Terdengar suara samar percakapan diluar ruangan perawatan seperti berbisik namun sangat jelas sekali dipendengaran Adisa. Ibu dan bapak sudah dirumah tadi malam. Itu yang Adis tangap saat ini.
“Mama, Ayah sudah sampai dirumah tapi tidak menemuiku?” Adisa seketika melengkungkan senyuman, ini sudah biasa aku tidak berfikiran buruk namun keburukan itu memang nyatanya ada.
Adisa melemah rasanya bahkan ia tidak ingin pergi hari ini. “Ma aku harus bagaimana lagi untuk menjadi kebanggan kalian?”
Adisa melihat pada jam di dinding sudah pukul 6 lewat 30 pagi kini, pak Untung dan Teh Nina juga baru saja sampai rumah sakit lagi. saat selepas subuh tadi mereka mengambil segala kebutuhan Adisa kerumah.
Cklak
Manik sendu Teh Nina terlampir ketika ia masuk kedalam ruangan perawatan, Adis sangat paham Teh Nina takut akan menjawab pertanyaan Adis nanti.
“Mama dan Ayah dirumah, Teh?” Todong Adis seketika membuat Teh Nina terdiam ditempat.
“Mbak Maaf I-Iya ibu dan bapak dirumah lagi pada panik, Mba Tasya sakitnya kambuh dan sekarang mau dipulangi kesini?”
Adisa mendengkus dengan bibirnya menyimpul cibiran. “Kak Tasya lagi, kak Tasya lagi!” Mata Adis memejam aku benar sakit loh, bukan pura-pura walaupun tidak separah sakit kak Tasya, Bathinnya.
Adis perlahan mencoba mengerti sesungguhnya ia juga sangat menyayangi kakaknya sebab Tasya pun selalu membelanya walau dia yang selalu utamakan. “Kak Tasya pulang sendirian, Teh?” Tanya Adisa.
“Sama Temennya Mbak tapi temannya tinggal di Singapore jadi Mbak Tasya transit disana, jadi bapak jemput Mbak Tasya ke Singapore nanti” Jelas Teh Nina.
Adis mengangguk jauh didalam hati kecilnya ia pun tidak tega atas Leukemia yang sudah lama di idap Tasya, “Kak, Kakak kuat, Kakak kuat!” Adisa menghela nafasnya berat mengingat perjuangan kakaknya.
Lagi-lagi dia harus mengalah pada keadaan tentang dan pembagian cinta yang rasanya terlalu tidak adil ia dapatkan, tidak masalah seiring waktu kadang ia mengerti kadang juga ia memberontak, saat ia rasa ia benar-benar dikesampingkan.
***
Adisa sudah memoles sedikit wajah cantiknya berbalut kebaya nude dengan kain beraksen mutiara didadanya dan rok batik yang akan dipadu padankan dengan atribut-atribut wisuda nantinya.
“Cantik sekali, Mbak Adisa.” Puji Teh Nina.
“Cantik sih tapi kursi rodaan teh,” Ejeknya pada dirinya sendiri.
“Halah, Ya cantik ya cantik aja Mbak, saya Kursi rodaan atau tidak tetap saja jelek bin burik!” Celetuk Teh Nina membantu Adisa menaikin kursi rodanya.
“Pergi sekarang yuk? Temen ku sudah disana?”
“Tunggu Mas Mike lagi dijalan kata Pak Untung!”
“Adis Nggak enak teh nanti istrinya marah Adis dibilang pelakor! Lagian Adis sudah semangat kok sama Pak Un dan Teh Nina juga sudah cukup” Adis mulai memasang stiletto dikakinya supaya memperindah tampilanya.
“Masih bujang tau Non dirumah itu hanya ada kakeknya Mas Mike dan Mas Mike saja!”
“Serius Teh? Kaya gituan masih Single!”
Teh Nina tergelak,”Di rumah sih Mbak, di luar rumah teteh tidak tahu...”
Keduanya terkekeh memecah keheningan diruangan besar itu, lumayan meredam rasa kekecewaan Adisa yang sampai detik ini tidak sedikit pun orang tuanya mempedulikanya.
Teh Nina juga sebenarnya sedang menghindari pertanyaan Adis apakah Mama dan Ayahnya menanyakan kabarnya atau tidak, Ia bersyukur Adis tidak menanyakan itu karena memang sama sekali Adis tidak ditanyakan disituasi paniknya mereka sebab kabar Tasya yang sakit.
Tidak lama kemudian Mike tiba disana lelaki blasteran Indo-Latin itu masuk kedalam ruangan Adis. Netra Adis membelalak demi apa dia memakai stelan jas warna nude senada dengan kebaya yang Adis pakai.
“Kenapa tengil? Kenapa kau melihat ku?”
Adis menggeleng, “Tidak ada” Tatap Adis dari atas hingga bawah rambut tertata rapi, wajah tampan blasteran dengan tubuh atletis yang terbalut jas sangat pas melekat ditubuhnya.
“Sugar daddy?” gumam Adis dalam hati, “Ya Tuhan, Mata Dis mata!”
“Come on?” Ajak Mike menatap pada Adisa.
Adis mengangguk, “Om? Kalau Om sibuk tidak masalah Adis bisa sendiri!” Yakinkan Adisa lagi.
“Tidak lama, bukan?” Angkat Mike pada Arloji miliknya siap mendorong Adisa.
“Tidak terlalu sih.”
“Anggap ini sebagi support untukmu, aku sudah janji bukan. Ayo!” Mike Juga baru dapat kabar dari pak Untung Kedua orang tua Adisa sudah berada dirumah namun sama sekali tidak menanyakan kabar Adis sekelabat rasa sedihpun ia rasakan mengingat jika menjadi diposisi Adis.
Mike mendorong Adisa keluar dari ruangan rawat inap rumah sakit untuk menuju kedalam mobil. Beberapa mata menatap pada keduanya yang tanpa Mike sadari memakai outfit dengan warna senada.
***
Disebuah ballroom hotel acara wisuda itu diadakan dengan sangat megah dan meriah beberapa teman-teman Adis berhambur mendekat ketika melihat keadaan Adis.
“Adis kenapa?”
“Adisa lo kenapa? Itu siapa Dis?” Tanya Kia sahabat Adis.“Sugar daddy, Dis?”
“Ngaco Kia, aku ketabrak tau." Adis terkekeh sudah ia yakini akan disebut seperti itu. “Ini Om aku! Kenali gih!”
“Ketabrak dimana? Hi Om saya Kia!”
Seketika beberapa teman Adisa lain datang.
“Adisa kenapa?”
“Lo kenapa? Oh God, siapa Dis?”
Mike mengumpat dalam hati saat kini ia mendadak menjadi pusat perhatian disana terlebih gadis-gadis yang ia anggap bocah ingusan tampak mendekat dan memperkenalkan diri pada nya.
“Dis, siapa?”
“Adisa, kenalin dong?”
Adisa berkerut dahi melihat ekspresi terpaksa Mike yang menyambut tapi begitu sangat jelas ia begitu tidak nyaman di kerumuni seperti ini. Tidak diragukan pesona Mike membuat para gadis remaja seusia Adisa terpesona.
“Sorry.” Ucap Adisa melengkungkan senyuman melihat pada air muka Mike yang kini pun telah berubah. “Teh ayo pegangin Adis, Adis mau duduk!”
Mike seketika memapah Adis saat Nina yang bahkan belum bergerak ditempat. “Dimana tempat mu?”
Adisa menunjuk pada tempatnya, “Tempatku seharusnya disana bersama teman-temanku, jika seperti ini aku akan menyusahkan untuk kesana bukan?”
“Tengil itu pun kau harus mengeluh! Keluhan mu bahkan hanya sebatas tempat untuk b****g?”
Adis berekspresi sedih, , “Bukan itu!”
“Ayo duduk disana!” Dorong Mike kursi roda Adis kesebuah tempat yang jelas-jelas adalah tempat khusus Vip.
“Om ini bukan tempat ku, ini Vip tau!”
Entah apa yang terjadi tanpa Adis pahami beberapa orang datang memberikan ruang untuk Adis den mempersilahkan Mike dengan hormat untuk duduk.
“Silahkan, Sir!”
“What???” Adis terkesiap. Dan mendapatkan wajah Acuh Mike yang pura-pura tidak sedang melakukan apapun.
Siapa dia bagaimana bisa dia mendapatkan tempat ini, Bathin Adisa.
Adis mencoba tiba memikirkan yang terpenting ia bisa duduk dan tidak membuat Mike kesal karena telah menjadi pusat perhatian.
Tanpa Adis sadari lagi-lagi Mike menatap pada wajah sendu Adisa ia sedang menatap nanar pada rekan-rekannya yang disana tadi didampingi para orang tua dan orang-orang special mereka.
“Itu Mbak Kia kan teman Mbak Adis?” Tunjuk Teh Nina melihat ke arah yang begitu kontras didepan mereka.
“Iya teh itu ibu bapaknya petani garam dikampung tapi nyempetin ke Jakarta untuk anaknyan,tapi aku miris banget sih!”
Aaaaa… Adisa mengusap ujung netranya, Aaa jangan nangis… jangan nangis..
Seketika Mike menyentuh kepala Adis dan memaksanya memutar lehernya kekiri. “Lihat tuh yang itu!” Tunjuk Mike pada seorang lelaki tanpa kaki memegangi tongkat. “Bandingi kebawah supaya lebih bisa bersyukur, kau seminggu lagi bisa jalan sendiri, bagaimana dengan dia? Lihat tuh dia! Masih bisa tertawa tanpa mengeluhkan keadaanya, bukan!”
Mike lagi-lagi membuka matanya, menyadarkan banyak hal tentang tidak semua ketidaksempurnaan itu, tidak bahagia.