Gravitasi terbelah

1087 Words
Macaroon Aku berjalan bersama Helina dengan perasaan kesal. Kedatangan Elisa membuatku merasa tidak nyaman. Sekarang ini aku merasa patah hati duluan melihat kebersamaan mereka. Aku menjadi merasa tidak percaya diri. Elisa adalah wanita yang cantik dengan rambut pirang bergelombang. Chris pasti menyukai Elisa. Mereka terlihat seperti pasangan yang serasi. Apa yanng dikatakan oleh Elisa tempo hari kalau mereka sudah menjadi sepasang kekasih mungkin benar. Aku merasakan sengatan panas di kedua mataku dan pandanganku mulai kabur oleh air mata yang menumpuk di pelupuk mata. Aku mendongakkan kepala ke langit supaya air mataku tidak jatuh. Perasaanku sekarang ini terasa sesak dan sedih. Ini mungkin yang dinamakan patah hati, bahkan aku belum sempat nengutarakan perasaanku pada Chris. Aku tersenyum mentertawakan kisah cintaku yang tragis sebelum kisah cinta itu dimulai. "Jangan sedih lagi!"kata Helina. "Sepertinya aku harus menyerah." "Jangan menyerah dulu sebelum memulai!" "Aku sudah kalah sebelum bertempur." Saat ini aku sudah benar-benar pesimis dan putus asa. Aku pun menangis dengan sekeras-sekerasnya di sepanjang perjalanan dan tidak peduli jika ada orang yang lewat menatapku dengan aneh. Helina membiarkanku menangis di sepanjang jalan. Mulai sekarang aku harus melupakan Chris untuk selamanya dan aku tidak jadi menikah diusia muda. Tangisanku semakin keras. Orang-orang yang lewat melihat ke arahku. "Aku tidak percaya kalau Chris suka pada Elisa." "Kenapa?"tanyaku dengan sesegukan. "Tidak ada rasa cinta dalam mata Chris saat memandang Elisa." "Masa iya? Itu tidak bisa dijadikan bukti kuat. Aku baru akan yakin, jika mendengar sendiri dari mulut Chris." "Kalau begitu kamu harus mengutarakan perasaanmu padanya." "Keberanianku sudah hilang." Aku juga sebenarnya takut untuk mendengar bagaimana perasaan Chris. Aku tidak ingin patah hati yang kedua kalinya. "Jika kamu tidak mengutarakan perasaanmu, kamu akan menyesal seumur hidup dan tidak tahu siapa wanita yang dicintai Chris." Aku menghapus air mataku dengan lengan bajuku. "Bagaimana jika Chris menolak perasaanku?" "Setidaknya kamu sudah memberitahukan perasaanmu padanya, meskipun pada akhirnya kamu tidak bisa bersamanya dan kamu harus mempersiapkan perasaanmu untuk kemungkinan ditolak." "Entahlah apa aku sanggup." "Itu terserah padamu. Aku hanya ingin melihatmu bahagia." Aku menatap Helina dan merasa terharu. "Terima kasih." Aku memeluknya. Setibanya di rumah, aku dan Helina pergi ke dapur dan ibu tidak ada di sana. Ini hal yang tidak biasa, karena ibu selalu menghabiskan banyak waktunya di dapur. Keadaan dapur pun sangat rapih. "Ibu kemana?" "Tidak tahu." Aku keluar dari pintu dapur dan mencari Ayah di kandang ayam. Helina mengikutiku dari belakang. Angin dingin berhembus dengan kencang membuat jemuran tertiup angin. Aku melihat ayah sedang memberi makan ayam-ayam. Aku berlari ke arahnya. "Ayah." Ayah menoleh dan tersenyum. "Kamu sudah pulang." "Iya. Dimana Ibu?" "Oh Ibumu sedang pergi keluar ada urusan." Dahiku mengernyit. "Urusan?" "Ayah tidak tahu ada urusan apa, tadi Ibumu pergi dengan terburu-buru." "Baiklah. Tidak biasanya Ibu pergi terburu-buru." Helina sudah tidak ada lagi di belakangku. Aku keluar dari kandang ayam dan melihat dia sedang mengangkat jemuran. Aku masuk ke dapur dan duduk di kursi makan. Aku berusaha melupakan kejadian di rumah Chrus tadi. Aku bertanya-tanya pada diriku, apa aku harus menemuinya lagi dan memberitahu semua perasaanku ini. Aku mengacak-acak rambutku, lalu menggeleng-gelengkan kepalaku. "Aku tidak bisa. Tidak bisa." "Tidak bisa apa?"tanya seseorang dari belakangku dan suaranya sangat aku kenal. Selama sejenak aku terdiam masih tidak percaya dengan suara itu. Pelan-pelan aku menoleh dan seakan dunia berhenti berputar saat melihat Chris ada di depanku. Apa aku sedang bermimpi? Mulutku menganga terbuka. Chris tertawa melihatku. Suara tawanya sangat renyah. "Chris." Chris masih saja tertawa dan aku menyadari penampilanku berantakan terutama rambutku yang mencuat tidak beraturan. Aku cepat-cepat merapihkan rambutku dan menyisirnya dengan jari-jari tanganku. Aku menyesalkan kenapa pria itu datang pada waktu yang tidak tepat dan harus melihatku dalam keadaanku yang berantakan. "Maaf tadi aku masuk begitu saja. Tadi aku sudah mengetuk pintu, tapi tidak ada yang menjawab." "Ibu sedang pergi dan kami sedang berada di belakang. Kenapa kamu ada di sini?" "Oh itu karena aku tadi mengkhawatirkanmu, karena kamu tiba-tiba pergi." "Aku tidak apa-apa. Sungguh." Chris lama-lama menatapku. Matanya memindai seluruh tubuhku membuat jantungku berdebar kencang dan salah tingkah. Aku ingin menyuruhnya berhenti memandangiku. "Aku juga ingin minta maaf atas kejadian tadi di rumahku. Aku tidak tahu kalau Elisa akan datang." Kepalanya yang dimiringkan membuat gravitasi terbelah seketika. Aku terperangkap dalam masa. Mataku mengerjap dan napasku tertahan. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, karena kamu tidak salah." "Sekarang aku susah ada di sini. Apa yang ingin kamu katakan padaku?" Jantungku kembali berdebar sangat cepat seperti ikut lomba lari. Aku mengigit bibir bawahku. Chris sedang menunggu. Apa yang harus kulakukan? "Tidak ada apa-apa." Akhirnya kata-kata itu yang meluncur dari mulutku. "Ayolah Macaroon! Aku tidak percaya tidak ada apa-apa. Aku sudah datang ke sini. Katakanlah!" Aku tidak sanggup untuk menatapnya, lalu aku melihat Helina berada di belakang Chris dan memberi tanda untuk memberitahukan perasaanku kepadanya. "Mungkin apa yang akan katakan sudah tidak penting lagi bagimu." Aku kembali diam berusaha mengumpulkan keberanianku lagi. Aku mengembuskan napas panjang dan aku akan memberitahunya saat ini atau tidak sama sekali. "Aku suka padamu. Aku mencintaimu." Seketika suasana menjadi sangat hening, bahkan suara ayam pun tidak ada. Chris terdiam tidak beraksi apa-apa. Tubuhku sudah berkeringat dingin dan jantungku kembali bertalu-talu dengan kencang mungkin Chris bisa mendengar suara jantungku. Aku sudah menyiapkan hati, jika Chris menolakku. Chris berdiri dan berjalan menuju jendela dapur. Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Chris sekarang. Aku masih menunggunya memberikan jawaban, lalu dia kembali menatapku. "Aku tidak tahu harus berkata, karena sama sekali tidak terduga." "Maaf." Aku menunduk. "Aku tahu kamu dan Elisa sudah menjadi sepasang kekasih, jadi apa yang aku katakan sudah tidak penting lagi." "Kamu salah." Aku langsung mendongakkan kepala dan pandangan kami bertemu. Chrus tersenyum. Sepertinya dia tidak marah. "Kenapa kamu berpikiran kalau aku dan Elisa adalah sepasang kekasih?" "Elisa yang memberitahuku beberapa hari yang lalu." "Apa kamu percaya?" "Aku tidak yakin. Jadi apa kalian adalah sepasang kekasih?" "Tidak. Kami bukan." Mataku melongo terkejut. Hatiku bahagia Chris bukan kekasih Elisa dan aku kesal, karena Elisa sudah membohongiku. "Dan mengenai perasaanmu padaku itu, aku senang kamu mengatakannya padaku, tapi untuk saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita mana pun." Aku kecewa dan sedih. Chris telah menolakku dan aku sudah mempersiapkan hal ini. Mungkin Chris hanya menganggapku sebagai teman biasa, tapi setidaknya aku sudah lega, karena sudah memberitahukan perasaanku padanya. Seharusnya aku tidak terlalu berharap Chris mau menjadi kekasihku pasti dia akan memilih wanita yang lebih cantik dariku seperti Elisa. Aku berusaha untuk tidak menangis di hadapan Chris. "Aku mengerti." "Asal kamu tahu saja. Aku tidak ingin hubungan pertemanan kita rusak gara-gara hal ini. Kita akan berteman seperti biasanya." Aku berusaha untuk tersenyum. "Tentu saja."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD