Terjebak Dalam Ucapannya Sendiri

1276 Words
"Ampun…" "Bang jago." sambung Harumi sambil tertawa saat Luci menutup kepalanya dengan kedua tangannya. "Sial, aku kira kamu akan memukul kepalaku seperti biasa." "Aku mau insaf." "Pret…, kamu mau pesan apa?" "Seperti biasa." "Siap, tapi kamu bayarin punyaku ya?" "Kebiasaan, kerana aku sedang baik hati, aku akan meneraktirmu." "Ok siap bu bos." "Huf." Harumi menghembuskan nafasnya kasar setelah kepergian Luci untuk memesan minuman dan juga makanan. Harumi membenturkan kepalanya pelan di atas meja, saat dirinya mengingat kembali Karama, karena dirinya pasti tidak akan mudah untuk mendapatkan cinta Karama, saat Karama masih menyimpan rasa untuk mantan istrinya, itulah yang di lihat oleh Harumi, saat Harumi melihat Karama tidak menolak saat Saras menciumnya ketika berada dirumah sakit. "Ya Allah apa yang harus aku lakukan untuk menaklukkan hatinya" ucap Harumi sambil mengacak-acak rambutnya sambil menelungkupkan kepalanya diatas meja. "Aku akan takluk tanpa harus kamu taklukkan melihat wanita secantik dirimu." ucap seseorang laki-laki membuat Harumi langsung menegakkan kepalanya mantap laki-laki yang berada di depannya. "Perkenalkan aku Peter Word," ucap Peter sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Harumi yang sedang menatap intens ke arah Peter, bukannya Harumi menjabat tangan Peter, Harumi malah menghambur memeluk Peter. "Apa kamu Peter, penulis novel fantasi yang terkenal itu, perkenalkan namaku Harumi senang bertemu denganmu," ucap Harumi setelah melepas pelukannya dan beralih meraih tangan Peter untuk berjabat tangan. "Maaf tadi aku khilaf memeluk dirimu aku hanya merasa begitu terkejut mendapati penulis terkenal seperti dirimu muncul dihadapanku, silahkan duduk." ujar Harumi mempersilahkan Peter untuk duduk, membuat Peter langsung duduk tepat di hadapan Harumi. "Kenapa kamu berada disini?" tanya Harumi ramah sambil tersenyum. "Aku ingin menemui temanku, dia bilang aku harus datang ke Coffee Shop ini dan dia sudah memesan meja di nomor delapan, ini nomor delapan kan?" ujar Peter sambil menatap nomor meja. "Iya ini nomor delapan, memang siapa nama teman kamu?" "Lu….." "Peter……" teriak Luci memotong perkataan Peter dan langsung memeluk Peter setelah Luci mendekat kearah Peter, membuka Harumi langsung mengangkat kedua alisnya. "Luci, berarti………" "Peter, yang akan berkolaborasi denganmu membuat novel." ujar Luci memotong perkataan Harumi, setelah Luci melepas pelukannya dan langsung duduk di kursi. "Tapi dia penulis novel fantasi sedangkan aku." "Penulis novel romantis, yang hanya bisa menghayal saat sedang menulis adegan mesra diatas ranjang," ucap lisi cepat membuat Peter yang mendengar langsung tersenyum. "Tidak apa-apa menghayal, tapi tidak untuk sebentar lagi setelah aku menikah." ujar Harumi sambil tersenyum dan membayangkan apa yang biasanya pengantin baru lakukan di alam pertama, yang biasa Harumi tulis di novel romantis miliknya. "Hei ingat, tidak mungkin laki-laki yang akan menikahimu nanti akan menghabiskan malam pertamanya dengan mu." ujar Luci yang menoyor kepala Harumi yang sedang menghayal sambil tersenyum. "Kurang ajar, kamu membuyarkan hayalanku saja" ujar Harumi sambil memukul lengan Luci. "Hei hei sudah, apa kalian mengacuhkan diriku disini." ujar Peter membuat Luci dan juga Harumi langsung menatap Peter sambil tersenyum manis. "Maaf." ujar Harumi dan juga Luci berbarengan. "Oh ya kita harus berkolaborasi bagaimana?, sedangkan novel kita genrenya berbeda?" tanya Harumi memulai ucapanya. "Jadi…" "Sebentar." ucap Harumi memotong perkataan Peter saat ponsel miliknya tidak berhenti berdering. "Hallo." ucap Harumi ketika sudah mengangkat ponselnya dan langsung menempelkan di telinga nya. "Baik." ucap Harumi lagi dan dirinya langsung menutup ponselnya. "Maaf ya, kita diskusikan lain kali, aku ada urusan mendadak." ujar Harumi sambil beranjak dari duduknya kemudian dirinya langsung meninggalkan Peter dan jika Luci. "Apa benar dia akan menikah?" tanya Peter pada Luci saat Harumi sudah pergi. "Iya." "Sayang sekali, wanita secantik dirinya aku tidak bisa mendapatkannya, andaikan aku dulu yang bertemu dengan nya terlebih dahulu pasti aku bisa mendapatkannya." "Jangan menghayal, walaupun dia bertemu dengan dirimu terlebih dahulu dia juga tidak akan tertarik kepadamu, hatinya sudah digembok." "Tidak ada wanita yang tidak tertarik kepadaku," "Iya, hingga wanita yang sudah menikah kamu embat juga, dasar pebinor," ujar Luci sambil memukul pelan punggung Peter. "Tapi Harumi berbeda dengan wanita yang lainnya." "Semakin menarik." "Apa maksud kamu, awas saja kalau kamu sampai macam-macam dengan Harumi sahabatku, aku potong junior kamu yang suka masuk lubang sembarangan." "Enak saja kalau bicara, kamu bilang tadi apa? Harumi berbeda dengan wanita lain, apa dia?" tanya Peter sambil mengangkat kedua alisnya menatap Luci. "Dia wanita seutuhnya lah, kamu pikir apa? pikiranmu terlalu jauh," "Kalau begitu apa maksud kamu kalau Harumi berbeda dengan wanita yang lainnya?" "Kepo!" "Luci?" "Iya aku kasih tahu, asal kamu tahu saja, selama hidupnya Harumi hanya mencintai satu laki-laki, dan laki-laki tersebut ya calon suaminya sekarang, walaupun laki-laki tersebut tidak pernah mencintai Harumi," "Apa kamu bilang? dia tidak mencintai Harumi? aku rasa laki-laki tersebut tidak normal," "Jaga bicaramu, tentu saja dia normal kalau tidak normal mana mungkin dia pernah menikah," "Jadi maksud kamu laki-laki yang akan menikahi Harumi, duda?" " Iya kenapa memangnya?" "Sayang sekali Harumi dapat duda, lebih baik Harumi bersamaku saja yang masih perjaka," "Dasar gila! perjaka dari mananya? setiap malam saja kamu nge celup sana sini, dasar gila! otakmu adanya dimana? kalau kamu bilang, kamu masih perjaka," ucap Luci sambil menoyor kepala Peter kemudian dirinya langsung pergi meninggalkan Peter. "Bisa lah aku mendapatkan Harumi, sebelum janur kuning melengkung, Harumi masih milik siapa saja," ucap Peter sambil tersenyum. "Ngimpi di siang bolong," ujar Luci ketika dirinya kembali lagi untuk mengambil notebook yang tertinggal di meja cafe. "Tidak apa kalau nanti bakal terwujud," "Jangan berharap aku tidak akan membiarkan itu terjadi, dasar pea," ujar Luci sambil memukul kepala Peter dengan notebook. "Lucita Luna!" "Wek," ujar Luci sambil menjulurkan lidah ke arah Peter dan Luci langsung pergi meninggalkan Peter. Harumi yang menerima telepon dari tante Widia, ibu dari Karama langsung menuju rumah sakit menggunakan motor matic nya yang selalu menemani Harumi kemanapun Harumi pergi, saat tante Widia menyuruh Harumi untuk datang ke rumah sakit. Harumi yang sudah berada dirumah sakit langsung berlari menuju ruang perawatan dimana Karama dirawat. Harumi langsung mengatur nafasnya saat dirinya sudah berada didepan pintu kamar ruang perawatan Karama. "Coba tadi aku tidak pergi dari rumah sakit, tentu aku tidak akan telat untuk menemui calon mertua yang sudah lama aku impian," ujar Harumi sambil mengelap peluh yang berada didahinya, dan Harumi langsung mengetuk pintu kamar ruang perawatan Karama, dan Harumi langsung masuk kedalam saat tante Widia menyuruh Harumi untuk masuk kedalam. "Harumi? kamukah itu?" tanya tante Widia saat Harumi sudah masuk kedalam ruang perawatan Karama. "Iya tante aku Harumi," ujar Harumi sambil menjabat tangan tante Widia diakhiri mencium punggung tangan tante Widia. "Tante sampai tidak mengenalimu? pantas saja Rama tidak menolak untuk menikah denganmu, kamu sudah berubah menjadi wanita cantik seperti ini," ujar tante Widia sambil membelai wajah Harumi membuat Harumi langsung tersenyum manis ke arah tante Widia. "Bagaimana kalian sudah berkencan belum?" "Be…" "Sudah mah, kita sudah berkencan, sebelum aku dirawat dirumah sakit," bohong Karama memotong perkataan Harumi, membuat Harumi langsung menatap kearah Karama sambil mengangkat kedua alisnya, saat Karama sudah siap untuk pulang kerumah. "Bagus kalau begitu, jadi kalian bisa mengenal lebih dalam lagi, benar begitu Harumi?" "Iya Tante," "Mulai sekarang jangan panggil tante, panggil saja mamah ok sayang?" "Baik mah," ucap Harumi sambil tersenyum manis kearah tante Widia. "Oh ya sayang kamu masih lemas atau tidak? kalau masih lemas kamu menggunakan kursi roda saja ya?" tanya Widia kepada Karama saat Karama sudah berdiri untuk keluar dari ruang perawatan nya. "Tidak usah mah, kan ada aku disini yang akan membantu Kara sampai tempat parkir," ujar Harumi yang langsung menggandeng lengan Karama. "Oh so sweet sekali kalian?" "Tentu mah, kemarin saja saat kita berkencan tangan kita juga saling bertautan dan Kara tidak sama sekali ingin melepas tanganku ini mah," ujar Harumi sambil tersenyum manis. "Bukan begitu Kara?" tanya Harumi pada Karama, membuat Karama hanya diam seribu bahasa karena dirinya sudah terjebak dalam ucapannya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD