Chapter 19 - Pagi Hari Bersama Flos

1415 Words
Prof. Rei melihat keluar jendela. Ternyata hari sudah pagi. Dia tidak sadar bahwa sepanjang malam dia duduk di sebelah wanita yang tidak dikenal itu. Ia sangat kelelahan hingga membuat pandangannya kabur saat tersadar. "Kepalaku sangat sakit!" Ucapnya dan berdiri melemaskan badan. Dia menggerakkan tangannya dan melakukan beberapa peregangan tubuh. Tiba-tiba matanya tidak bisa tertutup. Ia kaget karena seseorang memandangnya dengan serius. Ia melihat ke sofa yang ada di depannya dan wanita itu sudah terbangun. Mereka saling menatap.  “Kau Mungkit?” Tanyanya sambil menyentuh ujung hidung Dr. Rei. Kemudian ia berdiri dan melihat ke seluruh ruangan. Ia merasa rumah tempat Dr. Rei tinggal hampir mirip dengan istana di Dunia Waktu.  “Ini hebat! Disini sangat nyaman!” Kata wanita tersebut.  Ia kemudian berbalik dan melihat Dr. Rei. Ia memandangnya dan berkata, “Flos, putri Flos.” Dr. Rei tampak bingung. Ia tidak mengerti ucapan gadis tersebut.  “Aku tidak mengerti maksudmu!” Ucapnya kepada putri Flos.  Putri Flos langsung teringat bahwa ia sedang memakai bahasa keturunan waktu. “Sorry!” Ucapnya, dan mengganti bahasa manusia. “Hi, aku putri Flos!” Ucapnya lagi kepada Dr. Rei. Putri Flos kemudian meninggalkannya setelah berkenalan. Ia menuju dapur dan kemudian berteriak. Prof. Rei berjalan perlahan ke dapur dan melihat wanita itu tertawa karena kulkas yang sedang dibukanya. Ia membuka dan menutup pintu kulkas berkali-kali dan merasa heran karena udara dingin yang ia rasakan. "Wow, bagaimana alat ini bisa mengeluarkan musim dingin?" Ucapnya terheran-heran. Ia sekarang melihat bohlam yang hidup. Biasanya lampu dapur dimatikan Prof. Rei sebelum tidur tetapi karena tadi malam listrik mati maka otomatis lampu tersebut hidup semalaman.  "Bagaimana cara manusia membuat matahari kecil di dalam rumah?" Ucapnya lagi terheran-heran mendongakkan kepalanya ke atas. Prof. Rei tidak mengerti kenapa wanita itu asing dengan benda-benda di Bumi. Ia berpikir alasan yang mungkin terjadi. Jika menurut logikanya, bisa jadi wanita itu mungkin hilang ingatan atau ia punya kelainan di otak, mungkin juga gila. Imajinasi liarnya berkata mungkin ia tidak berasal dari Bumi. Memikirkan kemungkinan itu membuatnya merinding. Ia beranikan bergerak ke arah wanita itu. "Permisi." Ucap Prof. Rei menyapa. Ia tahu bahwa wanita itu seperti wanita terhormat. "Ya?" Ia menjawab dengan anggun. Ia tersenyum manis membuat Prof. Rei salah tingkah. Ia yakin bahwa wanita cantik itu tidak akan menyakitinya. Ia juga yakin bahwa wanita itu bukan orang gila ataupun alien yang datang dari planet lain. "Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Prof. Rei. Ia mengangguk dan melemparkan senyuman. "Ya, aku baik-baik saja." Ucapnya. Lalu ia teringat sesuatu. Ia melihat cincin yang terdapat di tangannya. Itu adalah tanda bahwa keabadiannya masih ada atau tidak. Jika cincin tersebut menghilang, itu berarti keabadiannya sudah hilang, dan masa hidupnya sebentar lagi di Bumi. "Oh tidak, cincinnya hilang. Keabadianku sudah sirna." Ucapnya khawatir. Ia kebingungan harus bagaimana.  "Semoga ayah menyelamatkanku." Ucapnya lagi yang sekarang tanpa senyuman sedikitpun. Ia menggetarkan badannya sambil melipat tangan mengharapkan ayahnya menyelamatkannya dengan segera. Prof. Rei yang merasa wanita itu normal menjadi berubah pikiran. Ia lebih cenderung berpikir bahwa wanita itu benar-benar gila. Tapi, karena kecantikannya, tidak mungkin juga ia gila. ‘Sayang sekali!’ Pikirnya dalam hati. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Prof. Rei. "Aku terjatuh ke tempatmu. Aku kehilangan keabadianku dan sekarang aku terjebak disini." Jelasnya dengan meringis. Prof. Rei berpikir keras. ‘Mungkin ia tidak berniat untuk membohongi ku. Ia mungkin sedang mencoba mengalihkan pembicaraan!’ Kata Prof. Rei dalam hati. Ia menatap gadis tersebut, dan sekarang perasaannya yang aneh. Jantungnya berdetak saat ia berada di dekat putri Flos. Perut Prof. Rei sudah mulai keroncongan. Ia berkata kepada Flos, “Bagaimana jika kita makan?" Ucapnya.  Putri Flos bingung maksud dari ucapan Prof. Rei. Ia menatapnya saja yang mondar mandir di dapur. Prof. Rei mengambil telur dari kulkas dan beberapa sayuran lalu memasaknya. "Apa yang membuat musim bisa berada dalam kotak itu?" Tanya putri Flos sambil memperhatikan bagian belakang prof Rei. Ia berkata sambil berpose manis berpangku tangan. Prof. Rei bingung cara menjelaskannya. Ia menatap ke belakang melihat Putri Flos.  "Maksudmu, kotak ini?" Tunjuknya. "Ya, kotak itu. Apa itu?" Jawabnya. "Hm.. apa sebelumnya kamu tidak pernah melihatnya?" Tanya Prof. Rei penasaran. Bagaimana ada manusia yang tidak pernah melihat kulkas? "Seharusnya aku sering berjalan-jalan di ruang monitor." Celetuknya memaksudkan kota Langit. "Apa?" Prof. Rei tidak dapat mendengar dengan jelas. "Hm.. bukan. Aku hanya asal bicara. Aku sebelumnya tidak pernah melihatnya. Di duniaku, maksudku tempat tinggalku yang dulu, tidak memiliki benda seperti itu. Kami hanya memakan buah dari pohon Patron." Jelasnya asal. Prof. Rei berpikir dalam hati bahwa wanita itu mungkin saja dulunya adalah petani. ‘Itu mungkin saja,’ pikirnya. "Oh begitu. Itu tempat menyimpan barang-barang yang mudah busuk dikarenakan suhu panas." Jelas Prof. Rei.  "Wow, itu hebat." Prof. Rei memotong sayur dan menghidupkan kompor gas. Ia semakin kagum dengan alat-alat yang digunakan Prof. Reis. Ia mendekatkan wajahnya pada kompor hingga hampir terkena api. Prof. Rei cepat bertindak dan memegang jidatnya dengan tangan kanannya.  Sempat-sempatnya ia berkata dalam hati saat menyentuh jidat Flos, ‘Lembutnya!’  Prof. Rei bisa melihat jelas wajah yang cantik itu lebih dekat. Ia pun tersipu malu dan cepat-cepat memalingkan perhatiannya. "Ada apa?" Tanya wanita itu polos. "Hm.. maaf," membelakangi Flos. "Kamu bisa celaka jika mengenai api itu!" Ucap Prof. Ia tidak ingin melihat Flos saat berbicara. "Oh begitu. Seperti cahaya sinar matahari yang dilihat dari dekat?" Tanya Wanita itu. Prof. Rei memikirkan pernyataannya. Ilustrasi itu seperti aneh tapi ada betulnya. Ia pun mengiyakannya. "Hmm ya, kau benar. Meski itu metafora yang berlebihan!" Jelasnya. "Oke. Ini sungguh hebat. Bagaimana benda ini bisa mengeluarkan api?" Tanyanya lagi. Yang ia maksud adalah kompor gas yang dipakai Prof. Rei. "Apakah ini juga tidak ada di tempat kamu tinggal dulu?" Tanya Prof. Rei balik. Mereka berbincang sambil Prof. Rei memasukkan sayuran lalu menumis-nya. "Tidak." Jawab Flos. "Kau ini sangat primitif. Ini berguna untuk mematangkan makanan. Ada yang di rebus, goreng, kukus, dan panggang." Kelasnya sambil sibuk mengayun-ayunkan masakannya.  ‘Mungkin karena ia seorang putri, pasti ia tidak pernah ke dapur melihat pelayannya memasak!’ Pikiran Prof. Rei yang positif. "Hebat. Inikah yang disembunyikan ayah untuk tidak diketahui para penghuni?” Ucap wanita itu. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menjauh dari Prof. Rei. Ia melihat sekelilingnya lagi dan duduk di meja makan. "Apa maksudmu?" "Aku akan ceritakan nanti." Ucap wanita itu santai. "Darimana sebenarnya kau berasal?" "Sebuah kerajaan, yang jauh dari sini. Aku seorang putri, tetapi kau boleh panggil aku Flos." Ucapnya singkat. Ia tidak menceritakan tentang dunia waktu. Prof. Rei tidak menanggapi makna tersirat dari negeri yang ia tempati dulu. Ia sibuk menunggu telurnya matang dan rebusan sayur yang telah mendidih. "Baiklah Flos. Kau bisa panggil aku Rei." Ucap Prof. Rei. "Dunia kalian sangat unik." Ucapnya "Ya, tentu. Kau sepertinya tidak berasal dari sini." Tebak Prof. Rei tanpa maksud apapun ingin menyinggung. Flos diam saja, ia seharusnya tidak menjelaskannya sekarang. Ia berpikir, mungkin sebentar lagi? Mungkin saja. Keputusannya berubah-ubah. Ia baru saja sadar bahwa dirinya lebih mirip dengan manusia karena keputusan sebelumnya tidak pernah berubah-ubah sebelumnya. "Aku menjadi cacat." Celetuk Flos sambil menghela napas. Prof. Rei mengangkat telur yang sudah matang, meletakkannya di piring. Ia meniriskan sayur yang ia rebus dan menatanya di samping telur. "Telur dan sayur, kombinasi terbaik!" ucap Prof. Rei. Ia mengangkat dua piring yang sudah siap di santap ke meja makan. Ia menyajikannya di depan Flos yang sudah duduk di meja makan. Sambil meletakkan piring ia berkata kepada Flos, "Kenapa denganmu? Kau selalu mengatakan hal yang aneh-aneh." Flos menatap masakan itu dengan serius. Bentuk hidangan tersebut belum pernah dilihatnya. Tentu hal tersebut membuatnya kagum.  “Warna yang indah!” Ucap Flos. Lalu ia merasakan sebuah aroma, “Wanginya!” Ucapnya lagi. Prof kemudian menyiapkan minum dan mengambil sendok dan garpu. "Woi, terlihat enak." Puji Flos ingin mengambil makanan itu dengan tangannya. "Hei, tunggu." Ucap Prof. Rei yang memperhatikannya. Baru saja ia meninggalkan Flos untuk mengambil sendok dan garpu, ia sudah melakukan kesalahan besar. Ia menghentikan Flos mengambil makanan tersebut dengan tangannya. Flos berusaha melepaskan tangan Prof. Rei. "Pakai ini." Diletakkannya garpu di tangan kanan Flos. Lalu memberi sendok di tangan setelahnya. Ia mengajarkannya cara memakai sendok tersebut. "Perhatikan cara memakainya!" Prof. Rei sudah lebih mengerti bahwa wanita itu pasti tidak tahu cara menggunakan sendok dan garpu saat makan. Dalam sekali percobaan, Flos bisa menirukannya. Ia berteriak dan sangat gembira. Ia memakan makanan tersebut dan merasa masakan tersebut sangat enak.  “Disini tidaklah seburuk yang dikira!” Ucapnya sambil mengunyah sayur di mulutnya. Tak butuh waktu lama, makanan di depannya sekejap habis.  “Adakah lagi?” Tanya Flos meminta. Prof. Rei terdiam dan melotot melihat Flos.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD