BAB 7 : Pria yang Mengesankan

1832 Words
"Apa kalian bertengkar?" Mia memberikan segelas s**u hangat untuknya. Yura langsung menggeleng sebagai jawaban. "Tadi Raymen menunggumu sangat lama." "Besok aku akan pergi ke rumahnya" Yura melanjutkan menggambarnya. "Jangan lupa bawa buku, sekalian belajarlah bersamanya, nilai ekonominya sangat bagus, dia juga anak yang cerdas, kau harus bergabung dengan anak-anak yang cerdas agar mereka memotivasimu." "Iya." "Jangan iya iya saja, kau selalu begitu saat aku menyuruhmu belajar." "Aku minta maaf." Mia terdiam, kantung mataya menghitam menggambarkan seberapa besar rasa lelahanya. "Usaha ayahmu benar-benar  bangkrut" ucapnya tiba-tiba. Yura ternganga tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. "Kau harus semakin rajin belajar dan jangan menambah pusing kami. Buat dia bangga" "Apakah dia baik-baik saja?" Yura terlihat mengkhawatirkan ayahnya. "Tidak, kami akan semakin sering bertengkar suatu saat nanti, kau harus mengerti." "Apakah hanya itu yang pandai kalian lakukan?" Yura beranjak dari duduknya, dia merarasa kecewa mendengar jaban ibunya. "Aku bosan melihat kalian bertengkar!, hanya dengan cara marah-marah dan saling mencaci maki kah jalan keluarnya?. Kenapa kalian tidak saling mendukung seperti orang-orang di luar sana?." "Tidakah kau lihat ayahmu-lah yang selalu merendahkan aku, dia juga selalu berkata kasar padaku. Aku tidak terima, jika dia menghina keluargaku" air mata ibunya meleleh juga, Yura mengepalkan tangannya menahan emosi. Emosi yang sangat menyayat hatinya, dimana dia tidak bisa memilih dan membela salah satu di antara mereka berdua, karena keduanya sangat berarti bagi Yura. "Kalian sangat egois"Yura langsung pergi memasuki kamarnya. ***   "Apakah Raymennya ada?" Yura mengekori langkah Elma yang sudah sangat rapi. Ayah Raymen akan pulang hari ini, dan Elma akan menjemputnya. "Ada di atas, kemarin dia terus marah-marah dan murung, kalian bertengkar ya?." "Ah... tidak" Yura menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Syukurlah, aku akan pergi dulu, oh iya ada roti kesukaanmu di lemari, aku membelinya tadi pagi." "Terimakasih." Yura langsung kegirangan sendiri saat Elma pergi. Dia jadi lupa tujuan utamanya, karena roti. Matanya berbinar-binar seperti telah menemukan harta karun, melihat setumpuk roti di lemari pendingin, dia langsung mengambilnya dan memakannya. "Heh" suara Raymen terdengar keras membentaknya. Yura membalikan badannya dan di dapatinya Raymen sudah berdiri di hadapannya, bersedekap menatapnya dengan tajam. "Siapa yang menyuruh kau mengambil makanan orang" ucapnya ketus. Raymen sangat marah, karena tiba-tiba Yura menjauhinya dua hari terkahir ini, dan sekarang berdiri di hadapannya seperti tidak terjadi apa-apa. "Ibumu yang menyuruh" Yura tersenyum seakrab mungkin dengan mulut yang penuh dengan makanan. "Wajahmu kenapa?" Yura menyentuh kening Raymen yang memar namun langsung di tepis dengan kasar. "Jangan menyentuhku." "Astaga!, baiklah terserah padamu! aku pulang saja." "Tunggu" Raymen langsung menahannya, Yura tersenyum penuh kemenangan, "Aku sudah putus dengan Andin." Tubuh Yura menegang, bibirnya terkunci, dia tak mampu mengatakan apapun sebagai komentar, gadis itu kebingungan dengan dirinya sendiri. "Aku fikir.. kita tidak cocok." "Itu alasan yang selalu kau katakan padaku, setiap kali putus dengan seorang gadis" jawab Yura  tersenyum kecewa. "Aku harap bukan karena aku" sambungnya lagi mencoba untuk menekan kekecewaannya. "Dia menjelek-jelekanmu" Raymen tersenyum kecut ikut duduk di sebelah Yura. "Memang aku seperti itu, kau sendiri juga tahu aku sangat buruk, kasar, dan bodoh.” "Persetan!. Aku lebih mengenal kau dari pada dia" Raymen meraih wajah Yura dan menatapnya dengan serius, mata Yura bergerak pasif ke arah lain, Yura sangat merasa bersalah. “Aku lebih bersedih jika kau mengabaikanku.” "Padahal aku fikir kalian cocok" kata Yura tulus, secercah rasa bersalah membekas di ulu hatinya. “Maafkan aku Ray, kau harus berfikir ulang sebelum terlambat melepaskannya, aku mohon” suaranya seperti rintihan yang menyakitkan, Raymen menggeleng. “Aku mohon.. aku ingin kau bahagia, aku benar-benar minta maaf jika aku selalu merusak hubunganmu.” "Menurutku tidak. Hey ayolah jangan merasa bersalah" Raymen mencubit pipi Yura berusaha menghibur, Yura tersenyum memaksakan. "Kau tahu sendirikan aku seperti apa?."Tambah Raymen lagi. “Kau lebih berharga dari mereka, perlu aku tegaskan berapa kali lagi?.” "Bad boy" jawab Yura penuh ejekan Raymen langsung tertawa merasa terhibur. Raymen mendekat dalam satu langkah, mengikis jarak di antar mereka. Kepala Yura tertunduk di d**a Raymen ketika pria itu mendekapnya dalam pelukan penuh kerinduan. “Jangan mengabaikanku.” “Aku hanya memberi jarak.” “Tapi aku tidak mau.” Yura memang seharusnya tidak sangat begitu terkejut, Raymen putus dengan Andin, karena sahabatnya memang selalu gunta ganti pacar, namun perkatakan Andin tempo hari sangat membuka mata dan fikiran Yura. Yura sadar, dia juga berpengaruh dalam kehidupan asmara sahabatnya. Yura harus menjaga sikapnya sendiri terhadap gadis yang ada di samping Raymen. Mungkin denganbersikap baik, agar Raymen mempertahan kekasihnya dan tidak memiliki alasan lagi. ***   “Berhentilah menggambar, kau hanya menggambar rangka pohon dan angka di madding, nanti restorant nenekku jadi sepi.” Stefan memukul tangan Yura, saat dia kembali duduk setelah menempelkan gambar milik Yura. Gadis itu langsung melotot dan meringis. “Hanya orang genius yang tahu artinya, wah.. percuma sekali kau mendapatkan mendali emas, saat olimpiade fisika.” Yura menyipitkan matanya penuh ejekan. “Bisakah kalian memperhatikanku?” Raymen cemberut. Yura tersenyum singkat kembali mengabaikannya, dia langsung makan saat pesanannya sudah datang. “Bersikap anggunlah saat makan.” Stefan mengomel, diraihnya tishu dan membersihkan mulut Yura. “Terimakasih sayang.” Yura tersenyum semanis mungkin. “Oh.. sayangku ini, haruskah aku mencium dan menjilat noda di bibirmu?.” "Oh tentu saja, apapun untuk calon suamiku." “Cih, menjijikan” deci Raymen semakin cemberut kesal. melihat kekesalan Raymen, Stefan menggeser kursinya semakin merapat dan merangkul bahu Yura. Tanpa memperhatikan kermarahan Raymen yang terbawa permainan Stefan, Yura menyuapkan makanannya lebih banyak dan lahap. “Kau mau?” Tawar Yura pada Raymen. Stefan langsung mengangguk antusias dan membuka mulutnya “Aaa” Dalam satu gerakan kasar Raymen mencondongkan tubuhnya, meraih tangan Yura dan memakan makanan yang hampir meluncur kedalam mulut Raymen. “b******n!” Bentak Stefan protes. Raymen menyerigai puas sambil mengunyah makanannya. “Tunggu sebentar.” Yura meninggalkan makanannya dengan cepat karena melihat sekelebat wajah Brian. Yura berlari keluar restorant, dia melihat Brian bersama seorang gadis yang lewat sekilas di parkiran. Yura semakin cepat berlari menuju tempat parkiran dan mengendap-ngendap di antara deretan kendaraan. Yura melihat Brian yang berdiri membelakanginya dengan seorang wanita yang merangkulnya dengan manja. Siapa dia? Kekasihnya?. Batin Yura nemanas. Yura membungkuk mencoba melihatnya lebih dari dekat. Mereka terlihat sangat dekat dan akrab. Brian merangkul gadis itu dengan mesra. Tidak! Pasti sahabatnya!. Yura menggelengkan kepalanya tidak mau menerima, batin Yura menyangkal jika wanita asing itu kekasihnyaBrian. Bukankah Aku juga sering merangkul dan di rangkul Raymen?, mungkin saja mereka juga bersahabat. Batin Yura semakin menyangkal. “Aduh!.” Kepala Yura terantuk sepion mobil ketika dia akan berdiri lagi, seketika mobil berbunyi mengeluarkan sirine. Yura langsung kelabakan panic. “Kau malingnya?.” Mulut Yura ternganga, dia masih jongkok tidak berani berdiri. Sirine mobil berhenti berbunyi, dan sekarang suara jantungnya yang berdegup kencang karena malu.Armin berdecak pinggang keheranan. “Dokter maaf, aku tidak sengaja.” Yura berbisik dan menggerakan tangannya. “Yura.” Jantung Yura semakin berdegup kencang, perlahan dia berdiri melihat Brian yang tersenyum hangatkepada Yura, sementara gadis yang bersamaBrian barusan sudah pergi. Pipi Yura merah merona. Bagaimana kalau dia tahu aku memperhatikannya? Aish sial!. “Kau sedang apa di sini?” Tanya Brian. “Ah.. anu.” Yura meraih lengan Armin, “Kami mau makan siang bersama, iya kan kakak?” Tanya Yura tersenyum kepada Armin, matanya memelas penuh permohonan. Armin mengangguk tanpa suara. “Oh, aku fikir sendirian. Ya sudah aku pergi dulu, sampai jumpa.” Brian melambaikan tangannya dan pergi begitu saja. “Pembohong.” Kata Armin. Seketika Yura melepaskan genggamannya dan membungkukan tubuhnya beberapa kali meminta maaf, setelah itu dia langsung berlari meninggalkannya. “Kemana saja kau?” Raymen cemberut kesal melihat Yura yang baru kembali. “Aku bertemu pangeranku.” Jawab Yura. “Dia juga baru saja bertemu dengan wanita cantik.” Stefan menunjuk Raymen penuh tuduhan. Raymen menyerigai jahat. ***   “Aku bingung Mia, keuangan kita semakin menipis, aku juga khawatir jika depkolektor, Bank menuntut hutang, dan karyawan menuntut bayaran mereka. Saham kita menurun drastis.” Tomi mengeluh begitu sedih. Yura tertunduk, merenungkan keadaan ekonomi keluarganya yang di luar dugaan. Dia tidak bisa membayangkan, bagaimana nanti kedepannya, apakah dia mampu menjalani kehidupan yang berbeda dari biasanya.Apakah dia mampu? Semuanya sangat mengerikan untuk di bayangkan. Yura masih berdiri, bersandar pada dinding kamar, mendengarkan percakapan kedua orang tuanya. “Harta kita juga terkuras habis, bagaimana masa depan Yura.” “Aku mohon, jualah harta warisanmu.” “Aku tidak berani memintanya.” “Persetan! Kau rela rumah ini di sita?.” “Kau bisa memintanya pada Yu. Hutangmu tidak seberapa dengan uang Yu.” “Jaga bicaramu Mia. Aku merawat Yu dengan tulus! Aku tidak peduli dengan apapun yang di miliki Yu!. Yu anakku.” Yura menengadahkan kepalanya, air matanya terjatuh. Ini terlalu banyak dan mengejutkan, dan Yura tidak dapat menyembunyikan rasa bersyukurnya. Sekeras apapun Tomy kepada dirinya, namun dia adalah pria baik yang menjungjung kejujuran dan menjungjung kedisiplinan yang membuatnya mudah marah dan tempramen.   ***   Yura mengarsir gambarnya dengan kasar. matanya nampak merah habis menangis, paginya kembali di hadiahi pertengkaran seperti biasa. Genggaman Yura terlepas dari pensil, telapak tangannya gemetar dan berkeringat. Yura tersenyum sendu menggerakan jari-jarinya, dengan pandangan mengabur. Tangan Yura terangkat mengusap kulitkepalanya di balik helaian rambut. Yura tersenyum lagi, menatapa telapak jarinya di hiasi noda darah. Pagi itu… Yura begitu bersemangat saat ibunya menyediakan sarapan pagi untuknya. Dengan lahapnya dia makan sampai-sampai ibunya tersenyum bahagia masakannya di makan dengan penuh suka cita. "Mulai sekarang kau harus mengirit uang saku" Tomi  muncul dan duduk bergabung. “Iya ayah.” Yura mengangguk patuh, "Ayah, aku ingin bicara." “Nanti saja.” Jawab Tomi. “Ayah selalu tidak memiliki waktu untuk bicara denganku, jadi aku ingin bicara sekarang.” Yura tertunduk berusaha memberanikan diri. “Katakan.” “Aku, sudah memutuskan untuk masuk sekolah seni.” Ucapnya terburu-buru dan Tomi langsung melotot. "Sudah aku bilang masuk sekolah hokum!, tahun depan kamu tinggal dengan kakakmu! Untuk apa belajar dengan keras kalau akhirnya kau masuk sekolah seni." "Aku tidak menyukainya ayah." "Bukan masalah suka atau tidaknya. Tapi lihat masa depanmu yang akan di jamin. Mau jadi apa kamu ini, bila masuk sekolah seni!" Tomi mendesis di antara giginya yang bergelumutuk. Yura tertunduk menelan makanannya yang terasa menyakitkan, "Seni menjamin apa?, pekerjaannya tidak jelas! Tidak  sembarangan orang bisa sukses dengan seni! Ngaca kamu Yura!. Aku bekerja dengan keras untuk mendidikmu dan menjadikanmu anak yang sukses besar!. Usaha ayah bangkrut dan kau mau buat masalah dengan masuk sekolah seni!." Tomi berteriak dan menggebrak meja dengan keras, membuat Yura terperanjat ketakutan. "Tapi aku yang menjalani semuanya nanti." "Gampang sekali kau bicara!, kalau kau kesusahan?. Ayah yang akan menanggung semuanya!. Cari sana orang tua baru! Orang yang mau jadi orang tua kamu,orang yang lebih baik dari pada ayah dan ibumu. Itupun, jika kau sudah tidak mau menuruti perintahku lagi dan aturan di dalam rumah ini!." "Aku tetap ingin sekolah seni." Yura mendorong kursi yang di duduknya dan berdiri dengan tegap. "Dasar anak ini! Susah sekali di aturnya." "Ayah, aku mohon." "Memohon katamu?" Desis Tomy di antara geramannya, dengan kasar pria itu meraih rambut Yura dan menyeretnya mendekati dindingtanpa memperdulikan rintihan kesakitan anaknya. BUGH Kepala Yura di benturkan ke tembok hingga dinding itu bergetar. Pandangan Yura mengabur di antara sakit, pusing dan deraian air mata. "Katakan kau menyesal karena membantah ayahmu" cengkraman Tomy menguat hingga Yura bisa merasakan banyak rambut yang terlepas dari kepalanya. "Sakit ayah.. hiks" isakan Yura. BUGH "Katakan apa yang harus kau katakan!" Teriak Tomy memaki. "Maafkan aku. Aku tidak sopan dan membantah ayah" rintihan Yura melemah. Cengkraman Tomy mengendur dan perlahan melepaskannya, tubuh Yura ambruk ke lantai menangis dalam kesepian dan menjadi tontonan Mia yang tengah menikmati sarapan paginya. "Yura." Sano berbisik agar tidak mengganggu yang lainnya. Yura mengalihkan perhatiannya dari kertas tanpa menjawab. "Apa kau yang menambah member sebanyak ini?" Tanya Sano penuh kekaguman. Yura membalikan tubuhnya melihat kebelakang. Terdapatenam orang gadis yang baru menjadi anggota, mereka duduk di belakang melambai-lambaikan tangannya pada Yura, "Iya" jawabnya santai. "Itu sangat hebat. Tapi jangan terlalu menuruti kata Brian, aku lebih mengenal dia, dia buruk" nasihat Sano dengan hati-hati. Yura tersenyum kecil, "Terimakasih Sano." Yura sangat tidak keberatan, dia sendiri tidak memerlukan banyak perjuangan. Yura hanya tinggal mengatakan sesuatu yang menggoda kepada para penggemar Raymen, dan mereka langsung melahapnya mentah-mentah. Dua member baru datang lagi dengan sedikit keterlambatan, namun tidak mengurangi rasa puas Brian atas kerja Yura.   To Be Continue...      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD