Bab 7 – Ke Singapura

1175 Words
“Ikut gue!” ajak Chika menggandeng lengan Ghista dengan buru-buru.  “Ke mana? Gue nggak bisa jalan kalo lu megang tangan gue begini,” keluhnya. Ghista baru saja meletakkan mapnya ke meja dan langsung ditarik oleh Chika ke mobilnya.  “Kita mau ke mana?” tanya Ghista lagi. Mereka menuju jalan yang Ghista tidak hafal akan ke mana. Ia belum pernah ke daerah ini. Dari tulisan di papan jalan yang Ghista baca, mereka menuju ke kawasan Ciputat.  “Ntar juga tau.” Chika fokus pada mobilnya. Ghista tak ingin mengganggunya.  Setelah dua puluh menit mobil berjalan, mereka telah sampai di tempat rumah makan Ayam Kremes Kraton. Ghista tidak tahu kenapa diajak ke sini. Jam makan siang telah lewat, karena sekarang sudah jam empat sore.  “Kita mau makan lagi? Gue masih kenyang. Balik lagi aja, yuk!” ajak Ghista. Ia ingin masuk lagi ke dalam mobil, tapi suara Chika menghentikan gerakan tangannya yang akan membuka pintu mobil.  “Lo nggak akan nyesel setelah liat apa yang ada di dalem sana. Yuk, masuk,” ajak Chika menarik tangan Ghista. Mau tidak mau Ghista mengikutinya.  Setelah melihat ke kanan dari arah pintu masuk, tidak menemukan orang yang ia kenal, melihat ke kiri ia juga tidak menemukan seseorang yang ia kenal. Chika berjalan ke arah kiri, di sana ada ibu dan perempuan cantik yang duduknya membelakangi dirinya.  “Halo, tante,” sapa Chika yang sudah berdiri di depan ibu tadi.  “Eh, Chika. Sini duduk!” perintahnya.  Ternyata ibu itu dengan Angel, perempuan yang duduk membelakanginya tadi menoleh saat Chika menyapa ibu itu. Ghista menampilkan senyum terbaiknya untuk menyapa Angel.  “Ghis, kenalin. Ini tante Rara, nyokapnya Janta. Tante Rara, ini Ghista, calonnya Janta.” Chika memperkenalkan Ghista dengan embel-embel calon di depan ibunya. Ghista merasa canggung.  Chika menoleh ke Angel. “Ini Angel, temen masa kecilnya Janta.”  “Udah kenalan kemarin di restoran, ya?” Ghista mengangguk dan menarik sudut bibirnya yang manis.  “Oh, calonnya? Calon apa, nih? Calon pacar apa calon masa depan? Janta nggak cerita apa-apa sama tante, ya?”  “Nanti juga cerita kalo udah resmi, Tan. Saya sama Ghista gabung nggak papa, ‘kan, Tan?”  “Kamu telat, Chik. Kita udah selesai, mau pulang.”  Benar. Chika melihat ke meja makan, semua telah habis, hanya tersisa sedikit nasi dan ayam kremes di piring masing-masing.  Setelah mereka berpamitan, Angel ikut Marlyn ke mobilnya. Dari tempatnya duduk, Chika masih berdiri melihat kepergian ibu dua anak itu.  “Chik, lo mau apa, sih, sebenernya? Ngenalin gue ke tante Marlyn? Sebagai calon Janta? Gue sama Janta belum ada hubungan apa-apa.”  “Belum ada? Berarti akan ada, dong, sebentar lagi? Yuk, cabut!”  Ghista geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya. Seperti anak remaja saja, batinnya.  “Lo dengerin gue, Ghis. Angel tadi, lo udah kenal? Dia kayaknya bakal ngerebut Janta dari lo, deh. Dia berusaha ngedeketin tante Rara biar gampang jadian sama Janta lagi. Jangan sampe tuh anak jadian lagi, males banget gue ngeliat muka sok manisnya dia.”  “Lo, tuh, ngomong apa, sih? Siapa yang ngerebut siapa? Gue sama Janta aja belum jadian, kok.”  “Tuh, lo ngomong belum lagi berarti akan jadian kalo misal Janta mau bertindak, ‘kan? Eh, besok lo jadi ikut ke Singapura, ‘kan? Gue udah pesen tiket tadi pagi.” Chika pesan tiket untuk tiga sesuai permintaan Janta.  “Kita di sana berapa hari?” Ghista berusaha mengalihkan pembahasan tentang hubungannya dengan Janta dengan membicarakan acara di Singapura. Dengan begini, ia akan lupa jika sedang membahas dirinya dengan Janta. Chika adalah orang yang baik bagi Ghista, tapi dia sedikit pelupa.    “Mungkin tiga hari.” Chika mengedikkan bahunya. Dia sendiri juga tidak tahu akan berapa lama di Singapura. *** Hari keberangkatan ke Singapura telah tiba. Di dalam pesawat ia duduk di tengah pemisah antara Chika dengan Janta. Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 2 jam membuat semuanya ketiduran. Tanpa sengaja tangan Janta memegang tangan Ghista.  Saat terbangun pun Janta dengan tersenyum melihat Ghista yang terlelap. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ghista, dengan seksama ia melihat setiap inci wajah perempuan yang telah menempati hatinya selama empat tahun ini. Yang telah merubah suasana hatinya menjadi lembut dan periang.  Mencium tangannya, dengan perlahan diangkat agar tidak bangun. Janta sangat menikmati momen seperti ini. Di mana dirinya memandang gadis pujaan hatinya dengan puas. Dengan pelan, ia mengatakan cinta pada Ghista.  “Koh, udah bilang sama penjaga rumah kalo kita mau dateng?” tanya Chika saat mereka menuju rumah Janta yang ada di Singapura. Janta menoleh ke belakang, “Udah, kok. ‘Kan, ada Janny juga di sini. Pasti udah dibersihin kamar lo. Kita di sini lima hari nginepnya.”  Ghista yang menyimak dari tadi angkat suara. “Katanya tiga hari?”  “Kata siapa? Saya belum bilang ke kamu berapa hari di sini, lho.”  “Chik,” panggil Ghista. Perempuan itu menoleh ke Chika di mana dia sedang mendengarkan musik. Ghista menarik alat yang digunakan untuk mendengarkan lagu yang di pasang ke telinga. “Chik,” ulangnya.  “Apaan , sih?” Chika melepaskan headset satunya, ia gulung lalu dimasukkan ke tas kecilnya.  “Kata lo kita di sini tiga hari, tapi Pak Janta bilang lima hari.”  “Yaelah, masih aja manggil Pak. Sekali-kali kek panggil sayang.” Sepupu bosnya itu mematikan musiknya, lalu meletakkan hapenya di sebelah tempat duduk. “kemarin gue bilang ‘mungkin’ berarti belum pasti. Kalo kokoh bilang lima hari, ya, berarti lima hari. ‘Kan, dia bosnya di sini.” Janta hanya melirik dari kaca persegi di depannya.  Ghista termenung, ia memikirkan ibunya menghadapi sang ayah jika tidak ada dirinya. Bagaimana jika penagih hutang itu datang lagi dan merusak seisi rumah. Menghela napas panjang, ia berusaha profesional di sini. Ia juga mencari nafkah untuk bisa menutup hutang ayahnya. Bukan main, bukan jalan-jalan.  Sebentar, tadi Chika menyebut ‘Koh’, seakrab itu dia dengan bosnya. Dengan melirik ke arah perempuan di sampingnya, Ghista bertanya, “Kalian ada hubungan apa? Kok, manggilnya Koh?”  Chika tampak terkejut, Janta juga demikian, ia menoleh ke belakang saat mendengar Ghista bertanya dan Chika menatapnya dengan menaikkan kedua alisnya.  “Kita sepupuan, Ghis. Dia pengin kerja sama gue di Jakarta yang sebelumnya gue suruh megang yang di sini.” Janta menjelaskan dengan pelan, dan Chika hanya tersenyum sambil menodongkan tangan yang membentuk V.   Mereka sampai di rumah lelaki yang mencintai dan juga bosnya Ghista. Rumah mewah nan elegan. Sangat sayang rumah seluas dan semewah ini hanya dihuni oleh satu orang, pikir Ghista.  Setelah masuk, Ghista mencium aroma masakan. Setelah melihat-lihat ruang depan, ternyata ada seseorang yang sedang memasak di dapur. Chika langsung menuju ruang dapur, untuk melihat siapa yang memasak. Janta sudah berada di dapur menanyai si pemasak dengan keterkejutannya.  “Angel, kok, lo di sini?” tanyanya, terkejut.  Mendengar kata Angel membuat perempuan itu memikirkan banyak hal. Untuk apa dia di sini? Apa Angel juga memiliki keterikatan pekerjaan dengan bosnya? Atau mengikuti Janta karena masih cinta? Memikirkan hal tersebut membuat perempuan bersepatu usang itu merasa tak pantas jika bersanding dengan bosnya. Ghista yang mengikuti temannya ke arah dapur hanya diam berdiri di samping undakan tangga.  Yang membuat perempuan berlabel mantan kekasih Janta berada di Singapura adalah informasi yang ia dapatkan dari Chika dan bilang pada Marlyn—Ibu Janta—perihal ia akan memberi kejutan untuk anaknya. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan mendapatkan izin jika bisa memberikan alasan yang tepat pada calon mertuanya.  “Koh Janta,” teriak Janny, senang. Ia berlari dari undakan tangga menuju dapur untuk memeluk kakaknya tersayang. “Seneng, deh, akhirnya ketemu setelah lima bulan nggak ketemu.”  Dulu Janta sering bolak-balik Jakarta-Singapura untuk meninjau pekerjaan yang berada di sini. Lewat online saja tidak cukup baginya, maka dari itu sebulan sekali ia akan mengunjungi kantornya yang bertengger di sini, sekaligus menjenguk adiknya yang betah berada di negara dengan julukan Negeri Singa itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD