Bab 2 - Tanding Basket

2470 Words
Ada yang bilang, dengan bermain basket beban hidup sedikit berkurang. Dan aku setuju itu. - Alessea Cewek paling kiyud sejagat raya *** Seorang gadis melangkah lesu ke kamarnya. Seakan ia tak memiliki gairah untuk hidup. Di lemparkannya ke sembarang arah tas sekolah. Dan di baringkan tubuhnya ke ranjang. Gadis itu memejamkan matanya. Sesekali menghembuskan napas panjang karena merasa lelah setelah pulang sekolah. Dia Alessea. Gadis itu mengklaim hari ini adalah hari yang melelahkan dan hari yang menjengkelkan. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari di mana ia pertama kali sekolah. Dan itu membuatnya lelah. Ditambah tadi berangkat sekolah dengan berlari. Lalu, di sekolahnya ia dibuat kesal oleh dua cowok yang ternyata mereka kembar. Siapa lagi kalau bukan Arlan dan Rolan. Dua cowok itu membuat pusing kepalanya. Satu lagi yang membuat kesal Alessea. Gadis itu harus satu kelas dengan cowok yang sudah menuduhnya hendak bunuh diri. Takdir semacam apa yang sedang mempermainkan Alessea? Setelah di rasa cukup merebahkan diri, Alessea pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket. Tak perlu waktu sampai satu jam untuk mandi. Gadis itu sudah keluar dengan pakaian santai dan terlihat lebih segar dibandingkan beberapa menit yang lalu. "Gue mau ngapain, ya?" Alessea bingung sendiri. Alessea membuka ponsel dan mencari satu nama yang akan ia hubungi. Ia sudah bertekad kalau pulang sekolah akan memarahi Anak Dugong karena sudah menipu. Mungkin kalau orang tersebut ada di depannya, Alessea akan menjambak sampai rambutnya habis. "Telat satu detik!" baru saja panggilan itu masuk, Alessea sudah menyembur penerima telfon. "Lo nipu gue ya?" geram Alessea melanjutkan ucapannya. "Nipu dari mananya, cabe rawit?" tanya si penerima. Jelas ia bingung, Alessea nelfon-nelfon langsung menuduh dirinya menipu. "Lo bilang jarak ke sekolah sama apartement deket. Nggak sampai dua puluh menit. Tadi gue hampir telat ke sekolah, dugong." Alessea merebahkan dirinya ke ranjang. Emang suka rebahan tuh anak. Seseorang disebarang sana terdiam sejenak sebelum kembali menjawab. "Lo kesana tadi naik apa?" "Naik apa lagi, gue lari lah," balas Alessea sedikit teriak. Terdengar suara tawa yang keras dari si penerima. Alessea menjauhkan ponselnya dari telinga. Gadis itu bingung dengan orang di seberang sana. Apa ada yang salah dengan omongan Alessea? "b**o! Lo ngapain ke sekolah lari? Kan ada angkot, ada bang ojol. Pantes aja lo hampir telat." Dia masih setia dengan tawanya yang malah membuat kesal Alessea. Jadi disini Alessea yang salah. Dirinya memang ceroboh atau emang b**o? Ngapain ke sekolah lari. Iya kalau sekolahnya cuman beberapa meter dari apartementnya. Lah, ini seperti memutari stadion GBK. Dasar ceroboh kamu, Alessea! "Iya-iya gue yang salah. Abisnya gue bingung berangkat ke sekolahnya mau naik apa. Daripada kelamaan mikir, yaudah gue lari. Sekalian olahraga." "Ckck terus gimana tadi sekolahnya?" tanya orang tersebut yang penasaran. Alessea berdeham. Ia merubah posisinya yang semula rebahan menjadi duduk bersila di atas ranjangnya. "Biasa aja. Cuman gue rada kesel banget," "Kesel? Gue tebak lo pasti ketemu sama murid yang namanya Rolan dan Arlan?" tebak orang tersebut membuat Alessea reflek menganggukkan kepalanya. "Bukan cuman ketemu. Tapi, sekelas juga." Orang tersebut kembali tertawa. Ia tahu betul siapa dua cowok yang tadi membuat mood Alessea buruk di sekolah. "Satu lagi, bukan dua cowok itu doang. Lo tahu—" "Apa?" potong seseorang dengan cepat. "Sabar elah. Kemarin siang, gue di tuduh mau bunuh diri di sungai. Gila banget tuh cowok." Alessea melampiaskan emosinya. "Di tuduh sama siapa?" Mendadak, suara cowok itu menjadi serius. "Gue lupa namanya," balas Alessea di akhiri kekehan. Dia berdecak karena sudah dibuat kesal oleh Alessea. Gadis itu senang sekali membuat dirinya dilanda rasa penasaran. "Hobi banget lo bikin gue kepo," kata orang tersebut sambil tertawa sebentar. Dia berhenti tertawa. Mungkin kalau saja ia bisa kembali dengan cepat, Alessea tidak akan kerepotan buat berangkat kesekolah. "Gue tutup dulu ya. Ada kerjaan." Alessea hanya bisa diam. Dirinya bahkan tidak dikasih kesempatan buat menjawab atau memberi semangat dia. Tapi sudah ditutup duluan. Alessea kembali bingung mau ngapain. Gadis itu memutuskan untuk keluar dari apartement. Mungkin jalan-jalan di Sore hari bisa membantu menghilangkan kebosanan yang sedang melanda dirinya. Alessea memutuskan untuk pergi ke taman yang tak jauh dari apartementnya. *** Dylan dan kedua adiknya, Nevan dan Nessa sedang sibuk menonton tayangan televisi. Nevan dan Nessa duduk bersebelahan. Sedangkan Dylan memilih duduk di atas karpet. Tak lupa dengan cemilan yang menemani Sore hari mereka. Walaupun masih lama, namun kabar ini membuat heboh satu dunia. Banyak orang penasaran seperti apakah wajah dari putri Mr. Nic. Apakah dia secantik dewi yunani? Nantikan kabar selanjutnya setelah jeda berikut ini Dylan, Nessa, dan Nevan saling bertatap muka. Mereka seakan menyampaikan apa yang mereka pikirkan lewat tatapan mata. "Lo berdua kepo nggak sih?" tanya Dylan memperjelas. Takut jika kedua adiknya salah tangkap soal tatapan beberapa detik yang lalu. Nevan dan Nessa mengangguk bareng. "Aneh nggak, masa udah 18 tahun baru mau di publikasikan?" Nevan dan Nessa hanya menggidikkan kedua bahu mereka. "Lo berdua ngerespon kek." Dylan jadi kesal sendiri karena respon adik-adiknya yang bisa di bilang seperti tak peduli. "Kita bingung mau ngerespon apa. Ya nggak Nes." Nessa mengangguk. Menyetujui ucapan kembarannya. "Yang pasti, itu cewek cantiknya kayak gue." Nessa mengibaskan rambut panjangnya dengan songong. Dua detik setelahnya, Nessa mendapatkan hadiah gratis berupa lemparan bantal dari Dylan dan Nevan. "Kalian nggak ada manis-manis sama adek sendiri." Nessa bangkit dan memilih pergi menuju kamarnya. Ia berjalan sambil menghentakkan kakinya. Menimbulkan suara keras. "Adek lo aneh," kata Dylan juga ikut melangkah pergi. Cowok itu bukan pergi menuju kamarnya. Melainkan keluar rumah. "Adik gue, ya berarti adik lo juga, Bang. Gimana, sih, lo," Dylan tak merespon teriakan dari Nevan. Ia memilih terus berjalan keluar dari rumahnya. Dylan menyalakan motornya dan keluar dari perkarangan rumah. Kebiasaan Dylan di Sore hari selain menonton televisi, ya keluyuran. Cowok itu sering ke taman yang dekat dengan apartement sahabatnya. Entah hanya duduk di taman atau bermain basket dilapangan dekat taman. *** Dylan memarkirkan motornya di samping lapangan. Matanya melihat ke arah seorang cewek yang sedang bermain basket. Dylan melangkah mendekati cewek tersebut. Dylan mengamati cara mendribble cewek itu. Dylan akui, cara mainnya bagus. Gadis itu membelakangi Dylan sehingga Dyla tidak bisa melihat wajahnya. Tetapi sepertinya ia mengenal siapa gadis itu. Ia melemparkan bola basketnya dan tepat masuk kedalam ring. Reflek Dylan bertepuk tangan. Ia membalikkan badannya dan terkejut melihat Dylan. Begitu juga dengan Dylan yang tak kalah terkejut saat mengetahu gadis itu yang tenyata Alessea. "Lo lagi lo lagi. Salah apa gue harus ketemu lo terus," marah Alessea melemparkan bola basket ke depan. Bola basket itu memantul ke arah Dylan dan ditangkap oleh pemuda itu. Dylan berjalan mendekati Alessea. Kini keduanya berdiri berjarak satu meter. Cowok itu dapat dengan jelas melihat ekspresi kesal dari Alessea yang merupakan murid baru di sekolahnya. "Gue baru tahu kalau lo pandai main basket," puji Dylan akan permainan bola basket yang barusan dilihatnya. Alessea mengibaskan rambutnya. "Sea gitu lho." "Lo jadi cewek songong banget sih!" Alessea tak menanggapi Dylan. Gadis itu berbalik dan melangkah meninggalkan lapangan. Tapi Dylan mencegahnya. Alessea kembali berbalik dengan memasang wajah kesal. Dylan terkekeh melihat ekspresi Alessea yang menggemaskan baginya. "Mau lo apa sih!" Dengan cepat, Alessea menghempaskan tangan Dylan. Dylan melemparkan bola basketnya ke Alessea dan ditangkap oleh gadis itu. Ia menatap bola basket dan Dylan bergantian. Apa maksudnya? "Tanding basket sama gue!" tantang Dylan. Alessea tersenyum sinis. Senyum yang jarang ia tampilkan. "Kalau gue nggak mau?" Dylan mendekati Alessea. Ikut memegang bola basketnya. Kini jarak keduanya terbilang sangat dekat. "Lo jadi pacar gue," enteng Dylan, seakan ucapan barusan hanya angin yang lewat. Alessea mendelik tidak terima. Bagaimana bisa dengan entengnya Dylan mengatakan kalimat sedemikian tanpa memikirkan ke depannya. Mereka berdua bahkan baru bertemu kemaren. Dengan sengaja, ia menginjak kaki kiri Dylan dengan keras. Dylan mengadu kesakitan. "Kalau gue yang menang, lo harus traktir gue makan bakso lima mangkok!" Dylan tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Sungguh konyol sekali. Pemuda itu hanya bercanda mengatakan kalimat tadi. Tak punya bayangan bahwa Alessea menanggapinya secara serius. Tapi, tak bisa dipungkiri juga. Dylan merasa tertantang untuk memenangkan pertandingan bola basket ini. "Oke, kalau gue yang menang, lo jadi pacar gue. Deal?!" Alessea menjabat tangan Dylan. Dan itu artinya Alessea menyanggupi tanding basket dengan Dylan. Suara riuh terdengar di pinggir lapangan. Dylan dan Alessea baru tersadar ternyata mereka berdua sejak tadi menjadi tontonan banyak orang. Namun tak membuat mereka membatalkan tanding yang baru saja disepakti keduanya. Salah satu dari penonton, di tunjuk Dylan untuk menjadi wasit dalam permainan basket ini. Permainan basket dimulai. Banyak penonton yang bertepuk tangan menyoraki kedua pemain itu. Dylan merebut bola basket dari Alessea saat gadis itu hendak melemparkan ke ring. Akibatnya Alessea gagal mencetak poin yang ke lima kalinya. Poin Alessea tertinggal jauh dengan poin Dylan. Selisih tujuh poin. Alessea semakin menajamkan matanya agar tidak dibuat lengah oleh Dylan. "Kayaknya lo bakal jadi pacar gue," ucap Dylan setelah berhasil mencetak poin ke delapannya. Alessea ternsenyum miring. "Kita lihat aja nanti." Alessea dengan gesit merebut bola yang berada ditangan Dylan dan berhasil mencetak poin. Kini, keadaan terbalik. Alessea berhasil mengejar poin Dylan. Waktu permainan basket kian menipis. Tinggal dua puluh detik lagi. Diwaktu yang seperti ini, poin keduanya ternyata seri. Alessea menggunakan trik mengecoh yang selalu ia mainkan saat bersama seseorang. Dan itu barhasil mengecoh Dylan. Alessea mendribble bola basketnya kemudian meloncat untuk memasukkan bola basketnya ke ring. Namun, setelah itu Alessea terjatuh karena kakinya terkilir. Beruntung bola basket yang dilemparnya masuk ke ring. Membuat Alessea memenangkan permainan ini. Dylan berlari mendekati Alessea yang mengadu kesakitan. Ia berjongkok kemudian memegang pergelangan kaki kanan Alessea. "Sakit b**o!" Alessea memukul tangan Dylan yang sedang memijat pergelangan kakinya. Gadis itu memilih untuk berdiri. Dylan membantu Alessea berdiri dengan cara menopangnya. "Gue antar pulang," ajak Dylan yang langsung mendapat penolakan dari Alessea. "Nggak, kita beli bakso dulu. Lo mau ngingkari perjanjian kita ya!" Alessea menunjuk tepat di depan muka Dylan. Dylan menurunkan tangan Alessea. "Tapi, kan kaki lo lagi sakit," alibi Dylan. "Yang sakit kaki gue. Bukan mulut gue." Alessea memang gadis yang keras kepala. Terlebih kalau soal makanan. Ia tak bisa di bantah sama sekali. Akhirnya, Dylan hanya bisa menuruti Alessea. Dylan tidak berniat lari dari perjanjiannya, namun ia merasa kasihan pada Alessea yang kakinya terkilir. Kini Dylan demi sedikit tahu tentang Alessea. Hasil pengamatannya sejak pertama kali bertemu, ia dapat menyimpulkan kalau Alessea adalah gadis yang songong, galak, dan juga keras kepala. Satu lagi, Alessea doyan makan! "Yaudah ayo!" ajak Dylan yang malah bikin kerutan di dahi Alessea. Pasalnya pemuda itu berjongkok didepannya. "Lo ngapain jongkok di depan gue?" tanya Alessea kebingungan. Pemuda itu menatap Alessea yang berdiri di belakangnya. Berdecak kesal karena Alessea tak paham maksudnya. "Naik ke punggung, gue gendong ke pedagang bakso." "Nggak mau. Gue bisa jalan sendiri, kok!" tolak Alessea. "Naik ke punggung atau gue nggak jadi traktir lo makan bakso?" ancam Dylan. Mendengar pilihan dari Dylan yang terdengar seperti ancaman bagi Alessea, gadi itu langsung naik ke punggung Dylan dan melingkarkan kedua tangannya ke leher Dylan agar tidak terjatuh. Perlahan, Dylan berdiri dan menjaga keseimbangan agar tidak jatuh berdua. Dylan berjalan keluar dari area lapangan basket menuju ke pedagang bakso langganannya. "Lo berat banget sih, Se," iseng Dylan menjahili Alessea. Tak terima dengan ucapan Dylan yang secara tidak langsung mengatakan dirinya gendut, langsung menjewer telinga Dylan dengan keras. Membuat pemuda itu mengadu kesakitan dan berhenti berjalan. "Sakit woy!" Gadis itu masih enggan melepaskan tangannya dari telinga Dylan. Membuat Dylan sedikit kesusahan menjaga keseimbangan dengan rasa sakit ditelinganya. Alessea yang merasa akan jatuh, langsung mengeratkan pelukannya di leher Dylan. Kedua pipi mereka saling menempel. Mereka terdiam beberapa detik dengan suasanya yang terbilang aneh bagi keduanya. Dan tersadar setelah Alessea bersin. "Eh buset, kenapa nyemprotnya ke gue sih." Dylan membersihkan pipi kanannya yang terkena semburan dari Alessea. "Sorry nggak sengaja," balas Alessea menahan ketawanya. *** Dylan mengajak Alessea makan bakso di tempat Kang Oji. Ia dan para sahabatnya menjadikan warung Kang Oji sebagai tempat tongkrongannya dibandingkan cafe. Bagi Dylan, tempat tongkrongan tak perlu yang terkesan mewah. Selagi nyaman dan free Wi-Fi sudah cukup untuk mereka. Terlebih, baksonya Kang Oji ini terkenal sangat enak. Dylan dan Alessea duduk berhadapan. Keduanya menunggu bakso yang sudah dipesannya. Sesuai perjanjian, Dylan mentraktir Alessea lima mangkuk bakso. Tapi, Alessea meminta dua bakso untuk dibungkus saja. Kang Oji datang membawa nampan yang berisi pesanan mereka. Tiga mangkuk bakso untuk Alessea dan satu mangkuk bakso untuk Dylan. Tak lupa juga dua es teh. "Ini beneran tiga mangkuk, Neng?" Kang Oji masih tidak percaya dengan pesanan Alessea. Baru pertama kalinya ia mendapat pesanan tiga mangkuk sekaligus untuk seorang gadis. "Iya, Kang. Mungkin dia belum makan selama satu bulan." Alessea memukul Dylan dengan sendoknya. Kang Oji hanya menggeleng lalu pergi untuk melayani pembeli yang lain. "Tuh mulut mau gue sobek pakai garpu?" Alessea menodongkan sebuah garpu di depan Dylan. Cowok itu menengguk ludahnya. Alessea tak mengurusi Dylan lagi. Ia memilih untuk menghabiskan tiga mangkuk baksonya yang sudah memanggil-manggil namanya untuk dimakan. Dylan menghabiskan baksonya sambil menatap Alessea. Baru kali ini Dylan kenal dengan gadis yang modelannya kayak Alessea. Aneh dan unik. Alessea patut di museumkan. Dylan menatap tak percaya. Bagaimana bisa Alessea menghabiskan tiga mangkuk bakso sekaligus dengan waktu yang bisa dibilang cepat. Bahkan dirinya baru saja selesai menghabiskan bakso. Ini Alessea yang aneh atau dirinya yang terlalu fokus pada Alessea? "Nak, kamu kenyang, kan?" Alessea mengelus perutnya dan berbicara seakan dirinya sedang mengandung. Aksinya barusan membuat Dylan bergidik ngeri. Alessea benar-benar sudah gila! "Emang udah gila nih anak," gumam Dylan. "Gue balik dulu ya. Thanks buat traktirannya. Sering-sering ya!" Alessea berdiri dan mengambil bungkusan yang berisi dua bakso. Dylan tak habis pikir. Bayangan tentang Alessea sosok gadis yang ramah, lembut, kini terganti dengan Alessea yang gila dan ini aneh. Dylan menyesal menilai Alessea demikian saat pertama bertemu. Terlebih Dylan menyesal sudah menyamakan Alessea dengan Bae Irene! "Enak ya jadi lo." Alessea menaikkan satu alisnya. Bingung dengan maksud ucapan Dylan. "Abis makan langsung pergi." Apa maksudnya? Tolong jelaskan! Alessea tidak paham. "Terus gue harus ngapain?" Alessea melipat kedua tangannya di depan d**a. Begitu juga dengan Dylan. Cowok itu melakukan hal yang sama dengan Alessea. "Temenin gue dulu gitu. Sebagai tanda makasih udah gue traktir." Alessea memutar bola matanya. Ia meletakan kembali bungkusan baksonya. Lalu kedua tangannya memegangi meja dan menatap tajam Dylan. "Pertama, gue udah bilang makasih. Kedua, traktiran ini karena lo kalah tanding basket sama gue. Dan ketiga, di perjanjian nggak ada gue harus nemenin lo." Dylan menengguk ludahnya, ia kicep karena peruturan Alessea yang kelewat benernya. Alessea kembali mengambil bungkusan baksonya. Lalu mengibaskan rambutnya. "Bininya Jimin mau balik dulu, bye!" Dylan bernapas lega setelah Alessea pergi. Sejujurnya, ia berniat mengantarkan Alessea pulang. Apalagi kakinya belum sembuh akibat terkilir tadi. Tapi karena kejadian barusan, Dylan membatalkan niatnya. Padahal tadi di tengah jalan mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Lagi-lagi Dylan menyesal sudah membayangkan kalau seandainya mereka benar-benar memiliki hubungan khusus. Dylan langsung menggelengkan kepalanya. Menghapus bayangan momen manis pertama kalinya tadi dengan Alessea. "Jangan sampai gue beneran suka sama itu cewek. Sabar, Dy. Demi misi lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD