat di seberang sana. Seorang lelaki tampan sudah duduk dengan minuman di depannya. Bella mengedarkan pandangannya menatap ke seluruh penjuru restoran yang tak begitu ramai. Susananya sangat tenang dengan alunan musik syahdu menambah kesan romantis di dalan restoran. Setelah langkah Bella semakin dekat, Zavier berdiri untuk menyambut teman lamanya itu. "Aku pikir kau akan tersesat!" Zavier menarik kursi untuk Bella duduki. "Aku lahir dan besar di Jakarta, kenapa harus tersesat?" Kekehan khas dari seorang lelaki tampan yang dulu dipuja banyak wanita, itu mengalihkan dunia seorang Bella. 'Senyum dan tawanya masih sama,' monolog Bella dalam hati. Untung saja, Bella tak terlalu larut dalam pandangnnya kepada Zavier. "Kau mau minum apa?" tanya Zavier memecah keheningan. "Jus alpukat saja," jawab Bella. Zavier memanggil pelayan sambil mengangkat tanganya. Kemudian dia memesankan minum untuk Bella. Awalnya Zavier pun belum bisa menguasai perasaan janggal yang timbul sejak siang tadi. Namun lelaki tampan itu sudah mulai rileks dan mencoba mencairkan suasana dengan membuka obrolan ringan. Lelaki itu bahkan tak henti memuji kecantikan dan kepintaran Bella. Padahal dulu ingin mendapat perhatian dari Zavier sangat susah. Pipi Bella semakin bersemu merah kala dia mendapatkan segudang pujian dari lelaki yang dulu sempat menjadi impiannya. "Kau kemana saja setelah lulus sekolah?" tanya Zavier. Bella yang sedang menikmati jusnya, hanya menatap tak berkedip ke depannya. Hingga beberapa detik berlalu, wanita cantik itu menjawab. "Aku kuliah. Saat itu aku fokus sekolah, bahkan aku jarang main atau sekadar liburan dengan teman." Zavier semakin penasaran dengan kehidupan wanita di hadapannya ini. "Kau juga sudah menikah?" Bella menggeleng, ada rasa membuncah di d**a Zavier. Dan itu membuat bimbang lelaki yang sudah berstatus suami. 'Ada apa dengan hatiku?' tanya Zavier dalam hati. Bella sebenarnya juga sangat senang bertemu kembali dengan Zavier. Tetapi, wanita itu sedang menjaga hatinya agar tak terjatuh sepeti beberapa tahun silam. Dulu dia punya ekspektasi tentang kisah cintanya. Namun dia patah hati sebelum mengungkapkan. "Kalau kau sendiri, apa sudah menikah?" Bella gantian bertanya status dari pria di hadapannya. Bagaimanapun dia tidak ingin membuat hatinya patah untuk kedua kali. Meski masih berdebar dan punya rasa yang sama, namun Bella tak ingin berharap. "Sudah!" Jantung Bella seperti ditikam dengan puluhan belati hingga rasanya sangat sakit. Padahal dia sudah mawas diri agar tak lagi kecewa. Namun kenyataan yang dia dengar tetap saja membuat hatinya terluka. "Kau dulu sangat terkenal melebihi artis, pantas saja kalau kau sudah menikah. Aku akan tebak siapa wanita pendampingmu," ucap Bella mencoba baik-baik saja. "Tebak saja! Kalau kau benar berarti kau dulu salah satu dari pengagum rahasiaku," jawab Zavier. "Ish! Anda percaya diri sekali!" Bella berpura-pura kesal menatap Zavier. Lelaki itu tertawa, tawa yang selalu ia lihat diam-diam kini bisa ia nikmati di depan mata. "Apakah istrimu bernama Intan?" Zavier mengagguk, rasanya Bella ingin menyudahi pertemuan sore ini. Untuk apa Tuhan mempertemukan kembali jika sudah tak bisa saling menyatu? Sedih, tentu saja. Tetapi Bella merasa bersalah karena telah mau bertemu Zavier tanpa Intan mengetahuinya. Bagaimana kalau kelak jadi masalah untuknya. "Vier, kalau kau sudah menikah, aku merasa tidak enak jika bertemu denganmu hanya berdua saja," ucap Bella. "Dia sibuk dengan pekerjaannya, sekarang dia menjadi model." "Iya, aku tahu. Aku sering melihatnya ada di beberapa majalah juga tv." "Bagaimana kau bisa tahu kalau Intan adalah istriku?" tanya Zavier penasaran. "Bukankah sejak SMA kalian sangat istimewa? Jadi, aku hanya menebak saja. Selain Intan tak ada lagi kabar wanita yang aku dengar menjadi kekasihmu," jawab Bella. "Apakah aku seterkenal itu?" Bella mengangguk sebagai jawab pertanyaan Zavier. Obrolan terus berlanjut tentang pekerjaan juga masa-masa sekolah. Hingga makan malam pun, Zavier memilih makan berdua dengan Bella dia hari ini melupakan istrinya. Hingga satu jam berlalu, keduanya memutuskan pulang, karma hari sudah malam. Bella mengucapkan terima kasih karena dua kali makan berdua dengan Zavier. "Vier, makasih banyak atas dua kali traktirannya. Lain kali kalau kita bertemu lagi biarkan aku yang menjamu!" Respon Zavier mengejutkan Bella karena tanpa wanita itu duga lelaki di depannya ini akan membuat dia semakin serba salah untuk pertemuan kedua ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD