"Nona, Anda akan pergi ke mana?"
Agatha memasang raut wajah jengah tatkala mendengar pertanyaan itu. Diliriknya sosok Jayden yang sedang berdiri di depan pintu kamar dengan sikap siap-nya. Pria itu adalah pengawal pribadi yang 1 bulan yang lalu melamar pekerjaannya disini. Jayden seolah menjadi polisi siaga bagi Agatha karena selalu mengikuti kemana pun ia pergi. Umurnya masih terbilang sangat muda, jauh dibawahnya sekitar 5 tahun. Saat ini Jayden juga masih menyelesaikan pendidikannya di Universitas negeri dengan beasiswa.
"Aku ingin pergi bersama teman-temanku. Kau tunggu saja di rumah dan jangan sampai Papa tahu kalau aku keluar rumah," sahut Agatha dengan sikap acuhnya, memilih langsung bergegas pergi begitu saja dari hadapan Jayden.
"Nona, saya harus ikut." Bukan Jayden namanya kalau semudah itu membiarkan Agatha pergi. "Saya disini dibayar untuk menjaga, Anda. Bagaimana kalau nanti ada orang yang ingin bertindak jahat sama Nona Agatha?" Jayden mengungkap kekhawatirannya.
"Jay, malam ini aja please. Aku tuh pengen bebas, janji nggak macem-macem kok. Jam 10 nanti aku pulang. Pokoknya kau cukup jaga rahasia ini dari Papaku," tukas Agatha benar-benar sangat memohon pada pria itu.
"Tapi Nona–"
"Aku akan memberikanmu bonus besok. Pokoknya kau diam di rumah. Jangan mengikutiku!" Agatha mulai kehilangan kesabarannya, dengan sedikit kasar ia mendorong bahu Jayden lalu ngeloyor pergi begitu saja.
"Nona!" Jayden mendesah lelah, anak bosnya itu benar-benar sangat susah sekali dinasehati. "Wanita memang tidak pernah mau dinasehati, kalau ada apa-apa nanti aku juga yang disalahkan. Benar-benar merepotkan," gerutu Jayden.
***
"Chressss, bersulang untuk 27 tahun hidup di dunia, Agatha Pricilla!"
"Malam ini kau harus minum, nggak seru ah kalau yang ulang tahun nggak minum." Celetukan dari Mia terdengar disamping Agatha. Wanita itu sudah menyiapkan minuman untuk Agatha di sebuah gelas.
"Aku nggak biasa minum kayak gini, Mia. Kalian aja yang minum, aku harus secepatnya pulang nih, Hendrik bisa marah kalau dia tahu jam segini aku masih diluar," tolak Agatha.
Hendrik adalah kekasih Agatha yang sudah 2 tahun terakhir menjalin hubungan dengannya. Pria itu cukup posesif kepada Agatha dan tidak akan membiarkan Agatha terbawa arus pertemanan yang menyesatkan. Hendrik selalu menjaga Agatha dengan sangat baik. Bahkan mereka berencana menikah bulan depan, setelah Agatha menyelesaikan proyek terbarunya.
"Nurut banget sih jadi cewek, udah minum aja. Kita nggak temenan lagi nih kalau lo nggak minum," ancam Salsa–salah satu teman baik Agatha yang turut datang di sana.
"Enggak, Sa. Aku nggak bisa."
"Pokoknya harus minum, ayo dikit aja udah. Rugi dong umur tambah tapi masih nggak berani," desak Mia.
Karena terus didesak oleh teman-temannya, Agatha mau minum untuk pertama kalinya. Seumur hidup ia benar-benar baru pertama kali minum alkohol saat ini.
"Nah gitu dong, gimana rasanya? Enak 'kan? Ayo tambah lagi." Salsa kembali menuangkan minuman ke dalam gelas.
"Cukup, Sa. Rasanya aneh." Agatha mengangkat tangannya, kerongkongannya seperti tidak menerima rasa minuman itu.
"Udahlah dikit aja, ayo." Salsa memberikan Agatha minuman lagi meksipun wanita itu menolak. Ia tak segan memaksa Agatha untuk meminumnya hingga mengundang tawa teman-temannya yang lain.
Hal itu juga terus terulang, tak peduli Agatha kewalahan, Salsa terus mencekokinya minum sampai wanita itu benar-benar tak sanggup hingga terbatuk-batuk.
"Uhuk, uhuk. Udah cukup!" Agatha menggelengkan kepalanya berkali-kali, benar-benar tak sanggup jika harus minum lagi.
"Pestanya belum selesai, Agatha. Ayo minum lagi." Salsa berusaha menahan Agatha tapi wanita itu menolaknya.
"Aku mau pulang, pusing." Agatha bangkit dari duduknya. Rasa pusing dan mual mulai terasa membuat ia tak betah untuk berlama-lama di tempat itu.
"Ah nggak asik lo."
Teman-teman Agatha terdengar masih memanggil- manggil namanya tapi wanita itu tidak menggubrisnya. Ia berjalan sempoyongan keluar dari club' menuju ke area mobilnya dengan rasa pusing yang kian menjadi-jadi. Agatha berhenti sejenak, merasa pandangannya mulai buram.
"Pusing," lirihnya sambil berpegangan pada tembok di sampingnya.
Agatha mencoba melanjutkan langkahnya, tapi kepalanya benar-benar tak sanggup. Terlalu pusing dan mual membuat tubuhnya terasa sangat lemas. Ia masih berusaha untuk berjalan lebih jauh, namun saat ia kembali melangkah, tiba-tiba saja tangannya ditarik kasar oleh seseorang dari belakang.
Agatha kaget pastinya, mencoba melihat siapa orang itu. Sayangnya orang itu tidak memberinya kesempatan, bibirnya langsung dicium dengan panas dan tubuhnya ditarik menuju ke sebuah ruangan karaoke.
"Lepas! Siapa kamu!" teriak Agatha panik.
"Diam wanita mu rahan! Kau harus membayar mahal atas perbuatanmu ini!" bentak pria itu terlihat penuh amarah yang menggebu-gebu. Dirinya tak segan langsung mencium bibir mungil Agatha dengan ganas dan liar.
Agatha semakin terkejut, berusaha keras menghindari ciuman dari pria itu. Ia berontak sekuat tenaga, dengan memukul dan menendang membabi buta. Kondisi ruangan yang remang membuat ia sangat kesusahan untuk melihat wajah pria yang menyerangnya ini. Agatha hanya bisa merasakan jika pria yang bersamanya ini memiliki tubuh tinggi dan sangat kekar. Berulang kali ia mencoba merobohkan pria itu, tapi semuanya hanya sia-sia saja. Yang ada ia justru yang kehabisan tenaga.
"Tolong! Lepaskan aku! Papa, arghhhhhh!" Agatha menangis histeris saat bajunya di robek oleh pria itu.
Kedua tangan Agatha dikunci diatas kepala dan tubuhnya diciumi dengan penuh nafsu. Agatha menangis dan menjerit sekuat tenaga, benar-benar berusaha untuk mempertahankan dirinya. Namun, semuanya hanya sia-sia karena pria itu akhirnya berhasil merenggut satu-satunya miliknya yang berharga.
"Sakit ... aku mohon berhenti," lirih Agatha disela-sela tangisnya yang menyayat. Rasa perih begitu terasa di sekujur tubuhnya hingga ia tak mampu untuk membuka matanya lebih lama. Beberapa kali ia memukul dan menggigit pria itu agar berhenti, tapi semakin ia berontak, semakin beringas pria itu menyentuhnya.
Agatha hanya bisa pasrah tubuhnya digagahi begitu liar oleh orang yang tidak dikenal hingga ia tak sadarkan diri.
***
"Agatha!"
Agatha terbangun saat mendengar suara yang begitu berisik di sekitarnya. Wanita itu membuka matanya dan lamat-lamat melihat beberapa orang yang mengerumuninya. Ia mencoba untuk bangun, tapi tubuhnya seperti remuk dan nyeri semua. Ia memperhatikan lagi, beberapa orang yang ada di sana, termasuk Hendrik kekasihnya.
"Hen?" panggilnya dengan suara lirih, belum menyadari apa yang sebenernya terjadi padanya.
Agatha mulai sadar, ia menatap sekelilingnya yang sangat berantakan. Bajunya yang semalam teronggok begitu saja di lantai dengan beberapa botol minuman yang berserakan. Agatha memberanikan dirinya untuk menunduk, melihat kondisi dirinya yang hanya ditutupi selembar kemeja putih.
Air mata itu tumpah begitu saja membahasi pipinya yang putih. Ia mengingat apa yang terjadi semalam, mengingatnya dengan sangat jelas hingga tubuhnya bergetar hebat. Beberapa kali ia memejamkan matanya, berusaha untuk menolak jika ini semua kenyataan. Tapi rasa sakit di daerah intinya sudah menjawab semuanya.
"Aku sudah ternoda," batinnya menjerit.
"Agatha, aku sudah menghubungi pengawalmu. Kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya Mia sembari menyerahkan paper bag kepada Agatha. Salsa yang berada di sana tidak sanggup untuk bertanya, ia hanya diam dengan pandangan syok.
Agatha tidak bisa mendengar apa pun, semuanya benar-benar kacau. Ia menangis, meratapi kebodohannya sendiri karena membiarkan tubuhnya dijamah oleh pria asing dan membiarkan kesuciannya terenggut begitu saja. Benar-benar sangat menyesal dan tidak tahu harus melakukan apa.
Salsa dan Mia keluar dari ruangan itu, meninggalkan Agatha dan Hendrik yang sejak tadi hanya bisa berdiri dengan pasangan kosong.
"Hen." Agatha memberanikan diri memanggil nama pria itu. Berharap masih ada uluran tangan yang akan menguatkannya. Pelukan hangat yang akan menenangkannya. Dan suara indah yang mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja. Sayangnya bukan itu yang ia dapatkan.
"Aku kecewa padamu."
Tiga kata yang membuat masa depan Agatha benar-benar hancur di detik itu juga.
Bersambung.