Hujan

1661 Words
           Pagi ini suasana kelas begitu sangat membosankan, karena di pagi ini ada pelajaran matematika. Memang kalau sudah duduk di kelas lima materinya lumayan sulit, apalagi bu Indri juga selalu menekankan agar murid-murid di kelas lima harus hafal perkalian dan rumus-rumus yang rumit untuk dihafal.            “Selamat pagi anak-anak.” Ucap bu Indri.            “Selamat pagi buk.” Jawab anak-anak serempak.            “Bagaimana masih ingat pelajaran IPA yang kemarin ibuk sampaikan?” tanya bu Indri.            “Wahhh maaf saya lupa buk.” Jawab mereka.            “Hmmm, pasti kalian semua nggak belajar ya dari kemarin.” gumam bu Indri.           Anak-anak semuanya terdiam termasuk Putri dan juga teman-teman yang lain.            “Ya sudah, sekarang kita masuk ke pelajaran IPA, sengaja saat ini pelajaran IPA saya majukan, karena besok kalian semua akan menjalani ulangan harian di hari esok, maka dari itu pelajaran matematikanya saya undur nanti siang ya, semuanya paham?” tanya bu Indri.            “Paham buk.” Jawab anak-anak.            “Ya sudah, sekarang buka buku pelajaran IPAnya pada halaman lima puluh enam.” Seru bu Indri.            “Baik bu.” Jawabnya.            “Di halaman tersebut ada gambar ilustrasi mengenai proses terjadinya hujan. Saya kasih waktu sepuluh menit dari sekarang tolong dibaca dan dipahami baik-baik.” Pinta bu Indri.            “Iya bu.” Jawab anak-anak serentak.           Biasanya setiap kali bu Indri melontarkan sebuah pertanyaan, Putri selalu bisa untuk menjawabnya. Tapi entah kenapa pada hari ini Putri terlihat tidak bersemangat? Mungkin saja pada hari ini dia sedang kurang enak badan, dikarenakan kemarin seharian habis berlibur bersama keluarga di pantai selatan.            “Hey Nayl.” Panggil Ninin pada Nayla dengan nada pelan.            “Apa?” tanya Nayla.            “Kamu kemarin sore lihat film yang judulnya Snow White nggak?” tanya Ninin.            “Nggak Nin, emang kenapa? Tanya Nayla.            “Wahhh kamu ketinggalan, filmnya seru banget loh.” Curhat Ninin.            “Emangnya apa yang bikin seru Nin?” tanya Nayla.            “Kemarin itu filmnya, ada seorang putri yang hidup di daerah salju. Memiliki banyak teman yang sangat baik.” Cerita Ninin.            “Oh, terus!” seru Nayla.            “Terus pada saat itu sang Putri sedang…”            Belum sempat selesai cerita tiba-tiba bu Indri memotong pembicaraan Ninin.            “Ninin. Kamu ngapain kok ngomong sendiri? Ayo dibaca bukunya!” seru bu Indri.            “Iya bu.” Jawab Ninin.           Lima menit telah berlalu. Kini saatnya bu Indri menanyakan kembali terhadap para siswa di kelas mengenai materi yang sudah dibaca oleh mereka.           “Sudah dibaca semuanya?” tanya bu Indri pada anak-anak.            “Sudah bu.” Jawab anak-anak.            “Bagaimana? Sudah dapat di pahami?” tanya bu Indri.            “Insya Allah bu.” Jawab anak-anak kembali.            “Oke sekarang ibuk mau tanya satu persatu sama kalian.” Terang bu Indri.            “Ninin.” Ucap bu Indri.            “Bagaimana proses terjadinya hujan?” tanya bu Indri.            “Hujan terjadi karena awannya mendung bu.” Jawab Ninin.            “Emmm. Nayla.” Panggil bu Indri.            “Hujan terjadi karena air yang ada di dalam awan penuh bu.” Jawan Nayla singkat.            “Emmm oke, ada yang lain?” tanya bu Indri pada anak-anak. Akan tetapi anak-anak tidak ada yang berani mengacungkan jempol. Mungkin karena mereka takut salah.            “Ayo coba Putri!” seru bu Indri pada Putri. Dan Putri pun segera berdiri.            “Ya. Hujan terjadi asalnya dari sungai. Semua sungai mengalir ke laut, dan lautan itu sangat luas. Jika air di lautan terkena matahari, maka air di laut akan terasa panas. Jika air laut sudah panas maka terjadilah penguapan sehingga membentuk awan. Dan jika awan tersebut sudah menyimpan banyak kadar air, maka awan tersebut akan berwarna hitam dan mendung. Jika sudah mendung maka perlahan demi perlahan akan turun hujan.” Jawab Putri.            “Hebat luar biasa.” Ucap bu Indri.            “Tepuk tangan untuk Putri.” Teriak bu Indri.            “Terima kasih bu, terima kasih.” Ucapnya.           Jam telah menunjukkan pukul Sembilan pas. Bel istirahat pun telah berbunyi. Kini saatnya semua para siswa di sekolah ini menjalani istirahat. Keceriaan begitu terasa pada diri mereka semua khususnya seluruh para siswa. Ada yang bermain bola, ada yang makan di teras mushola, ada yang berlari-lari dan ada juga yang suka usil mengganggu temannya.           Berbeda dengan grup Empat s*****n. Pada jam istirahat, Putri selalu mengisi waktunya dengan membaca buku, terkadang juga masih ditemani oleh Ninin di ruang perpustakaan. Nayla mengisi waktunya dengan berkumpul serta bercanda tawa dengan anak-anak kelas satu. Sementara Hanifa lebih memilih untuk mengisi waktu di dalam kelas, yaitu bernyanyi sambil bermain gitar.            “Kuingin saat ini, engkau ada disini. Tertawa bersamaku seperti dulu lagi.”            “Wahh suaramu bagus sekali Hanifa.” Ucap Anggun, teman sebangkunya.            “Ahhh biasa aja Nggun.” Jawab Hanifa.            “Kamu nggak mau makan-makan dulu di kantin?” tanya Anggun.            “Ntar saja lah, lagian aku juga males yang mau makan.” Tukasnya.            “Oalah. Ehhh kamu lihat Putri nggak?” tanya Anggun.            “Hmmmm, kamu kayak nggak tahu Putri aja di mana.” Tukas Hanifa.            “Emmm, beneran untuk kali ini aku benar-benar nggak tahu.” Jawab Anggun.            “Ke perpus sana!” seru Hanifa.            “Oh iya sih, Putri kan suka baca buku, oke aku ke sana dulu ya.” Ucap anggun.            “Iya.” Jawab Hanifa.           Kriingg kriingg kriingg. Bel telah berbunyi, dan waktu telah menunjukkan di angka dua belas lebih tiga puluh menit, kini saatnya siswa siswi kelas empat dan lima segera pulang, kecuali untuk kelas enam yang masih tetap tinggal di kelas karena masih ada tambahan jam les. Nayla dan Ninin segera menuju tempat parkir untuk mengambil sepedanya, dan seperti biasanya kalau Nayla selalu berboncengan dengan Ninin.           Akan tetapi Putri dan Hanifa tetap berada di dalam kelas di mana aktifitas yang selalu Putri lakukan selalu membaca buku, begitu juga dengan Hanifa. Hanifa lebih banyak menggunakan waktunya untuk terus mengasah ketrampilan yang ada pada dirinya, yaitu bermain gitar.            “Kuingin saat ini engkau ada disini.”           Suara Hanifa yang terdengar merdu.            “Nggak ada bosen-bosennya tiap hari nyanyiin lagu itu Nif?” celetuk Putri.            “Hmmm, karena menurut gue, ini lagu paling spesial Put.” Jawabnya.            “Spesial buat siapa? Buat pacar lu?” bantah Putri.            “Ngaco amat kamu bilang, emang gue punya pacar apa?” jawab Hanifa.            “Ya siapa tau aja sih.” Tukasnya.            “Ini lagu tuh spesial buat mamaku.” Ucapnya Hanifa.            “Oh kirain buat siapa.” Gumam Putri.           Tak terasa kebersamaan Putri dan juga Hanifa di dalam kelas telah berlangsung selama satu setengah jam. Kini saatnya mereka berdua beranjak pulang ke rumah masing-masing, yang kebetulan juga rumahnya Putri dan Hanifa itu berdempetan, sehingga ketika mereka pulang dan pergi ke sekolah, pasti selalu bersama. Namun ada satu hal yang telah mengganjal langkah mereka, di mana saat Putri dan juga Hanifa baru saja melangkah keluar dari dalam kelas, tiba-tiba secara mendadak hujan turun dengan cukup deras dan juga lebat, sehingga terpaksa mereka harus terpaku di teras kelas ini.            “Yahh, kita terjebak hujan deh.” Keluh Putri.            “Iya nih, kenapa kita nggak pulang aja dari tadi ya.” Imbuh Hanifa.            “Terus ini enaknya gimana dong?” tanya Putri.            “Hmmm, apa ya?” ucap Hanifa.           Putri dan juga Hanifa pun mulai terdiam, mereka mulai memikirkan suatu ide yang tepat untuk mengusir rasa bosan yang ada pada diri mereka.            “Lama-lama aku kok tambah bosen juga ya.” Ucap Hanifa.            “Sama kaleee.” Celetuk Putri.            “Gimana kalau kita nekat aja!” seru Hanifa.            “Maksud kamu, kita hujan-hujanan gitu?” tanya Putri.            “Ya, mau gimana lagi.” Jawab Hanifa.            “Kamu gila apa Nif, nih seragam besok masih dipakai tahu.” Ucap Putri.            “Oh iya sih, maaf gue kira sekarang hari sabtu.” Tukas Hanifah.            “Huuuu, makanya sebelum ngomong tuh dipikir dulu.” Imbuh Putri.           Kini mereka berdua terpaksa harus menunggu sampai hujan reda, sehingga dengan terpaksa mereka harus tidur-tiduran di dalam mushola. Putri dan Hanifa tidak merisaukan datangnya hujan yang telah menghalangi mereka untuk pulang, akan tetapi dia merisaukan waktu kenapa tidak pulang bersama Nayla dan juga Ninin tadi.           Tak terasa tiga puluh menit telah berlalu, cuaca mulai terasa sedikit lebih cerah. Langit kembali memancarkan sinarnya dan hujanpun akhirnya telah reda. Putri dan Hanifa belum menyadari jika sekarang ini hujan telah berhenti, karena mereka sedang tertidur pulas. Di waktu itu juga, para guru-guru di sekolah juga sudah mau pulang dan bu Indri sempat mengetahui jika Putri dan Hanifa telah tertidur.            “Hey Putri, Hanifa ayo bangun-bangun.” Pinta bu Indri kepada mereka berdua.            “Hujannya sudah reda buk?” tanya Hanifa.            “Sudah, ayo segera pulang anak-anak!” seru bu Indri kembali.            “Baik bu.” Jawab mereka semua.           Putri dan juga Hanifa pun kembali pulang bersama dengan berjalan kaki. Cukup lumayan jauh jarak rumah mereka ke sekolah, yaitu sekitar satu kilometer, dan hari ini sengaja mereka ke sekolah tidak membawa sepeda karena mereka ingin berjalan kaki agar tubuh bisa lebih sehat. Saat dalam perjalanan itulah mereka sempat bercerita dan juga saling bercanda tawa.            “Oh ya Put, hari ini kan ngajinya libur ya?” tanya Hanifa.            “Iya, kenapa Nif, kamu ada acara?” tanya kembali Putri.            “Ya nggak juga sih, tapi pengennya kita ngadain acara.” Ujar Hanifa.            “Acara mau kemana? Ke Hongkong?” celetuk Putri.            “Nggak lah. Setidaknya mungkin nanti kita keluar main-main yukz!” seru Hanifa.            “Ahhhh, aku lagi nggak ada duit.” Jawab Putri.            “Yeee, emang setiap kita main mesti keluar duit apa?” bantah Hanifa.            “Ya deh, terus ntar jadi ke mana nih?” tanya Putri.            “Biasa, ke taman Singgah.” Jawab Hanifa.            “Emmmm, gimana ya.” Gumam Putri.            “Tenang aja, mumpung aku sekarang lagi banyak duit, ntaraku traktirin.” Ucap Hanifa.            “Serius kamu Nif?” tanya Putri.            “Iya, emang selama ini gue pernah bohong apa.” Tambahnya.            “Oke deh.” Jawab Putri.            “Tapi jangan bilang-bilang Nayla sama Ninin ya.” Pinta Hanifa.            “Beres.” Jawab Putri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD