Kejutan Lainnya ~~

1104 Words
Setibanya di ruang divisi analis, Dyra segera menaruh tas yang di bawanya di atas meja lalu mendudukkan dirinya di atas kursi putar miliknya. Gadis itu mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal, setelah memberanikan diri membuka mulut dan berbicara dengan Azeil. Shika yang tengah menyalakan komputer di mejanya segera menggeser kursi yang di dudukinya untuk mendekat pada Dyra. “Gue punya ghibahan!” bisik Shika. Matanya sesekali melirik pada teman-teman satu divisinya yang sudah mulai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, lalu mendekatkan wajahnya ke sisi Dyra. “Beberapa bulan lagi, yang menjabat Direktur Utama bukan Pak Oris lagi,” bisik Shika. “Serius?” tanya Rayyan, yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang kursi Dyra dan Shika. Kedua wanita itu seketika menoleh ke belakang dengan mata membulat. “Lo kek demit iya? Main nongol tiba-tiba aja!” gerutu Shika dengan wajah terkejut. “Lo kalau dateng tuh pakai suara, minimal ngucapin salam kek!” timpal Dyra dengan ketus. Belum sempat Rayyan membalas omelan kedua teman satu divisinya, Yoga terlihat membuka pintu ruangannya, dan berjalan dengan tergesa-gesa, membawa beberapa berkas dan ipad di tangannya. Pria tinggi bertubuh tegap dan tampan itu tiba-tiba menghentikan langkahnya lalu menatap pada Dyra yang sedang berpura-pura mengerjakan sesuatu agar terlihat sibuk. “Dyra! Kamu sibuk apa dengan komputer yang masih mati seperti itu?” tanya Yoga. Shika yang sudah kembali ke tempatnya, melirik ke sisi kirinya, dan melihat Dyra sedang mengepalkan tangan seraya menghela napas dalam. “Lo sih!” tuduh Dyra tanpa suara. “Gue, apa?” balas Shika juga tanpa suara. Dyra mulai merutuki kebodohannya, dan akhirnya gadis itu memasang senyum manisnya pada Yoga. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Dyra. Mendengar pertanyaan khas dari anak buahnya itu membuat Yoga seketika mengulas senyum lalu melambaikan tangannya. “Meeting,” sahutnya. Dyra menghela napas dalam-dalam, lalu menganggukkan kepalanya. “Saya tunggu di depan ruang meeting. Bawa ipadmu!” titah Yoga seraya melanjutkan langkah kakinya keluar dari ruang divisi Analis. Seperginya Yoga dari ruang tersebut, Dyra seketika melirik tajam pada Shika. “Gak mau tahu, pokonya istirahat makan siang gue mau makan ramen dan lo yang beliin!” ujar Dyra. Shika yang mendengar permintaan Dyra seketika tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Pulang kerja, nongki Cafe yuk?” Dyra mengambil ipad kantor miliknya, lalu menggelengkan kepalanya. “Gak bisa! Gue mau jenguk ibu di panti,” jawabnya. “Sama Pak Dhana?” tanya Gita, yang kubikelnya tepat di samping Shika. “Ceweknya Kak Dhana baru sampai Indonesia, dia mau dinner malam ini. Dah ah, gue meeting dulu,” pamit Dyra. Gadis itu setengah berlari keluar dari ruang divisinya menuju pintu lift yang berada di pojok lorong, lalu masuk ke dalam kapsul lift yang kebetulan sedang kosong. Ting. Suara dentingan lift, yang menandakan telah sampai pun sudah terdengar. Dyra segera keluar saat pintu tersebut terbuka, dan berjalan dengan cepat saat melihat pintu ruang meeting yang berada di samping ruang divisi administrasi, akan segera ditutup. “Damar! Tunggu!” teriak Dyra sembari berlari mengejar pintu ruang meeting. Damar yang melihat gadis itu berlari segera melambaikan tangannya, meminta Dyra untuk lebih cepat. Dengan napas terengah-engah, Dyra yang baru saja tiba di depan pintu seketika tersenyum sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. “Mana kacamata lo?” tanya Damar. “Gue pake softlens bening,” sahut Dyra seraya berjalan masuk ke dalam ruangan. Tepat saat gadis itu mengalihkan tatapannya untuk memberi hormat pada orang-orang yang ikut dalam meeting tersebut, pandangannya begitu saja tertuju pada satu sosok pria tampan yang kini tengah menatap tajam ke arahnya. Dyra membungkukkan tubuhnya memberi salam hormat pada para atasannya dan juga Oris, lalu segera duduk di samping Yoga. “Kamu lama sekali!” bisik Yoga. “Maaf, Pak,” sahut Dyra yang menjawabnya dengan bisikan juga. Oris pun mulai membuka meeting evaluasi hari ini. Berkas-berkas yang tadi dibawa oleh Yoga, mulai diserahkan oleh Dyra pada Direktur Utama beserta berkas laporan yang sudah dibuka melalui ipad milik Dyra yang sudah tersambung dengan komputer di kubikelnya dan mulai menjelaskan pada Oris, berkas laporan yang sudah tersusun dalam excelnya. Sebagaimana pun Dyra berusaha mengacuhkan pria yang kini sedang menatapnya, tetapi … Dyra yang mulai merasa risi dengan tatapan tersebut seketika menghela napas dalam-dalam, dan sontak saja membuat Oris yang berada di samping Dyra seketika menoleh dan memperhatikan Dyra dan Azeil yang saling memberi tatapan tajam.   Oris yang mengerti ada sesuatu antara karyawan dan putranya itu, menghentikan kegiatan membacanya, lalu mengetuk meja meeting dengan perlahan. “Dyra,” tegur Oris. Mendengar teguran atasannya itu membuat Dyra seketika tersadar dan kembali menoleh pada Oris. Gadis itu menundukkan kepalanya lalu segera berjalan kembali ke kursinya. Meeting hari ini berjalan sangat lancar. Seluruh berkas laporan bulanan dari masing-masing divisi sudah selasai dievaluasi bersama, dan mencapai kesepakatan bersama untuk beberapa laporan yang masih tertunda dan belum selesai. Dyra membereskan berkas-berkas dari divisi lain untuk ia cek kembali, lalu berdiri dari tempatnya untuk segera kembali menuju ruang kantornya. “Dyr, gue tadi pagi hubungin lo buat minta laporan daftar karyawan cabang Surabaya, kok yang angkat bukan lo sih?” tanya Putu, tim dari divisi personalia, yang saat ini berdiri di samping Dyra. “Eh serius ada yang angkat? Hape gue ilang dari semalam,” sahut Dyra dengan mata berbinar. Putu menganggukkan kepalanya. “Sekitar jam delapan pagi gue hubungin, ada yang angkat kok,” jawabnya. Tanpa banyak berkata apa-apa lagi, Dyra segera membungkuk pada Oris yang masih berada di ruang meeting bersama Azeil, lalu bergegas keluar dari ruangan tersebut agar segera tiba di ruangannya, diikuti Putu dari belakang. “Dyra! Laporannya email ke gue sekarang!” ujar Putu dengan suara keras. Dyra mengangkat tangan kanannya ke atas lalu mengacungkan ibu jarinya seraya berlari memasuki lift yang hampir saja tertutup. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja, akhirnya Dyra tiba di ruangannya dan setengah berlari menuju kubikelnya. Gadis itu mengambil handset yang berada di atas meja lalu menekan serangkaian nomor ponsel miliknya, hingga tak begitu lama terdengar suara panggilan terhubung. Shika yang melihat tingkah Dyra segera menggeser kursinya ke sisi kiri, menghampiri temannya itu. “Ada apa?” tanya Shika penasaran. “Hape gue ada yang nemuin,” sahut Dyra setengah berbisik. Shika yang mendengar itu seketika mengerutkan dahinya. “Hape lo emang ilang?” tanyanya. Dyra menganggukkan kepalanya. “Barusan gue kirim pesan sama lo buat ajak makan siang di Origami Ramen, siapa dong yang balas?” tanya Shika. Wanita itu mengambil ponselnya dan memperlihatkan isi pesan yang ia kirim pada Dyra. “Itu bukan gue, Shika! Hape gue ilang semalem,” ujar Dyra. Tepat saat Dyra akan mencoba mengirim pesan kembali pada nomor ponselnya, panggilan yang sejak tadi memanggil akhirnya mulai tersambung. “Maaf saya pemilik ponsel ini, Apa ….” “Datang ke ruang Manager di lantai tujuh, sekarang!” potong suara seorang pria dari seberang telepon. Mendengar suara itu membuat Dyra seketika terdiam, dan perlahan-lahan menaruh kembali handset yang ia pegang pada tempatnya. Dengan mata yang membulat sempurna, Dyra beralih menatap Shika yang kini tengah menatap ke arahnya dengan raut wajah kebingungan. “Ada apa?” tanya Shika. “A-Aze,” gumam Dyra seraya membekap mulutnya sendiri. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD