7. In Hiding Place

2849 Words
Pagi Lanitra hari ini diawali dengan sebuah kepanikan. Padahal ia baru bangun, belum mencuci muka, bahkan kesadarannya pun belum terkempul sepenuhnya ketika kepanikan itu datang karena ia mendapati salah satu unggahannya di akun i********: ramai oleh komentar-komentar dari pembacanya.  Unggahan tersebut merupakan foto cinammon cheesecake Cielo Cafe yang diunggah oleh Lanitra beberapa bulan yang lalu. Foto itu bukanlah unggahan terbaru Lanitra, bahkan bisa dibilang merupakan sebuah foto lama, namun komentarnya bertambah sebanyak hampir lima ratusan dalam semalam. Dan itu semua disebabkan oleh satu komentar dari salah satu akun pembaca Lanitra. Komentar yang mengawali semuanya dan menjadi penyebab dari kepanikan Lanitra sekarang. Baru tau ada kafe yang namanya Cielo di Jaksel. Semalam aku kesana dan pesan cinammon cheesecake, bentuknya persis kayak di foto Kak Lanitra ini. Well, apakah Cielo Cafe ini kafe yang jadi lahirnya inspirasi n****+ Cielo? Meskipun komentar tersebut diberikan pada unggahan foto lama di akun Lanitra, namun komentar tersebut sukses menarik perhatian yang lainnya. Ratusan tanggapan yang datang untuk komentar tersebut membahas tentang Cielo Cafe. Ada yang bertanya dimana lokasi spesifiknya, berencana akan mencari kafe tersebut dan akan langsung datang kesana esok hari, yang sudah sama-sama tahu tentang Cielo Cafe, dan ada pula yang bertanya-tanya apakah di antara mereka sudah melihat atau menerka siapa karyawan dari kafe tersebut yang berkemungkinan jadi inspirasi di balik n****+ Cielo. Membaca itu semua membuat kepala Lanitra pusing. Walaupun ia tahu kalau kemungkinan seperti ini memang bisa terjadi, namun tetap saja ia merasa tidak siap. Pikirnya rahasia tentang Cielo Cafe bisa disimpannya untuk waktu yang lama, namun rahasia itu hanya bertahan selama beberapa bulan saja.  Lanitra pun tidak bisa menyalahkan siapa-siapa karena memang kelalaiannya sendiri berperan disini. Kalau saja ia tidak mengunggah foto cinammon cheesecake itu dan kalau saja di setiap talkshow-nya ia tidak berkoar-koar tentang inspirasi sebenarnya di balik n****+ Cielo, pasti pembacanya tidak akan ada yang tahu tentang Cielo Cafe sekalipun mereka mendatangi kafe itu. Aduh sial, Lanitra jadi menyesali keputusannya sendiri. Dan Lanitra paling benci merasa menyesal begini. Yang terpikirkan pertama kali oleh Lanitra usai membaca semua komentar-komentar itu adalah menelepon Sierra. Namun, butuh beberapa kali panggilan hingga temannya itu menjawab. Lanitra tahu, Sierra bukanlah seorang morning person. Terlebih lagi hari ini weekend. Tapi terserah lah, Lanitra hanya ingin bicara dengan Sierra. "Lani, you must have a good reason for calling me so early and in the middle of my morning s*x like this, because I-damn Hansel, babe, that's good, ah-I-" perkataan pertama Sierra setelah menerima panggilan Lanitra terputus oleh suara desahan perempuan itu. Lanitra jadi menyesal karena telah mendengarnya. Ia jadi membayangkan apapun itu yang sedang dilakukan Sierra bersama kekasihnya, dan sungguh pikiran itu sangatlah menyebalkan. "Talk to you later. Bye." Lanitra pun memilih untuk mengakhiri telepon tersebut. Percuma juga bicara dengan Sierra jika perempuan itu sedang melakukan hal yang lain. Apa katanya tadi? Morning s*x? Gila. Disaat Lanitra sedang pusing, Sierra justru sedang bersenang-senang. Lanitra berdecak dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia melirik jam dinding di kamarnya yang masih menunjukkan pukul tujuh lewat sedikit, lalu memandang langit-langit kamarnya yang dicat putih guna berpikir. Beberapa menit kemudian, Lanitra kembali mengambil ponselnya. Kali ini ia menghubungi kontak Langit. Berbeda dengan Sierra yang cukup lama mengangkat panggilan Lanitra tadi, hanya butuh beberapa detik bagi Lanitra hingga Langit mengangkat panggilannya. "Halo, Lanitra?" Suara husky Langit menyambutnya ketika laki-laki itu menjawab. Sepertinya Langit baru bangun tidur dan suaranya...seksi.  Lanitra menampar pipinya sendiri karena salah fokus dengan suara serak Langit yang seperti itu. "Sorry, Langit. Aku bangunin kamu ya?" "It's okay." Langit terlebih dahulu berdeham sebelum bertanya, "Kenapa?" "Hari ini kamu jangan ke Cielo ya." "Kok gitu?" "Karena...Cielo bakal rame."   ***   Sebenarnya, dalam semua talkshow dimana Lanitra menjelaskan tentang inspirasi di balik n****+ Cielo, ia tidak pernah memberitau dengan pasti sebagai apa pekerjaan laki-laki yang menjadi inspirasinya di kafe itu. Jadi, para pembacanya yang penasaran tidak akan tahu pasti siapa pegawai kafe yang harus mereka lihat, apakah itu pelayan, juru masak, atau barista.  Namun, jika mereka sampai melihat Langit di Cielo Cafe, maka Lanitra yakin sekali kalau mereka akan langsung tahu. Karena apa? Dari seluruh pegawai yang ada di Cielo Cafe, Langit lah yang paling stand out di antara mereka. Baik itu dari segi penampilannya yang memang tidak pernah mengenakan seragam yang sama dengan pegawai biasa, maupun dari segi fisiknya yang good looking dan tidak akan cukup jika hanya dilihat dalam sekali lirik. Maka dari itu, Lanitra meminta Langit untuk tidak datang ke Cielo Cafe hari ini. Permintaan yang sesungguhnya sangat konyol. Kenapa juga Langit tidak boleh datang ke kafe miliknya sendiri? Langit pun bingung dengan permintaan Lanitra, sekaligus tidak bisa mengabulkannya karena hari ini ia tidak bisa meninggalkan kafe karena ada yang harus diurus olehnya secara langsung. Entah itu apa, Lanitra tidak terlalu mengerti meskipun tadi Langit sudah menjelaskannya. Kalau sudah begitu, mana mungkin Lanitra memaksa, kan? Maka dari itu, Lanitra lah yang memilih untuk mendatangi Cielo Cafe sekitar satu jam sebelum kafe itu buka. Ia berniat untuk menjelaskan dan memberitahu Langit tentang beberapa hal yang setidaknya bisa membuat wajah laki-laki itu tidak akan tersebar di media sosial para pembaca seorang Lanitra Ellena dan menjadi trending topic bagi mereka. "Good morning, Lanitra." Langit menyapa Lanitra ketika ia sampai.  Laki-laki itu terlihat setampan biasanya, tentu saja, meskipun hanya memakai setelan hariannya di Cielo Cafe berupa kemeja panjang yang digulung sampai siku. Kalau tahu Langit seperti ini, pasti para pembaca Lanitra akan menggila dan bisa-bisa Langit jadi viral. Lanitra jelas tidak mau itu. "Morning," balas Lanitra singkat. Ia menarik kursi di hadapan Langit. Kebetulan laki-laki itu sedang sarapan di salah satu meja yang ada di dekat jendela. "Udah sarapan?" Lanitra menggelengkan kepala. Ia tidak sempat sarapan tadi karena terlalu lama berpikir di dalam kamar mandi ketika ia berendam di bathtub. "Sarapan dulu," kata Langit. Ia menyodorkan semangkuk sereal yang telah disiram s**u kepada Lanitra. "Aku udah tebak kalau kamu belum sarapan, jadi udah aku siapin. Maaf ya cuma sereal aja." "Ih, Langit, aku cuma sebentar aja disini. Cuma mau jelasin beberapa hal ke kamu, habis itu pulang." "Jelasinnya sambil sarapan, Lani." Lanitra pun menurut. Sudah disiapkan Langit begini, mana mungkin diabaikannya saja. Ia terlebih dahulu memakan sesendok sereal sebelum mulai bicara. "Kayak yang aku bilang di telepon tadi, ratusan pembaca aku udah tau tentang Cielo. Dan beberapa di antara mereka katanya mau kesini hari ini." "Aku harus bilang makasih nggak?" "Kok makasih?" "Soalnya hari ini kafe aku bakal rame." Langit menjawab pertanyaan Lanitra. Dan ia tertawa kecil begitu melihat Lanitra langsung cemberut karenanya. "Bener kan? Kok kamu malah nggak suka?" "Emangnya kamu nggak masalah apa?" Langit menggelengkan kepala santai. "Aku kan udah bilang, nggak apa-apa. Lagipula, selama kamu belum konfirmasi langsung, asumsi mereka juga bakal tetap jadi asumsi." "Tapi kan, buktinya tuh udah jelas. Terus kalau mereka lihat kamu, kemungkinan besar mereka bakal langsung tahu kalau kamu orang yang aku maksud." "It's okay." "Jangan it's okay it's okay aja dong," protes Lanitra. "Muka kamu itu terancam tersebar ke media sosial tau nggak?" "Emangnya kenapa kalau gitu?" "Ya jangan lah, Langit. Nanti kamu viral." Langit tidak bisa menahan tawanya sendiri setelah Lanitra mengatakan itu.  "Kok malah ketawa sih? Aku serius tau!" "Iya, iya, serius." Langit menahan tawanya sendiri. "Sekarang habisin dulu sarapan kamu." Lanitra terlebih dahulu mendengus sebelum lanjut memakan serealnya. Jujur, ia sedikit sebal dengan Langit yang terkesan sangat santai dan biasa-biasa saja menanggapi kabar tentang keberadaan Cielo Cafe yang tersebar di antara pembaca dan penggemar Lanitra. Padahal, Lanitra sudah sangat panik sampai datang kesini pagi-pagi untuk memastikan agar Langit bisa berhati-hati. "Sorry, Lani, ada remahan sereal." Di tengah kegiatan makan mereka, tiba-tiba saja Langit mencondongkan tubuh untuk mengusap sudut bibir Lanitra dan mengambil remahan sereal yang dimaksud olehnya. Lanitra dibuat cukup kaget dengan gestur tiba-tiba Langit itu. Jantungnya bahkan terasa hampir mau copot akibat terkejut ketika ibu jari Langit menyentuh sudut bibirnya. Tapi tidak sampai disitu, Langit justru dengan santainya memakan remahan sereal yang diambilnya dari sudut bibir Lanitra sebelum lanjut memakan sereal miliknya sendiri. Okay??? What was that??! Pikiran Lanitra langsung blank sementara jantungnya sudah berdebar lebih kencang. Memang ya, selama dua bulan berteman dengan Langit, jantung Lanitra jadi tidak sehat karena sering terkejut dengan tindakan-tindakan yang dilakukan laki-laki itu. Tapi, memangnya kalau teman melakukan yang seperti tadi ya? Itu kan adegan yang sering dilihat Lanitra di film-film romansa. "Lani?" Pikiran Lanitra baru kembali ketika Langit memanggil namanya. "Ya?" Langit sudah selesai dengan sarapannya. Ia bertopang dagu, menatap Lanitra lurus, "Jadi aku harus gimana?" "Gimana apanya?" Tawa Langit terdengar lagi. Kali ini laki-laki itu mengusap kepala Lanitra lembut. "Kamu tuh kenapa gemas banget?" Ujarnya. "Gimana biar aku nggak viral, Lanitra." "Oh...iya." Lanitra mengangguk. Tadi sempat blank lagi ketika Langit mengusap kepalanya. Gila ya, yang diusap kepala tapi yang tersentuh justru hatinya. Setelah diam-diam menenangkan diri, Lanitra mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkan benda tersebut kepada Langit. "Nih, pake." Langit menerima benda yang disodorkan oleh Lanitra. Sebelah alisnya terangkat sementara bibirnya menahan senyum geli. "Masker?" Lanitra mengangguk. "Biar gantengnya ketutupan jadi kamu nggak terlalu stand out di depan orang-orang." "Yaudah, demi kamu, nanti aku pake." "Beneran ya?" "Iya, Lanitra Ellena." Senyum Lanitra akhirnya terbit, senang karena Langit mau menuruti permintaannya yang bisa dibilang cukup annoying. "Yaudah, sekarang aku pulang ya? Keburu salah satu dari mereka ada yang datang." "Sarapan kamu habisin dulu. Baru juga dimakan sedikit." "Iya, Langit Dawana."  Mengabulkan permintaan Langit, Lanitra pun menghabiskan sereal di dalam mangkuknya. Bertepatan dengan Lanitra yang selesai dengan sarapannya, sebuah mobil hitam masuk ke halaman parkir Cielo Cafe dan parkir tepat di depan jendela tempat Lanitra dan Langit duduk.  Lanitra tanpa sengaja melihat ke arah mobil itu ketika sang pemilik mobil turun. Dan otomatis Lanitra langsung membuang muka ketika mengenali wajah familiar perempuan yang keluar dari mobil tersebut. Ia terkejut karena mengenali wajah perempuan itu sebagai salah satu penggemarnya yang sering hadir di meet and greet promosi novelnya sampai-sampai Lanitra hapal. Kalau begini, artinya sudah terlambat bagi Lanitra untuk kabur. Jika pulang sekarang, Lanitra harus melewati perempuan itu untuk sampai ke mobilnya. Dan yang lebih buruk lagi, mobil mereka terparkir bersebelahan. Kalau sampai Lanitra terlihat olehnya, secara tidak langsung kehadirannya di Cielo Cafe bisa menjadi sebuah konfirmasi. Aduh, Lanitra jadi menyesal bawa mobil kesini. Kalau tahu begini, mending dia jalan kaki! Sekarang, Lanitra hanya bisa menatap memelas pada Langit dan berkata, "Aku harus sembunyi sekarang."   ***   Ketika tadi Lanitra memberitahu Langit bahwa dirinya harus bersembunyi, laki-laki itu langsung membawa Lanitra masuk ke ruangan staff yang selama ini hanya bisa dilihat Lanitra pintu depannya saja. Dan ternyata, di dalam ruangam staff itu masih ada ruangan lagi khusus untuk Langit yang merupakan pemilik dan pemegang kuasa tertinggi di Cielo Cafe. Ruangan itu tidak terlalu luas. Isinya hanya ada seperangkat meja kerja, rak buku, dan sofa panjang. Namun, ruangan tersebut cukup nyaman untuk dijadikan tempat persembunyian bagi Lanitra hingga berjam-jam ke depan. Lanitra sendiri harus terjebak disana dan tidak bisa pulang. Karena sejak penggemar pertamanya tiba sangat cepat di Cielo Cafe, bahkan sebelum jam operasionalnya, semakin lama Lanitra menunggu dan bersembunyi, yang datang justru semakin banyak. Itu artinya, Lanitra semakin tidak bisa keluar sampai mereka semua pulang. Jika dirinya nekat keluar, yang ada mereka akan semakin heboh karena melihat Lanitra keluar dari ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh pegawai Cielo. Sudah beberapa jam Lanitra terjebak di ruangan ini sendirian. Sementara Langit tidak bisa menemaninya karena ada yang harus diurus. Quality check stok bahan makanan yang masuk katanya atau apalah itu Lanitra tidak mengerti. Tapi memang kata Langit, ia mengurusi sendiri hal-hal seperti itu meskipun punya beberapa pegawai yang juga bisa melakukannya. Dan tidak lupa juga, Langit mengenakan masker guna menutupi separuh wajahnya, sesuai dengan permintaan Lanitra sebelumnya. Sendirian di ruang itu, tidak ada yang bisa dilakukan Lanitra kecuali memainkan ponsel dan tiduran di sofa. Ia sempat berkeliling melihat-lihat ke sekitar ruangan, namun tidak ada hal menarik disana. Meja kerja Langit hanya berisi dokumen-dokumen, sementara rak bukunya berisi buku-buku tentang bisnis. Di ruangan itu pun tidak ada foto Langit atau keluarganya yang biasanya dipajang orang-orang di meja kerja. Mungkin karena Langit bilang ia sendiri hanya menggunakan ruang itu untuk istirahat, meja kerjanya yang asli ada di rumah. Langit baru masuk lagi ke dalam ruangan sekitar pukul satu siang. Laki-laki itu membawa nampan berisi makanan dan minuman ketika masuk. Lanitra yang hampir ketiduran di sofa panjang tempatnya merebahkan diri selama beberapa jam ini pun segera mendudukkan diri begitu Langit masuk. "Lapar nggak?" Langit bertanya setelah ia menaruh nampan yang dipegangnya tadi ke atas meja di depan sofa dan ia duduk di samping Lanitra. Kepala Lanitra terangguk. Jujur ia memang lapar karena memang sudah beberapa jam berlalu dan juga ini sudah masuk jam makan siang, jadi wajar saja. Langit melepas masker dari wajahnya terlebih dahulu sebelum bicara lagi. "Yuk, makan." Lanitra melirik seloyang pizza yang dibawa Langit, lalu berganti memandang laki-laki itu.  "Kamu tuh nggak rugi apa setiap aku kesini dikasih makan mulu? Giliran aku mau bayar, kamu nggak pernah mau. Uang kamu udah banyak banget ya emangnya?" Langit hanya menyunggingkan senyum simpul dan tidak menjawab perkataan Lanitra itu. Ia justru mengambil satu slice pizza dari loyang, lalu menyuapkannya ke mulut Lanitra. "Eh, aku bisa sendiri. Thank you." Lanitra mengambil pizza tersebut dan mulai makan, daripa disuap Langit dan hanya membuatnya tersipu. "Kamu juga makan dong." "Iya, nanti." Langit memilih untuk bersandar pada sandaran sofa dan memerhatikan Lanitra yang sedang mengunyah pizza. "Wanna make sure you eat well first," gumamnya. Tapi Lanitra tidak mendengar gumaman Langit itu karena sedang fokus makan. Setelah setengah pizza-nya habis, ia baru menoleh pada Langit lagi. "Di luar masih rame?" Langit mengangguk. "Makin rame," katanya. "Fans kamu banyak ya, Lani." "Yang banyak itu fans-nya kamu, kan kamu Cielo yang bikin mereka penasaran." "Tapi kan mereka nggak tau aku, soalnya udah kamu kasih masker." "Bagus deh kalau gitu." Lanitra menghela napas lega. "Beneran nggak ada yang curiga sama kamu kan? Jayak ngelihatin atau foto-fotoin gitu?" Langit menggeleng. "Tapi kayaknya yang dicurigain justru Reno, barista Cielo. Banyak yang ngelihatin dia terus foto-fotoin diam-diam kayak kata kamu, bahkan sampai ada yang berani nanyain nama dia." Lanitra berpikir sebentar mencoba mengingat wajah Reno yang dimaksud. Ketika sudah terbayang, ia mengangguk paham dan meringis. Reno memang cukup tampan jadi wajar saja kalau ia menjadi korban kesalahpahaman. Tapi di mata Lanitra, tetap Langit yang paling tampan.  "Kamu betulan mau disini sampai Cielo tutup?" Tanya Langit. Lanitra mengedikkan bahu. "Mau gimana lagi," katanya. "Kalau aku keluar yang ada malah jadi fan meeting dadakan." "Yaudah kalau gitu. Aku temenin kamu disini, toh kerjaan aku juga udah selesai." "Tapi kamu makan juga, masa daritadi aku sendirian." "Iya." Beberapa menit setelahnya mereka habiskan dengan makan siang bersama, menikmati pizza bertabur banyak keju mozzarella yang dibawa Langit tadi. Seperti biasa, makanan dari Cielo Cafe tidak ada yang tidak enak. Bahkan, Lanitra tidak heran jika pizza tersebut buatan Langit sendiri. Sebab, keahlian Langit memasak sudah tidak perlu diragukan lagi. Usai menghabiskan seloyang pizza, keduanya sama-sama kekenyangan dan duduk bersandar di sofa. Lanitra tidak terlalu sadar kalau posisi duduknya dan Langit benar-benar dekat, bahkan tidak ada sekat antara bahu mereka. Dan Lanitra bahkan nyaris menyandarkan kepala di bahu Langit. Ini adalah posisi terdekat mereka setelah mereka saling kenal. Lanitra baru sadar dengan posisi mereka yang sangat dekat ketika ia menarik napas dan samar-samar hidungnya mencium aroma manis cedar dan rosewood. Ketika menoleh ke samping, Lanitra langsung dihadapkan oleh leher Langit. Aroma tadi menguar dari sana. Lanitra menelan ludah dan buru-buru mengalihkan pandangan. Tubuhnya seketika kaku menyadari betapa dirinya dan Langit sangat dekat. Ingin rasanya ia mengambil sedikit jarak, namun terlalu salah tingkah bahkan untuk sekedar menggeser tubuh barang sejengkal. "Aku udah selesai baca semua buku yang kita beli di Sinar Mentari waktu itu." Langit berujar setelah cukup lama mereka saling diam karena habis kekenyangan.  Mau tidak mau Lanitra mendongakkan kepala untuk melihat lawan bicaranya. Dan seketika ia sedikit menyesali keputusan itu karena wajah Langit terlihat sangat dekat.  "Kamu bilang kamu kasih aku hadiah kalau aku udah selesai baca semua bukunya," lanjut Langit. "Kamu mau hadiah apa?" "Apapun boleh?" "Asal nggak aneh-aneh." "Go on a date with me tomorrow then." Adalah jawaban Langit. Laki-laki itu mengatakannya dengan cepat, tanpa keraguan sama sekali. Ia menatap Lanitra dalam, sampai-sampai Lanitra merasa bisa tenggelam dalam tatapan sepasang mata gelap Langit itu. "Date?" Tanya Lanitra yang tidak menyangka. Ia takut salah dengar atau takut Langit salah bicara sehinga ia ingin memastikannya. "Yes." Langit mengangguk mantap. Dan apa yang dikatakan Langit selanjutnya benar-benar membuat Lanitra kehilangan kata-kata. "I like you, Lanitra. And that's why I wanna go out with you not only as your friend. Or not only as someone who adores your masterpiece. So, will you go on a date with me as a man and a woman?" Lanitra terlalu speechless sehingga otaknya tidak mampu memproses satu kata pun untuk membalas pernyataan suka dari Langit. Ini semua terlalu tiba-tiba dan tidak disangka, meskipun selama ini Lanitra memang merasa kalau perasaannya terhadap Langit tidaklah bertepuk sebelah tangan. Tiba-tiba saja Lanitra teringat sesuatu yang pernah dikatakan oleh Sierra padanya, "Sometimes it's okay for girls to start a first move. Either it's for a spank or just a mere lip-locking." Dan karena perkataan Sierra yang terngiang di dalam kepalanya, entah darimana Lanitra jadi memiliki sebuah keberanian untuk mencondongkan wajahnya ke arah wajah Langit dan menempelkan bibir mereka dalam satu ciuman singkat. I like you too. Yes, I wanna go on a date with you. Itu yang ingin disampaikan Lanitra kepada Langit lewat ciumannya. Lanitra rasa Langit mengerti, sebab ada senyum yang sudah terukir di bibir laki-laki itu ketika ia menarik diri. "So, it's a yes?" Tanya Langit.  Hanya anggukan kepala dan sebuah senyuman malu-malu yang diberikan Lanitra sebagai balasan. Setelahnya, Langit meraih tengkuk Lanitra guna mendekatkan kembali wajah mereka dan mencium bibir Lanitra lagi. Langit mencium Lanitra dengan lembut dan dalam, menyebabkan sensasi ratusan kupu-kupu berterbangan di dalam perut Lanitra karena ciuman itu. He is so sweet, pikir Lanitra. And also a good kisser. Padahal ini bukan ciuman pertama Lanitra, tapi bersama Langit rasanya ia seperti mengalami sebuah ciuman pertama lagi. Seketika Lanitra lupa akan banyak hal. Lupa kalau dirinya sedang bersembunyi, lupa bahwa di luar sana ada banyak orang yang penasaran dengan Langit, dan juga lupa pada prinsipnya yang tidak ingin mengekspektasikan apa-apa dalam hubungannya bersama laki-laki ini. Namun yang ada di pikiran Lanitra sekarang hanyalah Langit, Langit, dan Langit.  Hingga pada satu titik Lanitra tersadar, ia telah jatuh cinta pada Langit Dawana.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD