Bab 2. Wanita Bekas

1098 Words
"Nona Agatha!" Suara Jayden terdengar begitu kaget tatkala menemukan Agatha dengan kondisi yang sangat berantakan. "Nona, apa yang terjadi?" Wajahnya begitu khawatir bercampur kepanikan yang luar biasa. Ia sepertinya terlambat datang. Agatha mengangkat wajahnya yang sangat menyedihkan. Jayden yang melihat itu semakin terkejut. Nalurinya sebagai laki-laki mengatakan jika saat ini Agatha membutuhkan sebuah pelukan, ia pun langsung mendekat dan memeluk wanita itu segera. Isak tangis Agatha terdengar menyayat hati, tubuh terguncang hebat dalam pelukan Jayden. Wanita itu merasa sangat menyesal jika mengingat kebodohannya semalam. Mungkin jika ia tidak nekat untuk pergi sendirian, semua tidak akan terjadi seperti ini. "Aku kotor, Jay. Aku–" "Ssssh, Nona tenang saja. Saya pasti akan membantu Anda mencari siapa b******n itu. Jangan menangis," bisiknya dengan lembut. Agatha semakin menangis, ia mencoba mengingat-ingat apa saja yang sudah terjadi semalam. Tapi ia benar-benar lupa karena kondisinya yang setengah sadar. Dia hanya teringat seorang pria berjalan pergi dengan tato naga dibelakang punggung. "Tato!" seru Agatha. "b******n itu memiliki tato di punggungnya! Dia yang telah melakukannya, Jay!" Agatha berteriak histeris, kembali mengingat malam menyakitkan itu. Jayden kembali memeluk Agatha dan mengelus kepala wanita itu dengan lembut. "Nona yang tenang, kita akan mencari tahu sama-sama. Percayalah semua akan baik-baik saja. Nona jangan menangis," ucap Jayden. Agatha kian terisak-isak di pelukan Jayden. Pria itu begitu teduh memandangnya membuat ketakutan dalam dirinya seolah hilang begitu saja. Entah apa yang Agatha pikirkan, ia justru kembali masuk ke dalam pelukan hangat Jayden. "Jay, peluklah aku lagi dengan hangat. Aku takut," lirihnya dengan air mata yang mengalir. Malam menakutkan semalam seperti menghantui dirinya kembali. Jayden sempat terkejut akan permintaan itu, tapi ia mengerti saat ini Agatha membutuhkan seseorang untuk bersandar. Ia pun kembali merengkuh tubuh mungil itu dengan erat sambil berbisik kata-kata lembut yang menenangkan. *** Agatha memberanikan diri untuk datang ke kantor Hendrik setelah ia mendapatkan sebuah pesan yang sangat mengejutkan. Hendrik–pria yang satu-satunya ia impikan sebagai seorang teman teman hidup, justru memilih mengakhiri hubungan itu secara sepihak. Agatha langsung masuk ke dalam karena sudah terbiasa datang ke sana. Matanya terlihat sembab karena sejak tadi terus menangis, tapi semua itu tidak menyurutkan niatnya untuk datang menemui pria yang masih menjadi pemilik hatinya itu. "Agatha?" Hendrik terkejut tatkala melihat sosok Agatha yang muncul di ruang kerjanya. Tidak biasanya wanita itu datang tanpa berkabar terlebih dulu. Agatha tidak bisa membendung air matanya saat melihat sosok pria itu. Ia memberanikan diri mendekat dan bertanya dengan suara lirih. "Kenapa, Hen? Ini semua tidak benar 'kan? Kau tidak mungkin meninggalkan aku bukan? Kita sudah berjanji untuk menikah bulan depan," ucap Agatha dengan suara gemetar menahan tangis. "Agatha." Hendrik mengusap wajahnya dengan kasar. "Tidak kah kau sadar diri apa yang sudah kau lakukan? Apa menurutmu keluargaku masih mau memiliki menantu yang tubuhnya sudah dicicipi orang lain sebelum menikah?" "Hen?" Agatha menggelengkan kepalanya, benar-benar tidak menyangka jika ucapan itu yang akan keluar dari bibir kekasihnya. "Aku sudah berusaha berdamai dengan diriku sendiri. Tapi aku tidak bisa, Agatha." "Kamu jahat, Hen. Kamu janji bakalan terus ada buat aku. Tapi sekarang kamu justru bersikap seperti pengecut!" Agatha berteriak tidak terima, merasa keputusan Hendrik terlalu egois disini. "Semua yang terjadi adalah kesalahanmu sendiri. Andai malam itu kau tidak pergi, kau pasti tidak akan menjadi seperti ini. Sekarang katakan padaku, pria gila mana yang mau menikahi seorang wanita bekas sepertimu?" Agatha tak segan langsung melayangkan sebuah tamparan yang keras pada pria itu. Sungguh kata-kata Hendrik sangat keterlaluan sekali. Bagaimana bisa Hendrik sejahat itu, padahal disini pria itu tahu jika dirinya adalah korban. Hendrik mendesis kesal, pria itu menatap Agatha dengan sinis. "Kau menamparku setelah aku mengatakan segalanya, Agatha? Coba sekali saja berhenti bersikap egois. Kau selalu dominan dalam hal apa pun sampai semua perkataanku selalu kau abaikan. Sekarang setelah nasib buruk menimpamu, kau ingin kembali padaku dan ingin membuatku seperti pria bodoh yang mau menerima wanita kotor sepertimu. Permintaanmu terlalu lucu, Agatha." "Aku nggak nyangka kamu sejahat ini, Hen." Agatha menggelengkan kepalanya tak percaya, benarkah pria di depannya ini adalah pria yang selama ini ia kenal? "Aku tidak jahat, hanya berpikir realistis. Lagipula keluargaku juga tidak akan sudi mempunyai menantu bekas pria lain. Tapi ... jika kau memberikan 50% saham di perusahaanmu, mungkin kita bisa membicarakan ini baik-baik." Agatha semakin tak percaya mendengar hal itu, ia tersenyum miris. Ternyata selama ini Hendrik pun tidak pernah tulus mencintainya, pria itu hanya menginginkan hartanya saja. "Kau sangat menjijikan, Hen!" "Hei, Agatha. Ini semua sepadan jika aku harus menikahi wanita bekas sepertimu. Apa kau pikir masih ada pria yang mau menerimamu? Sadarlah Agatha, kau itu hanya barang bekas yang tidak punya nilai jual lagi," tukas Hendrik yang sepertinya mulai lelah bermanis-manis dengan wanita di depannya ini. Toh, disini ia yakin Agatha pasti berpikir 100 kali lipat jika menolak tawarannya. Hati Agatha seperti remuk mendapatkan perlakuan yang sangat menyakitkan dari kekasihnya. Hendrik begitu tega melontarkan kata-kata yang sangat menyakitkan seperti itu kepadanya. Padahal Agatha sangat mencintai pria itu. "Aku nggak nyangka kamu bisa sejahat ini sama aku," lirih Agatha dengan air mata yang tidak henti mengalir. "Sudahlah, kalau kau memang tidak mau memberikan apa pun yang aku mau. Lebih baik kau angkat kaki dari sini," usir Hendrik. Luka hati Agatha rasanya semakin bertambah saat dirinya harus diusir oleh kekasihnya sendiri. Dulu pria itu sangat manis, menjaga Agatha dengan penuh kasih sayang. Tapi karena insiden itu semuanya benar-benar berubah. * Dua bulan berlalu tanpa terasa, dampak terburuk dari kejadian di club itu akhirnya Agatha rasakan juga. Pagi buta buta wanita itu dibuat histeris dengan hasil tespack yang menunjukkan dua garis merah. Menjadi bukti nyata jika saat ini wanita itu tengah hamil anak b******n yang telah menodainya. "Tidak mungkin! Ini tidak mungkin, aku tidak mau hamil!" Agatha berteriak histeris, wanita itu mengamuk dengan membuang seluruh barang yang ada di kamarnya. Ia begitu frutasi hingga rasanya ingin mati saat itu juga. "Aku tidak mau hamil! Aku tidak mau hamil!" Agatha terus berteriak mengulangi kata-kata yang sama. "Kau harus mati! Kau harus mati!" Rasa benci yang mendalam pada pria yang telah merenggut kesuciannya membuat Agatha melupakannya dengan memukuli perutnya sendiri berulang-ulang. Ia tidak mau anak itu tumbuh di rahimnya untuk alasan apa pun. Agatha sudah tak sanggup lagi untuk bertahan. Ia tidak bisa membayangkan hidup dengan menanggung dosa besar yang akan ia bawa. Pikirkannya seolah gelap, ia melihat sebuah gunting yang berada di nakas. Wanita itu segera mengambilnya. "Aku lebih baik mati daripada membuat Papa malu. Aku tidak mau hidup lagi, aku mau mati!" Dengan perasaan yang sangat kacau, Agatha tidak bisa berpikir jernih. Air matanya sejak tadi terus mengalir. Dengan tangan gemetar Agatha mengangkat gunting itu tinggi-tinggi dan langsung menancapkan ke arah perut. "Nona Agatha, jangan!" Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD