9. No Answer

1670 Words
Sudah tidak terhitung lagi berapa jumlah pesan yang telah dikirimkan Lanitra kepada Langit serta berapa telepon yang ditujukan ke nomor laki-laki itu selama hampir seminggu ini. Dan semua pesan serta telepon tersebut hanya berakhir tidak dibaca dan tidak tersambung sama sekali, membuat Langit benar-benar hilang tanpa kabar seolah bumi baru saja menelannya bulat-bulat. Lanitra sendiri tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa kecewa. Semenjak Langit menghilang begitu saja di hari kencan mereka, tanpa mengabari Lanitra kemana ia pergi padahal ia mengabari pegawai Cielo, rasa kecewa itu sudah muncul dan berkembang semakin besar seiring dengan hari-hari yang berlalu dan kabar dari Langit tetap nihil. Rhea bilang, Langit baik-baik saja. Langit hanya pergi ke suatu tempat karena suatu urusan yang sangat penting. Pertanyaannya, kemana Langit? Apa urusan yang membuatnya betul-betul harus pergi beberapa jam sebelum hari kencan bersamanya? Apa yang terjadi? Apa Langit benar-benar tidak punya waktu bahkan untuk sekedar mengabarinya? Lanitra yang kecewa, bingung, sekaligus khawatir hampir saja menangis ketika malam harinya Sierra menelepon dan dengan semangat menanyakan bagaimana kisah kencannya bersama Langit. Ingin sekali mengatakan yang sejujurnya kepada Sierra karena ia sudah berjanji untuk menjadikan Sierra orang pertama yang mengetahui segalanya. Namun, begitu mengingat betapa Sierra sangat lah senang dan bersemangat tentang kencannya ini, Lanitra jadi tidak sampai hati untuk memberitahu kebenaran yang sebenarnya. Jadi, Lanitra mengatakan kalau kencannya baik-baik saja dan berjalan lancar. Langit membawanya ke tempat menyenangkan dan mereka menghabiskan waktu berdua dengan rasa senang pula. Kalau ada penghargaan untuk teman yang pandai berbohong, Lanitra pasti akan memenangkan penghargaan tersebut. Sebab Sierra percaya dengan kebohongan yang diceritakannya. Karena berbohong pada Sierra, Lanitra jadi tidak punya tempat untuk berkeluh kesah tentang isi kepala yang sebenarnya. Bercerita pada Alvaro pun tidak menjadi opsinya karena jika pada Sierra saja ia tidak bisa untuk menceritakannya, apalagi kepada Alvaro. Maka Lanitra hanya bisa menyimpan segala pikiran itu sendirian. Sedari awal Lanitra berusaha untuk terus berpikiran positif. Setiap hari ia mendatangi Cielo Cafe dan berharap tiba-tiba akan muncul, namun harapannya itu tidak terkabul. Bahkan pegawai kafe yang lain tidak mendapat kabar apa-apa lagi dari Langit. Dan karena itu, tanpa bisa dielakkan, pikiran buruk terus menerus datang hingga membuat hari-harinya selama seminggu ini jadi kacau dan dipenuhi oleh kekhawatiran. Tidak hanya khawatir tentang keselamatan Langit, Lanitra juga khawatir tentang hatinya sendiri. *** Bertemu dengan Sierra adalah hal terakhir yang ingin dilakukan oleh Lanitra disaat suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja sekarang. Ia takut kalau bertemu dengan Sierra, temannya itu akan langsung mengetahui tentang kebohongan yang diberitahukan Lanitra padanya tentang kencan tempo hari. Akan tetapi, Lanitra jelas tidak bisa mengusir Sierra begitu saja ketika perempuan itu tiba-tiba mendatangi apartemennya tanpa mengabari sama sekali. Dan dilihat dari raut wajah Sierra yang tanpa senyuman dan seperti habis menangis, Lanitra bisa menebak kalau suasana hati perempuan itu juga sedang tidak baik-baik saja. “What happened?” tanya Lanitra yang terkejut sesaat setelah membuka pintu unit apartemennya dan mendapati Sierra yang disana. “I’m totally annoyed with Hansel!” keluh Sierra kesal. Perempuan itu pun masuk begitu saja ke dalam apartemen dan langsung duduk di sofa ruang tamu, kemudian menangis. Lanitra menghela napas. “Kenapa lagi sama tunangan kamu itu?” tanyanya setelah duduk di samping Sierra. Sambil menangis, mengalirlah cerita Sierra tentang keributan yang terjadi antara dirinya dan sang tunangan yang akan dinikahinya dalam hitungan bulan. Sesuai dugaan Lanitra, Sierra ternyata ribut dengan Hansel karena sikap posesif laki-laki itu. Sierra pun merasa lelah dengan sikap posesif Hansel yang menurutnya kadang keterlaluan. Hansel bisa cemburu dengan hampir semua lawan jenis yang ada di sekitarnya. Selain itu, keributan mereka juga disebabkan oleh persiapan mereka. Keduanya sering berdebat karena Hansel terlalu perfeksionis dan selalu menuntut Sierra begini begitu. Sambil menepuk-nepuk pundak Sierra, Lanitra menyimak cerita semua cerita itu. Jujur, kepala Lanitra semakin pusing mendengar cerita temannya ini. Bukan karena suasana hati Lanitra memang sedang tidak-tidak baik saja, tapi juga karena sejak dulu Lanitra tahu kalau hubungan Sierra dan Hansel itu toxic. Tidak hanya Hansel yang posesif, Sierra pun juga begitu. Tidak hanya Hansel yang perfeksionis dan demanding, Sierra pun sama. Jadi, apa yang dirasakan Sierra sekarang, pasti juga ikut dirasakan oleh Hansel. Dan Lanitra pun paham sebabnya jika kadang-kadang mereka merasa lelah dan tercekik dengan kehadiran masing-masing. Sierra baru selesai menangis setelah ceritanya selesai. Wajah perempuan itu sembab dan matanya memerah. Lanitra sedih juga melihat Sierra begini, karena Sierra jarang sekali menangis. Dan jika ia sudah menangis, itu artinya apa yang dirasakannya benar-benar sudah berat. “Aku sampai mikir, dengan kami yang sering ribut kayak gini, apalagi karena masalah sepele, bisa nggak ya kami survive marriage world?” tanya Sierra tanpa semangat. “What if we couldn’t make it? Lanitra menggeleng pelan. Dia tidak tahu jawaban pastinya. Jangan kan memberikan jawaban untuk kisah Sierra, Lanitra saja masih belum mendapat jawaban untuk kisah cintanya sendiri. “I don’t really know, Si,” ujar Lanitra akhirnya. “But, what I know is the fact that you guys love each other so much and will do everything to stay together forever, right? So, talk to him. Sort things out. Cari tau apa yang harus kalian lakukan biar bisa lebih memahami satu sama lain.” Hanya itu jawaban yang mampu dia berikan, membuat Sierra berpegang pada perasaan cintanya yang besar untuk Hansel. Padahal jika dipikir dengan logika, cinta saja tidak cukup untuk membuat sebuah hubungan mampu bertahan dan berhasil. Jika saling cinta tapi tidak bahagia dan merasa terpenjara, untuk apa? Namun, cinta seringkali melupakan logika, kan? Hingga terkadang membuat sulit membedakan mana yang baik dan benar, mana yang benar-benar membuat bahagia dan mana yang sebenarnya menyiksa. Cinta kadang bisa menghilangkan logika. Karena bagian dari cinta itu lah, Lanitra takut untuk jatuh cinta. Meskipun kedengarannya mudah, tapi jatuh cinta juga butuh keberanian. Karena cinta itu tidak hanya bisa membuat bahagia, tapi juga bisa menyakiti. Saat jatuh cinta, kalian juga harus siap menerima konsekuensi untuk patah hati, karena cinta dan patah hati itu satu paket, tidak akan pernah bisa dipisahkan. Lanitra sendiri pernah merasakan itu. Satu kali ia pernah sangat jatuh cinta pada seseorang yang juga pernah mencintainya sehingga mereka pun menjalin sebuah hubungan. Cukup lama hubungan tersebut bertahan, nyaris tiga tahun. Banyak yang sudah terlewati, terlebih lagi bahagia. Akan tetapi, bahagia itu tidak bertahan selamanya, berbeda dengan ekspektasi Lanitra. Hubungan mereka kandas dan Lanitra jadi pihak yang tersakiti, terkhianati, dan patah hati. And dealing with heartbreak was really hard. Lanitra ingat sekali bagaimana patah hati membuat dunianya seolah hancur berantakan dalam sekejap. Sesaat ia lupa bagaimana caranya bahagia dikarenakan sakit yang terus menggerogoti hati dan pikirannya. Entah sudah berapa banyak airmata yang dia keluarkan, berapa malam dirinya terjaga tanpa tidur, dan berapa kilogram berat badan yang menghilang dari tubuhnya. Patah hati sempat membuat Lanitra kehilangan jati diri. Ia tidak tahu harus bagaimana setelah ditinggalkan oleh orang yang dicintainya, tidak tahu harus menjalani kehidupannya seperti apa tanpa orang yang selama ini selalu menjadi sumber bahagianya. Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Lanitra untuk bisa menyembuhkan luka dari hatinya yang patah. Melupakan orang itu dan kenangan yang pernah mereka lalui sangatlah sulit. Tapi pada akhirnya, Lanitra berhasil. Lanitra bisa memulihkan hatinya dari luka dan bisa bahagia lagi meski tanpa kehadiran orang itu lagi. Hanya saja, setelahnya Lanitra memilih menutup hati. Ia tidak membiarkan dirinya jatuh cinta lagi untuk waktu yang lama karena takut hal yang sama akan terulang lagi. Meskipun terkadang iri melihat teman-temannya yang bahagia karena memiliki pasangan, tapi Lanitra lebih memilih menahan diri dan tidak terlibat dalam hubungan apapun selama beberapa waktu. Semata karena dirinya takut akan jatuh cinta dan patah hati lagi. Cukup sekali Lanitra patah hati hingga sangat hancur, ia tidak mau lagi. Namun, kini Lanitra memutuskan untuk memberanikan diri kembali jatuh cinta. Kali ini, Langit Dawana orangnya. Akan tetapi, ketika perasaan itu baru saja dimulai, keadaannya justru sudah seperti ini dan membuat Lanitra takut lagi. “Tapi gimana kalau aku sama dia udah nggak bisa sort things out lagi? Gimana kalau emang kami nggak cocok?” respon Sierra untuk perkataan Lanitra tadi. “Jangan ngomong gitu!” tegur Lanitra. “Kalian tuh cuma lagi jenuh aja, apalagi kalian lagi riweh sama persiapan pernikahan. Ini tuh cobaan, Si. Trust me, everything is gonna be alright.” “Really?” Lanitra mengangguk meyakinkan. “Coba deh pulang ini kamu bicara empat mata sama Hansel, ngomong sama dia kamu maunya dia gimana biar kamu nggak kesal, dan dia juga maunya kamu gimana. Cari jalan tengahnya dan coba untuk saling mengerti. Kamunya jangan gegabah karena masalah ini dan jadi salah ambil keputusan.” “Okay.” Sierra mengangguk, lalu memeluk Lanitra. “Aku bakal ngomong sama dia nanti. Thank you, Lani, you are the best.” “You’re welcome.”   “Kalau nanti kamu ada apa-apa sama Langit, jangan sungkan untuk cerita sama aku, oke? Aku juga mau jadi penasehat cinta kamu.” “Iya, tenang aja.” Lanitra benar-benar merasa bersalah setelah mengatakannya. Ia berbohong pada Sierra dan menyembunyikan masalahnya sendiri. *** Malam ini, sebelum tidur Lanitra kembali membuka ruang obrolan perpesanannya bersama Langit. Dilihatnya pesan-pesan yang telah dikirimkannya kepada laki-laki itu namun berakhir tidak terbaca bahkan tidak terkirim sama sekali. Lanitra menghela napas dalam. Sudah seminggu seperti ini. Harus berapa lama lagi ia menunggu sebuah balasan muncul? Bagaimana kalau tidak akan ada balasan lagi? Bagaimana kalau menurut Langit, dirinya tidaklah penting sehingga tidak pantas untuk mendapat sebuah kabar? Bagaimana kalau ternyata Langit tidak benar-benar menyukainya dan pergi untuk bersama dengan orang lain? Bagaimana kalau ciuman mereka waktu itu tidak berarti apa-apa baginya? Bagaimana? Suara di dalam kepala Lanitra bertanya-tanya. Namun, ia sama sekali tidak tahu apa jawaban atas semua pertanyaan itu. Hanya Langit yang tahu jawabannya, sementara Lanitra hanya bisa menebak-nebak. Dan Lanitra benci dengan tebakannya sendiri yang didominasi oleh hal-hal negatif. Ketidakpastian ini benar-benar menyiksa pikirannya. Dan untuk yang kesekian kalinya, malam ini Lanitra kembali mengetikkan sebuah pesan untuk Langit, tidak peduli kalau pesan itu akan berakhir sama dengan pesan-pesan sebelumnya. Lanitra Ellena : So, it's been seven days since you disappeared. Udah seminggu, Langit...dan seminggu itu lumayan lama kan? Aku khawatir sama kamu yang benar-benar nggak ada kabar. Bingung juga karena nggak tau kamu kemana. Kata anak-anak Cielo kamu keluar Jakarta, entah itu keluar kota atau negeri, nggak ada yang tau. Aku harap urusan kamu bisa segera selesai dan semoga kamu selalu baik-baik aja. Maaf kalau aku annoying setiap hari ngirimin kamu pesan, aku cuma khawatir Langit dan aku takut. Takut kalau dengan hilangnya kamu akan menghancurkan ekspektasi yang tanpa sadar udah aku bangun dalam hubungan kita yang belum jelas ini. Bagian yang terakhir itu, Lanitra tidak sanggup mengetikkannya pada pesan tersebut, dan hanya menyimpannya di dalam hati.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD