Chapter 2 : Hewan Gaib

1324 Words
Karel dan Vilas berjalan keluar dari gua setelah beberapa jam. Tampak matahari sudah bersinar terang dan memancarkan sinar yang hangat bagi mereka. Vilas menarik napas panjang, menikmati segarnya udara pagi. Sementara itu, Karel terlihat datar tanpa ekspresi. Menghela napas berat, Karel memandangi Vilas dengan tatapan kosong. Tentu saja, Vilas mengabaikan, seolah tidak ingin peduli pada anak laki-laki itu. Sebenarnya saat ini Karel sedikit terganggu karena sesuatu hal, tetapi sebisa mungkin ia melupakannya. Meski demikian, keterkejutannya belum juga hilang sepenuhnya. Kala itu, di dalam gua, Karel mendapatkan kejutan. *** Beberapa jam lalu, Karel sedang murung di sebelah Vilas. Ia terlihat kehilangan semangat hidup, bahkan tujuan pun tak ada. Saat sinar lentera menerangi genangan air yang cukup luas itu, Karel mencoba melihat wajahnya sendiri. Sesaat Karel menatap wajahnya sendiri, tetapi kemudian ia mundur karena terkejut. Vilas juga ikut tersentak melihat tindakan Karel itu, dengan heran dia bertanya, “Kau kenapa, Karel?” “Ra ... rambutku.” Karel mengacak-acak rambutnya, mencoba menepis ingatan tentang itu. “Ada apa dengan rambutmu?” tanya Vilas, bingung mendengar ucapan Karel. “Rambutku berwarna merah, padahal aku tidak pernah mengecatnya ....” “Bukankah itu hal biasa? Warna rambut memang selalu berbeda untuk setiap orang, dan warna rambutmu merah. Apakah ada masalah dengan itu?” Seketika Karel menjadi bungkam, ketika mengamati Vilas sekali lagi, ia akhirnya sadar kalau pria itu memiliki rambut berwarna biru. Namun, tetap saja mengherankan bagi Karel tentang bagaimana rambutnya bisa berubah warna tanpa perlu dicat terlebih dahulu. “Dengan Energi Magis di dalam tubuh, warna rambut seseorang bisa berubah.” Tiba-tiba Vilas menjeda kalimatnya. “Tapi, ada sebagian orang yang sudah tidak memiliki Energi Magis itu, mereka disebut Non Kultivator. Sedangkan kita yang memilikinya disebut Kultivator.” “Kultivator?” Sejenak Karel menjadi bingung. “Maksudmu alat mengolah sawah?” Dengan polosnya kalimat itu terlontar dari mulut anak laki-laki itu. “Bukan!” Vilas memalingkan pandangan ke arah lain. “Kultivator adalah seseorang yang melakukan Kultivasi atau Pelatihan Tubuh.” “Bagitu ya ....” Akhirnya Karel mengerti maksud Vilas. Akan tetapi, tetap saja mengherankan baginya, karena ia belum pernah melakukan Kultivasi sebelumnya. Bahkan, tentang Energi Magis saja baru sekarang ia tahu. *** Kini Karel dan Vilas berjalan di antara pepohonan. Tempat ini sungguh asing bagi Karel, berapa kali pun mengingat-ingat, tetap saja ia tak pernah tahu tentang hutan rimbun ini. Dalam perjalanan, hanya suara langkah kaki yang terdengar. Embusan angin terus menerpa tubuh mereka, tetapi itu bukanlah pengganggu bagi keduanya. Setelah berjalan cukup lama, sampailah mereka di tepian sungai. Di sini Vilas mengeluarkan pedang dari balik jubah hitamnya. Tentu Karel terkejut melihatnya, karena ia benar-benar tidak menyangka kalau Vilas akan membawa benda berbahaya seperti itu. “Untuk apa pedang itu?” tanya Karel, sedikit gemetar. “Hm ....” Vilas memalingkan pandangan pada Karel. Tatapannya terlihat tidak biasa di mata Karel. Meski begitu, anak laki-laki itu hanya bergeming. “Untuk memotong beberapa kayu, memangnya kenapa?” “Tidak.” Sebenarnya Karel merasa aneh karena belum terbiasa melihat seseorang membawa senjata saat dalam perjalanan. Namun, karena Daratan Api ini masih asing baginya, maka ia berusaha memaklumi semua keanehan di sini. “Kau tunggulah di sana.” Vilas menunjuk sebatang pohon besar di dekat mereka. Karel mengangguk. “Baiklah.” Setelah Karel duduk di bawah pohon, Vilas segera pergi ke dalam hutan lagi. Waktu berlalu begitu lambat bagi Karel, perutnya sekarang sudah membuat suara seperti dengkuran ayam. Selama beberapa saat, anak itu melirik sekitar, tidak terlihat tanda-tanda kehadiran Vilas oleh matanya. Bukannya risau atau panik, ia malah membenamkan wajahnya di antara kaki. Akhirnya Vilas datang sambil membawa beberapa potong kayu, Karel menegakkan kepala melirik pria itu membuat tumpukan kayu untuk dijadikan perapian. Menggunakan pedang di tangan, Vilas memotong kayu-kayu bawaannya. Sepertinya dia tidak terlalu peduli dengan pedangnya sendiri. “Kenapa kau menggunakan pedang untuk memotong kayu?” tanya Karel, heran melihat tindakan Vilas. “Benda ini tidak lebih dari sekedar benda tajam. Jadi, apa salahnya kalau kugunakan untuk memotong kayu?” jawab Vilas, tak acuh. Karel menggangguk, kemudian melontarkan pertanyaan lain. “Bukankah benda itu digunakan untuk bertarung?” “Haha, menggunakannya sebagai alat memotong tubuh manusia hanya akan membuatnya berkarat karena terkena darah.” Keduanya kini tidak melanjutkan perbincangan, Karel hanya diam melirik Vilas, sementara Vilas masih terus memotong kayu. Karel yang tadinya begitu kosong dan hampa, sekarang mulai membuka hati. Memang benar kemarahan di dalam hatinya masih belum padam, tetapi ke mana ia harus melampiaskannya? Usai membuat api, Vilas langsung berenang masuk ke dalam sungai yang cukup dalam, mencari beberapa ikan. Tak lama kemudian, dia kembali sambil membawa pedang yang menusuk lima ekor ikan. Segera dia membersihkan ikan tersebut lalu membakarnya sebagai menu makan pagi mereka. Ketika makan, Karel hanya diam, tak mau bertanya apa pun kepada Vilas. Sama halnya dengan Karel, Vilas juga tetap diam tanpa mengungkit masa lalu Karel. Setelah makan pagi, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Ketika sudah berada cukup jauh di dalam hutan, suara geraman dari beberapa hewan terdengar oleh mereka. Vilas seketika menghentikan langkah, sementara Karel menempel di belakang pria itu. “Hati-hati, Karel. Sepertinya mereka sedang mengincar kita,” kata Vilas sembari mengeluarkan pedang. “Em.” Karel hanya mengangguk perlahan. Berjalan dengan waspada, Vilas terus melirik ke sekitar memastikan tidak ada bahaya. Ketegangan sungguh terasa tatkala suara geraman tadi terdengar kian dekat dengan mereka. Karel masih memasang wajah datar, tidak takut maupun gentar menghadapi semua ini. Mendadak, seekor hewan besar menerjang dari depan. Sontak Vilas mengayunkan pedangnya menahan terjangan hewan tersebut hingga terpental ke belakang. Mereka berdua berhenti bergerak, hewan yang mirip dengan kucing besar berwarna kuning dan loreng hitam itu berputar mengitari Vilas juga Karel. Matanya berbeda dari kebanyakan kucing besar, Karel sedikit terheran saat melihat kalau mata hewan itu berwarna merah serta terlihat seperti terbakar. Namun, tetap saja Karel hanya bergeming, semangatnya untuk bertahan hidup telah lenyap ditelan kehampaan dalam hatinya. “Karel, tetaplah di belakangku,” bisik Vilas. Karel mengangguk, tak terlalu peduli pada perkataan Vilas itu. Ternyata, masalah baru saja dimulai. Kucing besar lainnya ikut berdatangan mengitari mereka berdua. Vilas sudah mengira ini akan terjadi, tetapi tidak tahu harus bagaimana harus bertindak sambil melindungi Karel. Sekitar lima ekor kucing besar, itulah yang mengitari keduanya sekarang. Akan tetapi, Karel segera menyadari sesuatu hal sekarang. Suhu tubuh Vilas menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, ini membuat Karel ingin menjaga jarak, tetapi kalau ia melakukan itu, para kucing besar pasti akan mengejarnya. “Vilas, kau akan melakukan apa?” Karel sudah melepaskan tangannya dari jubah Vilas. “Biar aku tunjukkan padamu tentang kekuatan seorang Kultivator tahap Gold tingkat 2, Karel.” “Tahap Gold? Apa itu? Aku tidak mengerti.” Sepertinya Karel tidak terlalu tertarik mendengar ucapan Vilas. “Growl!” Salah satu kucing besar menerjang dari arah samping. Tidak terkejut akan hal tersebut, seketika Vilas menebaskan pedangnya ke arah hewan itu, dan sebuah garis setengah lingkaran berwarna biru muncul dari sana lalu membelah si hewan. Walau ditunjukkan hal menarik, Karel masih diam tanpa menunjukkan reaksi apa pun. “Itulah kekuatan seorang Kultivator, Karel,” kata Vilas penuh rasa bangga. “Oh.” Vilas hanya bisa terdiam saat mendengar jawaban singkat serta tanpa rasa tertarik sedikit pun dari Karel. Pria itu menghela napas kemudian memalingkan pandangan ke sekitar melirik empat kucing besar lainnya yang masih menunggu. “Sebenarnya mahkluk apa mereka ini?” Karel menunjuk hewan di hadapannya. “Mereka adalah Kucing Api. Salah satu dari Hewan Gaib tingkat 5.” “Kucing api? Jadi bukan harimau ya?” “Harimau adalah salah satu Hewan Gaib tingkat 10. Cukup sulit untuk menemukannya.” Saat ini Karel mendapatkan satu pengetahuan baru, bahwasannya kucing besar di hadapannya yang awalnya ia kenal sebagai harimau, kini disebut kucing. Serendah itukah harimau di dunianya dulu dengan harimau di Daratan Api ini? Dalam waktu bersamaan, empat kucing besar tadi melompat ke arah Vilas dan Karel. Namun, Vilas tetap tenang lalu menebaskan pedangnya ke segala arah, memunculkan garis biru setengah lingkaran yang bisa memotong hewan-hewan tersebut. “Fiuh ....” Vilas menghela napas lega sembari menyarungkan pedangnya. “Ayo kita pergi ke Klan Taira, Karel.” “Tunggu.” Saat Vilas hendak berjalan pergi, Karel malah menarik jubah pria itu sambil menunjuk ke depan. “Ada satu kucing besar lagi.” “Hah? Masih a ....” Ucapan Vilas langsung terhenti saat melihat seekor harimau bertubuh besar setinggi pohon dan berbulu merah. Tangan pria tersebut langsung menarik Karel kemudian berlari sekuat tenaga. “Lari! Itu adalah Harimau Api!” Dengan panik Vilas mengangkat Karel di punggungnya saat berlari tunggang langgang menerobos segala medan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD