When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Adisa menoleh ke kanan dan ke kiri setelah turun dari taxi, ia mencari seorang Wafda yang katanya masih menunggu disebuah Café dekat rumah sakit tempatnya bekerja. Adisa mendorong pintu kaca Café lalu masuk kedalamnya. Netranya mengedar keseluruh ruangan di dalam Café melihat pada orang-orang yang duduk, tidak nampak Wafda disana. Adis mencoba menghubungi Wafda dan seketika dari ujung Café lelakiitu muncul disana. “Adis!” Lambai Wafda yang entah datang dari mana. Adisa pun berjalan cepat menghampiri lelaki berkemeja rapi itu. “Maaf, Aku telat.” ujar Adisa. “Duduk dimana?” netra Adisa mengedar pada tempat yang rame itu tiba-tiba Adisa dibuat terkesiap ada sosok yang sangat ia kenal berada di ujung sana. ‘Mayra' Apa lagi, mereka mau acting apa lagi ini, Bathin Adisa dengan raut bingun