Perhatian Kecil

1172 Words
Daya sadari, sejak insiden kekhilafan dirinya dan Ezra, kini pria itu tampak menjauh dan menjaga jarak. Hati kecil Daya merasa tercubit, kemudian ia merutuk kelemahan hatinya. Bukankah itu hal yang bagus? Jarak akan membuat hubungan antara mereka terkendali dan itu baik – baik saja. Terlebih, Daya sering memperhatikan Ezra yang menerima telepon secara pribadi dan berbicara dengan nada rendah. Layaknya pria yang sedang bicara dengan pasangannya. Senggolan di pahanya membuat Daya tersadar, Troy berlari mengelilingi meja makan sambil membawa mainan burung elang yang diterbangkannya dengan tangan. "Hati – hati Troy!" Pesan Daya ketika anak asuhannya kini berlari menuju ruang tamu. Daya kembali menyiapkan makan malam untuk ayah dan anak itu. Bu Desi yang mengurus rumah sedang berduka, anak pertamanya meninggal dunia. Siang tadi Daya, Ezra juga Troy menyempatkan diri melayat dan mengucapkan belasungkawa pada keluarga bu Desi. Brruukkkk. "Aaaaaaaaa! Ayaahh!" Suara benda – benda berjatuhan dan teriakan Troy serta merta membuat Daya mematikan kompor yang tengah mendidihkan sayur untuk makan malam mereka. Dilarikan kakinya ke arah ruang tv dan mendapati kaki Troy yang tertimpa rak kayu tempat Ezra meletakkan hiasan. "Ya ampun Troy." Daya bergegas mengangkat rak kayu yang berbobot lumayan berat. Troy menangis memanggil ayahnya. Beberapa benda hiasan yang jatuh, tersebar di beberapa tempat. "Bisa tarik kakinya enggak Troy?" Tanya Daya yang menahan bobot rak kayu, namun Troy malah menangis kesakitan. "Tarik kakinya, biar Kak Daya lihat." Daya menahan rak dengan tangan kiri dan menarik lengan atas Troy dengan tangan kanannya. Hatinya mengucap syukur saat melihat kaki kanan Troy berada di bawah anak tangga kecil antara ruang tamu dan ruang tv. Membuat badan rak tidak menimpa kaki kecilnya, hanya melewati tulang keringnya. "Enggak apa – apa, Troy. Ayo bangun." Daya mengangkat Troy agar berdiri. Troy perlahan bergerak untuk bangun ketika menyadari kakinya tidak tertindih, sementara tangan kiri Daya yang menahan rak itu semakin berkeringat. Tepat ketika Troy berdiri dan menyingkir dari depan rak yang masih ditahan Daya, pegangan pada rak itu terlepas. Spontan tangan kiri Daya tertimpa rak kayu jati yang tanpa sengaja dijatuhkan Troy tadi. "Aaaaa!" Jeritan Daya memekakkan telinga Troy, membuat anak itu kembali panik dan menangis. "Ayaaaahhhhh!" Panggil Troy. Sementara Ezra yang tengah berada di ruang kerjanya belum juga ada tanda – tanda mendengar keributan yang mereka buat. Troy menoleh ke pintu ruang kerja Ezra dan kembali menatap Daya yang berusaha mengangkat rak berat itu untuk meloloskan tangannya. Ketika dilihatnya Daya tidak mampu mengangkat rak berat itu, Troy berlari menuju ruang kerja Ezra untuk memanggil ayahnya. Tidak lama, Ezra datang dengan panik di belakang Troy dan langsung membantu Daya mengangkat rak itu ke tempat semula dengan mudah. "Ya ampun Daya!" Ezra meraih telapak tangan kiri Daya yang tertimpa rak. "Sorry saya enggak dengar." Headset yang masih melingkar di leher Ezra menjelaskan segalanya. Daya mengangguk dengan cepat sambil meringis menahan sakit di tangannya. Ezra menuntun Daya menuju ruang makan, memintanya duduk di kursi. Troy yang tampak khawatir mengikuti ayahnya dengan wajah cemas. Ezra mengeluarkan es batu dan menaruhnya dalam mangkuk bening. Mengambil sapu tangan dan membungkus es batu untuk diletakkan di atas telapak tangan Daya. "Ke klinik depan ya. Saya antar." Ajak Ezra seraya menekan sapu tangan berisi es batu secara perlahan pada telapak tangan Daya. "Enggak perlu, Pak. Nanti juga sembuh. Cuma bengkak." "Takutnya membiru di balik telapak tangan kamu ini. Tulangnya enggak apa – apa? Enggak retak atau apa?" Daya menggeleng. "Kenapa bisa jatuh itu rak?" Daya melirik Troy yang kini maju dan menjelaskan kronologi kejadian jatuhnya rak berat itu yang hampir mematahkan kaki kecilnya. Serta merta Ezra mendudukkan Troy di atas meja dan memeriksa kedua kaki putra semata wayangnya itu. Rupanya, Troy terpleset ketika sedang berlarian di sekitar rak kayu jati itu. Dan menarik rak tersebut sebagai pegangan, namun posisi rak yang berdiri di antara tangga dari ruang tv dan ruang tamu jatuh karena tertarik oleh tangan Troy. Ezra menggelengkan kepala tidak percaya, mengingat rak itu sangat berat namun bisa jatuh karena tarikan tak sengaja putranya. Daya menjelaskan, mungkin karena posisi rak berada di antara tangga, lebih mudah dijatuhkan. "Ayah bilang apa? Jangan lari – larian di dalam ruangan, Troy. Sekarang ini akibatnya, kalau kaki kamu yang kena gimana? Kalau kak Daya sampai sakit parah gimana?" Tegur Ezra, membuat Troy menundukkan kepala dan melirik Daya dengan tatapan menyesal. "Coba gerakkin tangan kamu, Daya." Daya mempraktekkan yang dicontohkan Ezra, menggerakkan telapak tangan kirinya yang sekarang terasa kebas. "Kelihatannya sih enggak parah, tapi kalau ngerasa ada yang aneh segera bilang ke saya ya. Kita ke dokter." "Iya Pak. Terima kasih banyak." Daya mengeringkan tangannya yang basah karena es. "Kamu sudah masak? Kalau belum kita pesan makanan saja." "Sudah Pak." Jawab Daya cepat seraya berdiri, bermaksud untuk kembali menyiapkan makan malam yang sempat tertunda karena rak jatuh. Ezra menghela napas pelan. "Saya bantu deh." Daya hendak menolak, namun Ezra menggeleng tegas dan menyuruhnya duduk kembali. Daya membatin, bahwa dirinya masih mampu melakukan itu semua. Hanya telapak tangan kirinya yang terluka. Itu pun tidak parah. Namun tidak berani menolak bantuan Ezra yang kini membuka tutup kaca panci berisi sayur sop yang baru dimasak olehnya. Dengan cekatan Ezra mengambil mangkuk kosong untuk menempatkan sayur. Menyiapkan nasi setelah bertanya pada Daya di mana menaruh wadah untuk nasi. Diam – diam, Daya menikmati perlakuan Ezra dalam hati. *** Telapak tangan kiri Daya sudah membaik, Ezra menanyakannya beberapa kali apakah Daya merasakan sakit atau mati rasa, yang dijawab tidak oleh gadis cantik itu. Ezra bahkan melarang Daya membawa motor ke sekolah dan mengantarkannya pagi tadi. Tentu saja siang hari membuat Daya harus memesan jasa ojek untuk pulangnya. "Kak Daya, tante aku mau ke rumah lho. Tadi pagi ayah bilang." Info dari Troy mengalihkan fokus Daya dari ponsel yang tengah memesan ojek. "Hm? Jam berapa Troy?" "Enggak tahu. Aku enggak pake jam." "Maksudnya tante Vika. Mau datang jam berapa?" Ulang Daya sambil tertawa, Troy membulatkan bibirnya dengan lucu. "Siang – siang biasanya datangnya tante aku." Driver yang Daya pesan tiba, Daya mengajak Troy untuk naik di tengah antara dirinya dan driver. "Aku mau di depan aja dong, Kak!" Pinta Troy. Daya bertanya pada pengemudi yang dijawab bahwa dirinya tidak keberatan Troy duduk di depan. "Mbaknya pejabat ya?" Tanya pengemudi itu ketika kendarannya sudah menjauh dari sekolah Troy, yang membuat Daya kebingungan menjawab. "Maksudnya gimana Pak?" "Tadi saya disetop sama bapak polisi di situ, ditanya – tanya pesanan mbaknya atau bukan." Daya menghembuskan napas dengan membentuk huruf o di mulutnya dan meminta maaf pada pengemudi yang tengah mengantarkannya pulang. "Kalau pejabat enggak pesen ojek dong Pak." Canda Daya, sang pengemudi terkekeh seraya membenarkan perkataan Daya. "Terus apa dong? Enggak mungkin teroris kan? Eh!" Daya tertawa, "ya bukanlah Pak!" "Teloris apaan Bang?" Tanya Troy polos, kepalanya menoleh ke arah pengemudi dan Daya. "Bukan teloris Troy. Teroris. Orang jahat." "Oh musuhnya Superman ya Kak?" Pengemudi ojek yang baik hati itu menjawab pertanyaan Troy dengan sabar. Daya melihat dari spion motor pengemudi ojek, sebuah mobil polisi yang biasa mengikutinya kini tengah memantau perjalanan mereka. Dirinya mendesah pasrah dan berharap Boy segera tertangkap agar dirinya bebas dari segala intaian para polisi yang tengah memburu pria yang pernah sangat dicintainya itu. •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD