PART 4 - Samuel Bannet

1345 Words
Sahara mengikuti mobil van di depannya sampai berhenti di sebuah klub malam yang tak jauh dari Stadion tempat konser Rush diadakan. Hari ini Sahara menonton konser Rush hanya untuk mencari waktu berbicara dengan Aron. Sahara tak memiliki pilihan lain selain datang ke konser band terbesar di Indonesia itu. Berada di tengah kerumunan penonton yang berisik menyoraki setiap Rush tampil. Sahara menahan kebenciannya pada laki-laki itu. Melihatnya tampak bersenang-senang di atas panggung dan tersenyum menggoda ke setiap penonton wanita membuat Sahara begitu muak. Bagaimana bisa laki-laki itu menidurinya di pertemuan pertama mereka? Bagaimana bisa laki-laki itu mencari kesempatan di saat Sahara mabuk berat? Apa memang seperti itu kebiasaannya? Meniduri setiap wanita yang ada di dekatnya setiap malam? Kenyataannya, Sahara harusnya tak perlu terkejut dengan itu. Semua orang tahu anggota Rush suka bersenang-senang. Semua anggota Rush masih lajang, muda, tampan, dan kaya. Banyak wanita-wanita yang tergila-gila dengan mereka. Jadi wajar saja kalau Aron itu menganggap semua wanita ingin tidur dengannya, kan? Yang salah hanyalah waktu dan tempat yang tak memihak Sahara. Seharusnya Sahara tak mengikuti Jane datang ke pesta konyol itu. Harusnya Sahara tak meminum alkohol sialan itu dan membuat dirinya tak sadarkan diri. Harusnya Sahara bisa menjaga dirinya lebih baik. "Berhenti di sini saja, Pak," kata Sahara sambil bersiap turun. Sahara membayar sopir taksi ketika melihat para anggota Rush turun dari mobil van besar itu. Mereka diikuti oleh manajer dan beberapa penjaga di belakangnya. Membuat Sahara ragu apakah ia bisa berbicara dengan Aron nanti. Perempuan itu masuk ke klub malam yang cukup mewah itu. Sahara tak pernah terbiasa dengan suara musik yang keras di tempat seperti itu. Seperti ingin merusak gendang telinga Sahara. Sungguh Sahara tak mengerti kenapa banyak orang mendatangi tempat itu setiap malam. Apa sebenarnya yang bisa didapatkan di tempat itu? Sahara memesan meja kecil yang kosong di sudut ruangan. Sendirian duduk di meja itu sambil memperhatikan meja besar tempat Aron dan rombongannya duduk. Sahara ingin menghampiri mereka, tapi ia takut hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Sahara tak mungkin mengatakan kalau ia hamil anak Aron di depan orang-orang itu, kan Jadi Sahara hanya menunggu kesempatan Aron berpisah dari rombongan itu. Sambil memesan segelas wine mahal yang disentuhnya sama sekali. Sahara sudah bersumpah tak akan mencoba meminum alkohol lagi sejak malam itu. Sahara bangun ketika melihat Aron berdiri. Laki-laki itu berjalan ke belakang dan Sahara mengikutinya. Aron masuk ke toilet laki-laki, Sahara berhenti di depan pintu toilet laki-laki itu. Berpikir apakah ia akan masuk atau tidak. Melihat tak ada siapa pun di sekitarnya, Sahara pun membuka pintu toilet itu. Lagian, semua orang mabuk. Tak akan ada orang yang menyadarinya. Sahara bisa berpura-pura mabuk jika ada yang memergokinya nanti. Sahara menghembuskan napas lega ketika tak ada orang di toilet itu. Sahara membuka bilik toilet satu persatu. Hingga perempuan itu menjerit ketika membuka bilik ketiga. Dua orang laki-laki tengah berciuman di ruang sempit itu. Salah satu laki-laki itu duduk di toilet, sedangkan laki-laki lain duduk di atas pahanya. "Apa yang kau lakukan di sini, Jalang?!" ujar laki-laki yang duduk di atas laki-laki lainnya. Sahara menutup matanya, "Maaf..." katanya lalu mundur ke belakang. Laki-laki berjaket merah itu tampak sangat marah dan segera keluar dari tempat itu. Sedangkan laki-laki bertopi yang masih duduk di toilet itu menatap Sahara dengan kaku. Sahara baru saja akan mengatakan maaf lagi ketika melihat pintu di ujung terbuka dan Aron keluar. Sahara segera mendekati laki-laki itu. "Aron, kita perlu bicara," kata Sahara sambil menarik Aron kembali masuk ke bilik toilet. Aron tampak bingung, pandangan laki-laki itu tak fokus dan Sahara sadar laki-laki itu sedikit mabuk. Namun, Sahara tak peduli. Ia harus berbicara dengan Aron sekarang atau ia tak akan lagi memiliki kesempatan untuk berbicara dengan laki-laki itu. "Siapa kau?" tanya Aron dengan alis terangkat. Sahara menjauh sedikit dari Aron dan menyugar rambutnya, tak bisa memungkiri kalau dirinya tak tahu harus membicarakan ini darimana. "Aku hamil anakmu," kata Sahara akhirnya. Kening Aron sedikit berkerut, tampak bingung. Sahara sudah memprediksi respon laki-laki itu. Siapa yang tak bingung jika tiba-tiba ada perempuan yang mengaku hamil anaknya? Namun, yang tak Sahara prediksi adalah tawa kecil laki-laki itu setelahnya. Kenapa tiba-tiba laki-laki itu tertawa? Apa Aron menertawainya? "Benarkah? Kalau begitu selamat," kata laki-laki itu santai. Tangan Sahara terkepal erat. "Aku serius, Aron Roosevelt! Aku hamil anakmu! Apa kau mendengar apa yang aku katakan?" ujar Sahara dengan kesal. "Ya, aku mendengarnya. Kau hamil dan aku sudah memberimu selamat. Apa lagi yang kau inginkan?" tanya laki-laki itu. Sahara ingin menampar laki-laki di depannya itu, tapi ia menahan diri. "Aku bilang aku hamil anakmu, Aron! Anakmu! Aku tak memberitahumu ini hanya untuk mendengar kata selamat darimu, Sialan!" teriak Sahara. "Lalu apa yang kau inginkan? Oh ya, kau pasti ingin aku menikahimu, kan? Yang benar saja." Aron tersenyum miring sambil menatap Sahara rendah. "Minggir, aku ingin keluar. Berhentilah menipuku atau aku akan memanggil satpam untuk mengusirmu," kata laki-laki itu sambil mendorong tubuh Sahara ke samping, lalu keluar dari bilik toilet itu. Sahara menahan tangan laki-laki itu dengan kuat. "Kau tak percaya apa yang aku katakan? Aku benar-benar hamil anakmu, Aron," kata Sahara tak menyerah. "Kau wanita kelima selama lima tahun ini yang mengaku hamil anakku dan ingin menikah denganku. Tapi aku tahu mereka semua membohongiku. Wanita yang pernah tidur denganku pasti tahu caranya agar tak hamil. Mereka bukan remaja atau perawan. Kau tak terlihat bodoh, aku pikir kau juga tahu," kata Aron santai. Sahara hanya bisa melongo mendengar perkataan laki-laki di depannya itu. Jadi Aron pikir, Sahara membohonginya sekarang? "Aku tak membohongimu." Sahara mengeluarkan test packnya dari tasnya. "Ini kalau kau tak percaya. Aku sudah mengeceknya tiga kali dan semuanya menunjukkan dua garis. Kalau kau masih tak percaya, kita bisa ke rumah sakit. Sekarang juga! Kita bisa mengecek kehamilanku dan sekalian kita bisa tes DNA agar kau percaya padaku," kata Sahara. Aron melepaskan tangan Sahara dan mendekatkan wajahnya pada perempuan itu. "Sayangnya aku tak memiliki waktu untuk itu, Cantik," katanya lalu berbalik. Sahara menarik tangan Aron lagi. "Aron, aku tak berharap apa pun. Aku hanya ingin kau tahu kalau aku mengandung anakmu. Aku hanya ingin tahu kalau aku akan mempertahankan bayi ini. Jadi, bisakah kau dengar aku -" Kata-kata Sahara terhenti ketika Aron berbalik dan menatapnya dengan tajam. Aron menepis tangan Sahara dengan kuat hingga Sahara jatuh ke belakang. Benar-benar tampak membenci dan terganggu oleh Sahara. "Sudah kubilang aku tak memiliki waktu untuk ini! Kau hamil anakku?! Bagaimana bisa?! Aku bahkan baru melihatmu hari ini! Aku tak mengenalmu, Jalang!" Aron mengeluarkan dompetnya dan melemparkan beberapa lembar uang pada Sahara. "Kau mungkin ingin memerasku atau kau hanya penggemar gila yang ingin mengerjaiku. Aku terlalu lelah untuk menanggapi perempuan seperti kau! Apapun itu, terima saja uang itu." "Aku tak butuh uangmu -" "Ya, aku tahu. Itu tak mungkin cukup untuk perempuan rendahan seperti kau." Aron mengambil lebih banyak uang dan melemparkannya lagi pada Sahara. "Aku rasa ini lebih dari cukup untuk membeli beberapa tas bermerek dan melakukan aborsi. Itu pun jika kau benar-benar hamil anakku," kata Aron lalu berbalik pergi. "Kenapa perempuan gila seperti dia selalu pintar berakting. Aku hampir tersentuh oleh air matanya. Apa mereka tak tahu kalau aku sangat lelah dan tak punya tenaga sekarang," racau Aron dengan kesal ketika laki-laki itu keluar toilet. Sahara menangis setelah Aron menutup pintu toilet itu. Melihat beberapa lembar uang yang kini berjatuhan di lantai toilet. Sahara menangis tersedu-sedu. Meskipun tak berharap banyak dari Aron, tapi Sahara tak menyangka Aron akan memperlakukannya seperti ini. Sahara bangun dan terkejut ketika bilik toilet di depannya terbuka. Laki-laki bertopi yang Sahara lihat berciuman dengan laki-laki lain tadi keluar. Sahara malu pembicaraannya di dengar oleh orang lain, tapi ia tak peduli lagi. Sahara menghidupkan keran dan membasuh wajahnya yang penuh air itu. "Maaf, aku tak bermaksud menguping, tapi sayangnya aku mendengar semua pembicaraanmu dengan laki-laki itu tadi." Laki-laki bertopi itu mendekati Sahara dan menatap Sahara lewat kaca di depan mereka. "Jadi, aku bertanya-tanya. Apa kau ingin aku membantumu merawat bayi itu?" tanya laki-laki itu asing itu dengan senyum kecil. Sahara berbalik dan menatap laki-laki itu dengan tak percaya. Dan itulah pertama kalinya Sahara bertemu dengan Samuel - seorang gay yang menikah dengan Sahara dan laki-laki yang membantu Sahara membesarkan Sean nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD