Steven ke luar dari ruang kerjanya, untuk mencari Tiara di kamarnya. Tapi Tiara tidak ada. Kemudian ia turun lagi ke lantai bawah. Ia mencari Tiara ke dapur, tapi yang ada hanya bibi
"Bi, melihat Tiara?" tanyanya
"Ooh ... Non Tiara tadi ke depan, Tuan."
"Ke depan, kenapa?"Steven mengerutkan keningnya
"Mengantar kopi buat Asep," jawab bibi.
Wajah Steven langsung berubah. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, ia melangkah cepat ke arah luar, pintu depan terbuka didengarnya tawa Asep, dan Tiara. Sejenak Steven berhenti di balik pintu, menurunkan emosinya, lalu ia ke luar.
"Tiara!"panggilnya.
Tiara, dan Asep sama-sama berdiri.
Asep menganggukan kepala pada Steven.
"Selamat malam, Tuan," sapa Asep.
Tanpa menjawab, Steven hanya membalas anggukan Asep.
"Tiara, masuk!" perintahnya ,
Tiara melepaskan jaket yang menutupi bahunya, lalu menyerahkannya pada Asep
"Makasih ya, Sep," katanya.
Steven merasa kemarahannya sampai di puncak kepala, saat menyadari Tiara memakai jaket Asep.
"Aku masuk dulu, Sep. Nanti kita lanjutkan lagi ngobrolnya." Tiara menatap Asep dengan senyum di bibirnya. Steven benar- benar merasa panas hatinya.
'Permainan apa yang kamu lakukan Tiara? Membuat aku marah dengan sikapmu pada dua pria yang berbeda, hanya dalam satu malam,' gumam hati Steven.
Tiara berjalan melewati Steven, Steven mengikutinya dari belakang, kemarahan Steven hampir meledak, sekuat tenaga Steven mengontrolnya.
Steven mengikuti Tiara masuk ke dalam kamar, ditutup pintu kamar Tiara, ditariknya lengan Tiara, disandarkan punggung Tiara ke daun pintu yang tertutup.
Steven menyambar bibir Tiara dengan kasar, tangannya ketat memeluk tubuh Tiara, jemari Tiara kuat mencengkeram bahu Steven.
Tiara merasa kakinya lemas.
Ciuman Steven meski kasar seperti menguasai seluruh mulutnya, tapi tetap membuat tubuhnya seperti meleleh. Steven melepaskan ciumannya. Keduanya tersengal dengan wajah memerah, Tiara menundukkan wajahnya. Steven belum melepas pelukannya
Perlahan Steven mengangkat dagu Tiara, mata mereka bertemu
"Itu hukuman untukmu, Tiara. Sudah aku katakan, jangan deka-dekat dengan lelaki lain, kamu itu istriku!" kata Steven, tanpa melepas tangannya dari dagu Tiara. Tiara membuka mulutnya ingin bicara. Tapi, Steven sudah kembali mencium bibirnya, kali dengan lembut
"Jangan bantah aku, Tiara," katanya disela ciuman lembutnya
Kali ini, Tiara benar-benar merasa, kedua kakinya tidak mampu lagi menopang tubuhnya, yang terasa meleleh akibat ciuman Steven.
Tanpa melepas ciumannya, Steven mengangkat Tiara. Dibaringkan Tiara di atas ranjang.
Tangannya mulai membuka kancing baju Tiara. Bibirnya mengecup bahu Tiara hingga berbekas. Lalu bibirnya turun ke atas d**a Tiara, memberi kecupan berbekas juga di sana
Tubuh Tiara bergetar, merasakan sensasi yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Steven kembali menciumi bibir Tiara sambil tangannya berusaha melepaskan baju Tiara
Drtt ... drrttt
Ponsel Steven bergetar, Steven melepaskan Tiara. Steven duduk di tepi ranjang. Tiara masih pada posisinya
"Emira," gumamnya sambil menatap Tiara. Tiara bangun, lalu duduk juga di tepi ranjang
"Tadi dia ingin bicara denganmu," kata Steven.
"Halo Em ...." Steven memasang loudspeaker ponselnya
"Ayah, mana Tiara? Dari tadi ditungguin lama banget, katanya mau telpon balik. Ayah suaranya seperti baru bangun tidur, ketiduran ya?" cerocos Emira
"Ini Tiara ada di sini, ini Ayah speaker, biar Tiara bisa mendengar suaramu, Em."
"Halo Em, bagaimana kabarmu, dan keluarga di sana?" tanya Tiara
Suaranya juga terdengar serak.
"Kamu bangun tidur, Ra? Suara kamu, dan Ayah sama-sama serak. Jangan-jangan ... apa kalian tidur berdua? Asik! Aku akan punya adik!" sorak Emira kegirangan
Tiara menatap Steven wajahnya merah padam
"Jangan asal bicara deh, Em."
"Kok asal bicara, sih. Kalian suami istri, wajar dong tidur berdua. Yang tidak wajar itu, kalau tidur nya pisah kamar!" ucapan Emira kembali sukses membuat Wajah Tiara merah padam. Matanya melirik Steven yang merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Mata Steven terpejam seperti tertidur. Tiara pindah duduk ke sofa di dekat jendela.
Emira, dan Tiara lama sekali mengobrol di telpon.
Usai Emira menutup telpon, Tiara menatap Steven yang tertidur
Tiara bingung.
'Dibangunkan atau tidak,' pikirnya
Tiara berjalan ke arah meja rias, ia menatap dirinya di cermin.
Baru disadarinya kancing bajunya sudah terbuka. Matanya melebar, melihat banyaknya bekas kecupan Steven di atas bahu, dan dadanya
Tiba-tiba, Steven sudah berdiri di belakangnya. Steven memeluk erat perutnya. Lalu menciumi tengkuknya. Kemudian merabai dadanya. Dan, tangan Steven Mulai membuka baju Tiara
"Tiara, Tiara, kamu mengigau!"
Tiara terlompat bangun. Ternyata cuma mimpi. Tiara tertidur di atas sofa, karena Steven tidur di atas ranjangnya. Mata Tiara mengerjap.
Mukanya merah karena barusan memimpikan Steven.
"Pindah ke ranjang tidurnya, aku mau kembali ke kamarku," kata Steven.
Tiara berdiri, kepalanya mengangguk
Steven meraih kepala Tiara, dipegangnya dagu Tiara.
Cup
Dikecupnya bibir Tiara
"Selamat malam, selamat tidur." Steven melepaskan wajah Tiara, lalu melangkah ke luar kamar
'Hhh ... malam ini, Om Bule benar-benar aneh. Mau dibilang cemburu, tidak mungkin. Cemburu itu tanda cinta, Om Bule saja tidak pernah bilang cinta, jadi mana mungkin cemburu, membingungkan ....,' gumam Tiara di dalam hatinya.
Direbahkan tubuhnya di ranjang.
Ia berusaha untuk tidur
Selesai sholat subuh, Tiara ingin turun ke lantai bawah, untuk membantu bibi di dapur. Steven dilihatnya ke luar dari ruangan olah raga di samping kolam renang.
Sesaat kemudian, Steven sudah rapi dengan jas, dan dasinya.
Steven duduk dengan kopi s**u di atas meja makan, dan koran di tangannya.
Steven melipat korannya
"Kamu tidak kuliah?" Steven bertanya pada Tiara yang dilihatnya masih menggunakan baju rumah.
"Agak siangan nanti, Om." jawab Tiara
"Jam berapa? Biar nanti supir kantor yang antar jemput kamu."
Tiara ingin menolak, tapi takut Steven marah.
"Jam 11, Om."
"Ya sudah, kamu tunggu saja di rumah nanti."
"Iya, Om."
Jam 10, Tiara sudah siap untuk berangkat kuliah. Dilihatnya hp Steven, yang tadi malam ia pakai tertinggal di atas meja, tidak bisa menyala, karena baterainya, habis. Tiara tahu, hp Steven bukan cuma satu. Tapi, ia berniat mengantar hp Steven ke kantornya. Saat ke luar, didengarnya suara motor Pak Ujang masuk ke halaman
"Asep, nggak sekolah?"
Ternyata Asep yang memakai motor Pak Ujang.
"Sudah pulang, Non, lagi ulangan," jawab Asep
"Bisa antar aku ke kantor, Om Steven nggak?" tanya Tiara
"Oh, bisa, Non," jawab Asep
"Tunggu ya, aku pamit bibi dulu."
__
Sampai di depan pintu masuk kantor
Tiara melihat Steven ke luar dari pintu dengan Donna bergayut manja di lengannya. Tiara merasa ada yang sakit di dalam hatinya, tapi dikuatkan perasaannya. Dibuat wajahnya sedatar mungkin.
Dipanggilnya Steven
"Om!"
Steven berpaling, ia tertegun sejenak, dan kemudian tangannya melepaskan tangan Donna, dari lengannya.
"Ada apa ke sini?" tanyanya
Matanya meneliti wajah Tiara, namun wajah Tiara terlihat datar saja, tanpa ekspresi.
Tiara menyodorkan ponsel di tangannya pada Steven.
"Ini ... ketinggalan di rumah, aku permisi, mau ke kampus dulu."
"Kamu naik apa? Supir kantor baru saja aku suruh menjemputmu ke rumah."
Tiara menunjuk Asep yang duduk di atas motor
"Asep yang mengantar. Maaf, Om, aku pergi dulu. Mari, Tante." Tiara berbalik, dan setengah berlari mendatangi Asep, diiringi pandangan marah dari Steven.
'Ada hubungan apa Tiara dengan Asep sampai mereka bisa sedekat itu'
Kata hati Steven
Donna menarik tangan Steven
"Ayo, Sayang kita makan siang dulu."
Steven mengangguk. Ia membukakan pintu mobil untuk Donna
Perubahan sikap Steven, cukup membingungkan Donna.
Steven terlihat seperti cemburu pada Tiara, dan Asep yang diketahui Donna sebagai anak angkat, dan tukang kebunnya
'Apa mungkin, Steven suka pada gadis kampung itu?'
BERSAMBUNG