Kejutan yang Tidak Terduga

1330 Words
Merilyn tidak punya banyak waktu untuk menenangkan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat setelah mendapati keberadaan Raiden di depan pintu rumahnya. Dia hanya menarik tangan kedua anaknya untuk masuk ke dalam rumah lalau menutup pintu dengan keras di depan wajah Raiden. Dia tidak menyangka kalau anak-anaknya bisa pulang bersama dengan Raiden. Sudah jelas kalau Gabe tidak bisa dia percayai lagi. Pria pembohong itu akan mendapatkan ganjarannya. Tunggu saja! "Om Rai nggak diajak masuk, Ma?" tanya Rachel menatap pintu yang sudah tertutup. Dia hendak membuka pintu namun, pergerakannya ditahan oleh Merilyn. "Om Rai?" Merilyn memastikan kalau anak-anaknya memanggil pria itu dengan sebutan Om, bukan sebagai Papa. "Iya, Ma. Yang tadi itu namanya Om Raiden. Dia temannya Om Gabe," kata Rachel menjelaskan. "Oh, dia mau langsung pulang. Kalian mandi dulu habis itu kita makan malam." "Kami sudah makan tadi, Ma. Habis mandi mau langsung tidur aja." Rachel bergerak lebih dulu. Dia mengambil pakaian dari kamarnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Richad tetap berdiri dengan jarak sekitar lima langkah dari mamanya. "Aku tahu Mama menyembunyikan sesuatu dari kami," kata Richad datar. Merilyn menatap putranya sambil memaksakan senyum. "Maksud kamu apa, Nak?" Merilyn tahu kalau dia tidak bisa menyembunyikan identitas Raiden dari anak-anaknya selamanya. Cepat atau lambat mereka akan tahu tentang siapa ayah mereka. Bisa saja mereka mengetahuinya dari orang lain dan hal itu mungkin akan menimbulkan kekecewaan si kembar padanya. Karena itu Merilyn selalu berusaha agar orang lain tidak tahu banyak tentang kehidupan mereka. sebisa mungkin kenyataan tentang siapa ayah mereka harus Merilyn yang memberitahu pada mereka. Tapi tidak sekarang. Ini masih terlalu cepat, Merilyn belum siap membuka lukanya. "Om Raiden Papa kami 'kan, Ma?" Merilyn membulatkan matanya mendengar pertanyaan putranya. Bagaimana bisa anak itu tahu. Mungkinkah Gabe yang memberitahunya? "Siapa yang bilang kalau dia Papa kalian?" "Nggak ada yang bilang, Ma. Aku cuma merasa kalau kami mirip." Merilyn meremas tangannya di balik punggungnya. Dia tidak tahu harus merespon seperti apa perkataan putranya itu. Jika dia mengatakan tidak, maka akan jadi masalah ke depannya namun, jika dia mengatakan yang sejujurnya dia takut anak-anak akan kecewa padanya. "Mama belum menjawab pertanyaanku," kata Richad lagi. Merilyn menatap putranya gusar. Dia lalu membawa Richad duduk. Untuk sejenak Merilyn terdiam, sibuk merangkai kata agar putranya langsung paham dan tanpa dia menjelaskan permasalahannya.karena sejujurnya Merilyn tidak tahu apa yang salah sehingga Raiden tiba-tiba menginginkan perceraian.Dia mengakui kalau pernikahan mereka memang sementara. Tidak ada perjanjian berapa lama mereka menjalani pernikahan. Merilyn pernah bertanya sebelum mereka menikah. Saat itu Raiden bilang mungkin lebih dari satu tahun. Karena itu dia sangat terkejut saat Raiden tiba-tiba membawa surat cerai kehadapannya. "Mama sama Papa dulu cerai saat kalian masih dalam kandungan Mama. Raiden Hartawijaya, nama Papa kalian." Merilyn tidak punya pilihan lain selain mengatakan kebenarannya sekarang. Situasinya akan tetap sama meskipun dia memberitahu kebenarannya satu tahun lagi. "Itu artinya Papa nggak tahu keberadaan kami?" Merilyn mengangguk mengiyakan pertanyaan putranya itu. "Mama sudah berusaha menghubunginya untuk memberitahu keberadaan kalian bahkan saat kalian lahir pun Mama masih mencoba menghubungi Papa kalian namun, usaha Mama tidak membuahkan hasil." Merilyn memang pernah mencoba menghubungi Raiden dan Gabe melalui teleponnya setelah dia melahirkan. Panggilan telepon darinya selalu berakhir operator yang menjawabnya. "Raiden Hartawijaya dan Om Raiden yang kami kenal apakah mereka orang yang sama?" Merilyn lagi-lagi mengangguk. Kali ini dia tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia kembali menangis karena luka yang selama ini coba dia sembuhkan kembali tergores dan bahkan luka itu semakin lebar setelah melihat ekspresi putranya. Richad menampakkan ekspresi kecewa yang dalam. Dia tahu kalau putranya kecewa padanya. "Mama minta maaf karena tidak jujur sama kalian dari awal." Richad mengangguk kecil. Tanda dia memaafkan mamanya. Dia tidak bisa marah pada mamanya terlalu lama. Mamanya adalah wanita kuat yang tetap tersenyum meskipun banyak orang yang menghinanya. Bukan hanya sekali dua kali Richad mendengar orang-orang mengatakan hal buruk tentang mamanya itu. Apalagi ibu-ibu gang sebelah, Richad pernah tidak sengaja mendengar ibu-ibu itu bergosip tentang mamanya. Mereka mengatakan kalau mamanya w*************a. Awalnya Richad tidak tahu apa arti kata penggoda itu namun, setelah mencari tahu di internet Richad marah. Diam-diam dia pernah melemparkan telur busuk pada kumpulan ibu-ibu itu. "Aku nggak kecewa sama Mama." Richad kecewa pada papanya namun, dia tidak mengatakan hal itu pada mamanya. Dia tidak bisa mengutarakan rasa marahnya terhadap Raiden. Pria itu memiliki banyak uang dan koneksi seharusnya dia bisa mencari tahu sedikit tentang kehidupan Merilyn. Richad bisa langsung tahu mengenai kekayaan Raiden meskipun baru satu hari mengenal Raiden. "Aku sudah selesai mandi. Sekarang giliran mu." Rachel melemparkan handuk pada Richad. Dia sudah berganti pakaian dengan piyama tidurnya. Richad dan Merilyn sama-sama diam dan tidak membahas tentang Raiden lagi. "Mama tolong keringkan rambut, Rachel," pinta Rachel dengan gaya imut yang dibuat-buat. "Dasar sok cantik!" cibir Richad sambil berlalu ke kamar mandi. "Emang aku cantik, kok" balas Rachel keras. Dia tidak terima diledek seperti itu oleh Richad. "Cantik dari mana? Gigi ompong begitu," kata Richad lagi sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Rachel langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Sementara Merilyn mengulum bibir menahan senyum melihat tingkah putrinya. Empat hari yang lalu gigi taring Rachel yang bagian atas sebelah kiri dicabut karena memang sudah goyang. Richad kemudian menjadikan hal itu sebagai bahan ledekan dan seringnya berhasil membuat Rachel kesal. "Sudah-sudah, sini Mama keringkan rambut kamu." Merilyn mengambil alat pengering rambut dari kamarnya lalu mulai mengeringkan rambut putrinya. Sementara itu Raiden masih berdiri di depan rumah Merilyn. Samar-samar dia mendengarkan pembicaraan antara Richad dan Merilyn. Raiden harusnya tidak perlu percaya mendengar perkataan Merilyn namun, dia tidak bisa menyangkal banyaknya kesamaan antara dia dan si kembar. Bukan hanya Richad, Rachel juga mengambil banyak bagian dari dirinya. Raiden menghela napas kasar lalu berbalik meninggalkan rumah mantan istrinya itu. Raiden kembali mengingat ketika dia memblokir semua akses Merilyn untuk bisa menghubunginya. Bahkan Gabe juga dia perintahkan untuk memblokir nomor ponsel Merilyn. Semua yang berhubungan dengan Merilyn dia singkirkan pada hari perceraian mereka. Siapa yang akan menduga kalau dia akan mendapat kejutan besar setelah sepuluh tahun perpisahan mereka. Raiden tidak membuang banyak waktu, dia tahu pada siapa harus melampiaskan perasaan marahnya. Setelah tiba di hotel, Raiden langsung menuju kamar Gabe. "Si kembar sudah ..." Gabe tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena Raiden membungkam mulutnya dengan tinju. Tidak hanya satu kali, Raiden terus melayangkan kepalan tangannya pada Gabe. Beberapa kali Gabe berhasil mengelak dan menangkis serangan Raiden. Dia meladeni serangan pria itu. Biasanya mereka imbang saat latihan di ring. "Berhenti b******k, saya masih mau hidup," kata Gabe menanggalkan kesopanan yang selalu dia gunakan saat bersama Raiden. Raiden melayangkan tinjunya sekali lagi, dia menghantam bagian bahu kiri Gabe. Setelah itu dia menjauh dari tubuh Gabe yang yang terjatuh di lantai. "Sejak kapan kau tahu mengenai si kembar?" tanya Raiden tanpa basa-basi lagi. Gabe sudah menduga hal ini, dia terlambat memberitahu Merilyn tentang Raiden yang mengantar anak-anak pulang. Sebelum mendapatkan serangan bertubi-tubi dari Raiden dia sudah mendapatkan serangan berupa kata makian dari Merilyn pada pesan di ponselnya. "Beberapa hari setelah kita tiba di kota ini," jawab Gabe sembari mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Jadi mereka dua orang kembar yang memakai nama belakang Hartawijaya?" Raiden ingat Gabe pernah membicarakannya beberapa waktu lalu. Dia lalu kembali teringat dengan niat Gabe yang ingin mengadopsi anak. Raiden secara spontan kembali meninju wajah Gabe, kali ini antisipasi Gabe lebih cepat. Dia berhasil menghindar dan melindungi hidungnya dari cidera akibat kegilaan Raiden. "Mereka yang ingin kau adopsi?" "Itu hanya ucapan semata, Pak. Mana mungkin Merilyn memberikan anak-anaknya pada Saya." Gabe tidak perlu mengutarakannya, dia sudah bisa menebak seperti apa reaksi Merilyn. "Tidak hanya Merilyn, aku juga tidak akan memberikan anak-anakku pada pria sepertimu." Raiden menatap sinis orang kepercayaannya itu sekaligus orang yang paling dekat dengannya sekarang ini. Raiden tidak punya teman lain selain Gabe. "Lalu apa yang akan Bapak lakukan setelah ini?" Gabe turut penasaran dengan rencana yang di susun Raiden. "Untuk sekarang, aku tidak menyiapkan rencana apapun." Raiden lalu meninggalkan kamar hotel Gabe. Raiden butuh minum untuk menenangkan pikirannya. Di baru saja tahu kalau dia punya anak namun, dia juga harus menutupi hal ini dari keluarganya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD