Daya menikmati pekerjaannya sebagai pengasuh Troy. Anak manis itu tidaklah rewel atau nakal seperti anak – anak yang biasanya hampir tak tersentuh pengawasan orangtua setiap hari. Troy anak yang riang dan suka mengobrol. Setiap dirinya sedang berkendara menuju atau pulang sekolah, Troy akan menanyakan apa saja yang dilihatnya sepanjang jalan.
Daya menikmati itu semua.
Troy juga sering bertanya pada Daya. Apa kesukaannya? Film kartun favorit Daya. Dan sebagainya.
Seperti yang pernah dikatakan Ezra, Troy kini menanyakan tentang orangtua Daya.
"Kak Daya, mamanya di mana? Papanya kerja juga enggak?" Mata polos Troy membuat Daya gemas dan mencubit pipinya.
"Kak Daya tidak punya mama dan papa, Troy."
"Masa sih? Ayah saja enggak punya?" Tanya Troy yang tampak tertarik, Daya menggeleng. "Kenapa enggak punya ayah?"
Daya berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sederhana Troy.
"Uhm, Kak Daya disulap untuk tidak punya mama dan ayah." Jawab Daya yang terkikik geli karena pemikirannya sendiri.
Troy tertawa. "Aku juga disulap enggak punya mama."
Daya memandangi wajah Troy dengan sendu, namun wajah ceria anak itu membuat mendung di wajahnya terusir.
"Tapi kata ayah aku, enggak apa – apa kalau enggak punya mama. Aku hebat."
Daya terkekeh, "iya dong! Troy kan anak hebat."
"Iya. Aku mau jadi Iron Man lho kalau sudah besar."
"Hehehe. Nanti Kak Daya jadi apa?"
"Ehm—" Troy tampak berpikir keras dengan jari telunjuk di dagu dan dahi yang berkerut. "Karena Kak Daya tidak punya mama dan ayah, Kak Daya jadi temannya Iron Man saja! Kita kan sama enggak punya mama. Kita berteman." Jawab Troy polos dan mengacungkan jari kelingkingnya meminta Daya mengaitkan jari yang sama. "Kalau berteman kita harus saling bantu!"
"Iya, Troy!" Jawab Daya seraya mengelus rambut Troy.
"Aku suka Baymax ini Kak!" Troy meraih action figure Baymax miliknya dan memamerkannya pada Daya dengan bangga. "Baymax hebat lho! Tapi dia bukan manusia kata ayah. Dia robot. Aku enggak suka jadi robot."
"Memang kenapa? Robot kan hebat, enggak pernah capek."
"Ih enggak enak. Robot enggak hidup. Kalau disiram air nanti mati. Aku enggak bisa mandi dong."
Daya tertawa mendengar penuturan Troy yang polos.
"Ya kalau jadi robot, enggak boleh mandi."
"Iya. Padahal aku suka main air. Aku juga suka berenang. Kak Daya suka berenang enggak?"
Daya mengangguk semangat. "Suka. Kak Daya suka banget berenang."
"Nanti aku bilang ayah aku kalau kita boleh berenang atau enggak. Nanti aku ajakkin ke tempat berenang yang bagus."
Daya mengangguk – angguk menyetujui, Troy kembali meletakkan Baymaxnya dan mulai menyusun mobil – mobilan.
***
Troy terlelap setelah lelah bermain kemah – kemahan dengan Daya. Mereka membuat kemah menggunakan seprai yang disusun antara sofa dan meja ruang tamu. Daya memindahkan tubuh kecil Troy ke dalam kamar dan hanya menyalakan lampu tidur di kamar anak asuhannya sebelum menutup pintu kamar Troy.
"Troy sudah tidur, Daya?" Perempuan itu sedikit terlonjak kaget karena Ezra yang baru dilihatnya sedang duduk di ruang meja makan saat dirinya menutup pintu kamar Troy.
Ezra terkekeh dan meminta maaf karena mengagetkan Daya.
"Iya Pak. Baru saja. Maaf ruang tamunya berantakan. Saya akan membereskannya segera."
"Oh biar saja! Besok Troy pasti menanyakan tendanya."
Ezra duduk di kursi meja makan sambil membuka kancing lengan kemeja. Dia melambaikan tangan pada Daya untuk duduk di hadapannya.
"Saya ingin tanya – tanya tentang hari ini. Bagaimana Troy di sekolah?"
Daya mulai terbiasa untuk menceritakan hari – hari mereka pada Ezra. Mengenai pergaulan Troy dengan teman – temannya, atau pertanyaan – pertanyaan baru Troy tentang sekelilingnya. Ezra selalu ingin tertarik dengan semua kegiatan Troy yang tidak dapat dilihatnya sehari – hari. Daya pun dengan senang hati menceritakan tentang Troy yang memang mudah bergaul dengan siapa saja. Bahkan ketika mereka mampir ke minimarket untuk membeli eskrim atau jajanan Troy, anak itu akan dengan ramah bertanya pada petugas kasir dan menyapa mereka semua.
Daya selalu memperhatikan itu, senyum bangga di wajah majikannya setiap mendengar hal positif tentang Troy atau kelucuan – kepolosan yang dibuat anak asuhnya tanpa sengaja. Diam – diam, Daya mengagumi tentang bagaimana Ezra sangat menyayangi Troy.
"Ehm, ada perkembangan mengenai berita pacarmu itu?" Pertanyaan Ezra yang tiba – tiba membuat pikiran Daya kembali pada ruang makan milik Ezra.
"Belum, Pak."
Ezra mengangguk, wajahnya sarat keprihatinan terhadap wanita muda di hadapannya. Banyak berinteraksi dengan orang membuat Ezra mudah mengenali karakter siapapun yang berbicara dengannya. Apalagi Daya, yang bekerja untuknya dan tinggal dalam rumah yang sama. Ezra cukup yakin bahwa Daya hanya korban dari segala kejahatan dan tindak kriminal Boy. Dan mungkin, memang Daya tidak memiliki pilihan selain mengikuti kemauan Boy saat itu.
"Kalau kamu butuh sesuatu, jangan sungkan untuk bicara dengan saya ya, Ya."
Daya tersenyum meyakinkan Ezra, "iya Pak. Terima kasih banyak."
"Ohya, semua peralatan di rumah ini bisa kamu gunakan. Termasuk alat gym yang ada di sana!"
Daya sudah melihat ruangan olahraga pribadi milik Ezra. Tidak besar, namun langsung menghadap ke taman. Jendela kaca yang terdapat di sana juga bisa dibuka, jika ingin mendapatkan langsung udara segar dari taman. Majikannya juga memiliki treadmill, exercise bike dan dumbbell. Itu menjelaskan bagaimana lemak sangat benci bersarang di tubuh sempurna Ezra.
"Saya jarang ada waktu olahraga keluar. Jadi ya, kalau pulang kerja gini. Sekalian capek, biar tidurnya nyenyak, saya work out." Lanjut Ezra, Daya mengangguk – angguk.
Dirinya juga ingin kembali mengolah tubuh, meski tidak ada lagi Boy yang bisa menuntut tubuh fitnya, tetap saja Daya perlu menjaga tubuhnya agar terus bergerak.
Daya menawarkan Ezra segelas teh hangat, yang disambut Ezra dengan senyum lebar. Pria ini memiliki banyak persediaan teh, sebut saja ; chamomile, chrysanthemum, teh oolong, english breakfast dan banyak lagi.
"Bapak suka teh?" Tanya Daya ketika menyajikan dua gelas teh chamomile di meja makan.
Ezra menggaruk tengkuknya dan tertawa canggung. "Itu oleh – oleh sih. Saya justru jarang minum teh. Kalau kamu suka, minum saja. Bebas."
Daya mencium aroma chamomile di gelasnya, hal itu tidak luput dari tatapan Ezra. Wanita ini memiiki kelas, batin Ezra menilai.
"Kamu enjoy mengasuk Troy?" Tanya Ezra.
Daya meletakkan gelasnya kembali.
"Saya suka anak – anak, Pak. Mereka menyenangkan, melihat mereka bermain dan bercanda menghilangkan stress."
Ezra tertawa menyetujui jawaban Daya.
"Apalagi anak sendiri. Semua capek, beban dan masalah rasanya bisa saya atasi setiap melihat wajah Troy yang sedang tidur. He heals me."
Daya ikut tersenyum, melihat wajah bahagia Ezra saat menceritakan Troy.
Dirinya juga pernah bermimpi untuk memiliki anak dengan Boy. Membangun rumah tangga impian. Membesarkan anak – anak mereka dengan kasih sayang. Namun, itu semua sirna ketika Boy memintanya merayu Lucky guna mendapatkan kuasa mengancam pria muda itu untuk memberikannya uang. Meski terluka akan permintaan Boy, Daya tidak mampu menolak. Boy bukan hanya kekasih bagi Daya, Boy adalah satu – satunya orang yang menginginkan dia bahkan ketika kedua orangtuanya membuang Daya di panti asuhan.
"Dulu kamu bekerja di Perusahaan apa?"
Daya memang menceritakan tentang dipecatnya secara tidak hormat dalam Perusahaan itu, namun tidak menceritakan detail mengenai bagaimana dirinya tertangkap basah sedang bercinta dengan mantan bosnya yang sudah memiliki tunangan.
"Di Sakti Wiguna Properti, Pak."
Wajah Ezra terperangah, namun segera diubahnya dengan anggukan kepala.
Daya tidak pernah bertanya mengenai pekerjaan Ezra. Tidak berani dan tidak perlu tahu. Meski beberapa foto yang ada menunjukkan bahwa bidang pekerjaan Ezra kurang lebih semacam tehnik sipil dan sejenisnya. Daya tidak pernah membayangkan untuk menjadi lebih dekat dengan Ezra. Daya tidak ingin menjadi manusia tidak tahu diri yang mengkhayal bahwa Ezra akan jatuh menyukainya seperti Lucky. Daya tidak ingin menjadi perempuan yang memanfaatkan kebaikan hati orang lain lagi.
"Istirahat, Daya." Ezra berdiri dan meregangkan tubuhnya di depan Daya. "Maaf ya kalau saya akan berisik sedikit, saya mau cari keringat."
Daya tersenyum dan berkata tidak masalah. Setelah meletakkan gelas di tempat cuci piring, Daya pamit pada Ezra untuk kembali ke kamarnya.
***