8. Flashback - 1

1581 Words
Flashback 4th years old Hubungan antara Carl dengan Admund kini telah terjalin dengan baik. Dari hari ke hari hubungan mereka semakin dekat. Entah siapa yang memulai, tanpa mereka sadari benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Meskipun perbedaan jarak umur mereka yang cukup panjang, tapi tidak menampik jika rasa itu telah ada. Tapi sayangnya salah satu di antara mereka menolak dan menyangkal adanya rasa tersebut. Di lain sisi Carl yang menyadari perasaannya pada Admund tidak berusaha menyangkal atau pun menolak. Ia justru merasa senang dan menganggap bahwa Admund mungkin dapat menjaganya dengan baik seperti kakaknya Arnest. Ditambah perhatian Admund yang begitu baik padanya membuat gadis itu semakin menumbuhkan perasaan lebih padanya. Setiap kali Carl menginginkan sesuatu, pasti Admund akan sebisa mungkin meluangkan waktunya untuk menemani gadis itu. Bahkan di sela waktu sibuknya, kini ia menyempatkan diri untuk pulang ke apartemennya hanya untuk makan siang bersama dengan gadis manis itu. Pernah sesekali Carl juga sempat pergi ke perusahaan Admund untuk membuat kejutan dengan membuatkan lelaki itu sekotak bekal makan siang hingga gadis itu ditatap dengan tatapan heran oleh orang-orang di kantor Admund, karena lelaki itu sangat jarang sekali membawa seorang gadis ke kantornya. Apa lagi mereka mengetahui bahwa pewaris tunggal perusahaan tersebut merupakan anak tunggal. Perlakuan Admund yang begitu baik dan menyayanginya membuat harapan Carl akan Admund semakin besar. Ia kerap kali bersikap manja pada pria itu sebagai dalih agar ia bisa lebih dekat dengan sosok yang menurutnya mampu memahaminya selain Arnest. Admund POV Aku tidak mengerti perasaanku saat ini. Mengapa jantungku selalu berdetak kencang setiap berada di dekat Carl. Aku tau ini gila, aku bukan lagi anak remaja yang masih merasakan jantung berdebar setiap di dekat orang yang disukainya. Tapi hey... umurku bahkan telah menginjak 29 tahun. Masih pantaskah jika aku merasa berdebar seperti itu? Atau mungkinkah aku merasakan apa yang biasanya disebut orang sebagai jatuh cinta? Hell.. pemikiran gila macam apa lagi ini. Mana mungkin aku merasakan jatuh cinta pada gadis yang bahkan umurnya baru menginjak remaja. Aku bukan p*****l yang akan merasakan ketertarikan pada anak di bawah umur, tentu aku cukup sadar diri akan hal itu. Tapi.. bagaimana kalau aku memang benar-benar jatuh cinta pada Carl? Tidak, tidak, ini tidak boleh terjadi. Aku yakin perasaan ini hanya sebuah rasa sayangku pada Carl sebagai seorang kakak kepada adiknya. Ya, itu pasti. Lagi pula perasaan ini terlalu asing bagiku, aku tak memahami rasa aneh ini, dan setiap aku berada di dekat dia, aku pasti merasa seolah dadaku terasa penuh. Seolah apa yang kurasakan ini memanglah benar adanya. Jika itu memang rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.... tapi kenapa hasratku selalu terpancing saat di dekat Carl? Libidoku sebagai seorang pria sejati selalu muncul saat bersama gadis itu. Sebisa mungkin aku menjaga jarak dengan Carl, tapi aku tidak tega melihat raut wajah kecewanya jika aku menjaga jarak darinya. Tatapan matanya yang memabukkan seolah membius Admund untuk luluh dan tunduk pada keinginan gadis itu. Dirinya yang sebelumnya sangat cuek dan tidak peduli pada seorang wanita, kini mendadak menjadi orang lain yang lebih bisa bersikap hangat pada gadis itu. Arrgghh ini benar-benar menyiksa dan membingungkanku, jika ini benar-benar rasa cinta sebisa mungkin aku harus membunuh rasa itu sebelum tumbuh semakin besar. Entah apa yang akan dikatakan Arnest jika dia sampai tau kalau saja pria itu mengetahui bahwa aku menyimpan rasa terhadap adik kecil kesayangannya. Ia pasti akan dibuat babak belur oleh lelaki itu mengingat tabiat buruk Admund selama ini yang tidak pernah serius pada seorang wanita dan sering kali mempermainkan mereka. "Kak Admund coba lihat, baju ini cocok tidak untukku?" Secara tiba-tiba Carl datang dan membuyarkan lamunan Admund mengenai perasaannya. Membuat Admund spontan tersadar akan lamunannya dan langsung mengalihkan atensinya pada gadis itu. Carl meliukkan badannya sambil berputar di hadapan Admund meminta pendapat mengenai baju yang baru saja dibelinya di mall. Pria itu terpaku selama beberapa saat melihat dress berwarna putih yang dikenakan Carl sebatas lutut yang terlihat sedikit memiliki renda dan tampak sangat pas ketika gadis itu yang memakainya. "Bagus, memangnya kau mau kemana sampai begitu heboh memilih baju?" Tanya Admund sambil mengernyitkan alisnya ke atas. "Tentu saja aku mau pergi berlibur." Dengan ekspresi riang Carl menjawab pertanyaan Admund, jangan lupakan senyuman manisnya yang seakan membius lelaki itu akan pesonanya. "Berlibur?" "Iya, besok kak Arnest akan pulang dan sebagai ganti karena dia langsung pergi meninggalkanku selama 2 minggu tanpa berpamitan. Maka dia mengajakku untuk liburan ke pulau Maldives. Yeyyy..." "Berapa lama? Dan apa itu artinya kamu tidak akan tinggal di sini lagi?" entah mengapa saat mengatakannya, terselip nada tidak rela jika ia harus membiarkan gais itu untuk tidak lagi tinggal dengannya. Ia tahu ini salah, namun perasaannya justru berkata lain. Padahal ia sendiri tau bahwa dia bukanlah siapa-siapa gadis itu, jadi tidak sepantasnya ia merasa keberatan jika Carl akan tinggal kembali bersama arang yang seharusnya tinggal dengan dia. "Hmm kemungkinan satu minggu, dan soal tinggal di sini... sepertinya aku akan tinggal dengan kak Arnest." "Sudah kuduga....” meskipun wajahnya terlihat datar saat mengucapkannya, namun jelas terselip nada sendu di dalamnya. Ia seolah merasa kehilangan jika gadis itu tak akan tinggal dengannya lagi. Hari-harinya yang sebelumnya monoton perlahan menjadi jauh lebih baik semenjak kehadiran Carl di apartemennya. Ibunya yang biasanya selalu cerewet pun juga tampak menyukai gadis itu dan bisa cepat akrab, bahkan Ibunya bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk berbelanja bersama. Entah itu berbelanja kebutuhan makanan untuk di taruh di kulkas, pakaian, aksesoris, dan hall-hal lainnya. "Tapi kakak tenang saja, aku akan sering-sering berkunjung ke apartemen kakak kok." Cuppp Carl segera berlari ke kamarnya setelah mencium kilat pipi Admund yang tengah terduduk di sofa kamarnya. Wajah gadis itu tampak merona merah karena malu setelah nekat mencium kilat pipi Admund yang selama beberapa saat tampak terkejut. Meskipun ini bukan kali pertama ia mencium pipi pria dewasa itu, namun tetap saja jantungnya terasa berdebar keras. Seolah-olah ada sesuatu yang membuncah di dalam dadanya. "Anak itu..." senyum sinis tersungging di bibir Admund sebelum kemudian bergegas ke kamar mandi. Sial! Hanya dengan tindakan singkatnya mampu membangunkan gejolak hasrat yang selama ini dipendamnya. Pria itu memejamkan kedua matanya sesaat untuk mereda ‘sesuatu’ yang mulai bereaksi di bawah sana. "Aku butuh pergi ke club malam saat ini." ---- Tok tok tok Carl membuka kedua matanya yang terpejam, suara ketukan pintu yang semakin keras membuatnya mau tidak mau bergegas turun dari tempat tidurnya dan membukakan pintu. Nyawanya masih terasa ada di awang-awang dan belum sepenuhnya terkumpul. Untuk berjalan saja ia masih berusaha keras membuat kedua matanya terbuka saking kantuknya. "Siapa sih yang mengganggu tidur orang malam-malam." Cklekk Saat membukakan pintu, Carl dibuat membulatkan kedua bola matanya saat mendapati seseorang yang tengah mengetuk pintu dengan kerasnya. Orang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah pemilik apartemen itu sendiri. Apa lagi penampilan pria itu terlihat sangat berantakan dengan aroma rokok dan alkohol yang menguar dengan pekat pada tubuhnya. Tapi yang membuat Carl terkejut adalah, keadaan Admund yang berada dalam kondisi setengah sadar dan jangan lupakan keberadaan seorang wanita yang tengah merangkulnya manja. Ditambah lagi pakaian yang digunakan wanita tersebut begitu ketat hingga mencetak jelas lekukan tubuhnya yang menggoda. Dengan bibir tebal yang seksi, lipstik berwarna merah merekah yang tampak begitu dewasa di mata Carl. Sangat jauh berbeda jika harus dibandingkan dirinya yang selama ini bersikap seperti anak kecil yang manja. "Tolong minggir ya anak kecil." Dengan tidak tahu dirinya wanita tersebut melenggang masuk ke dalam apartemen Admund, dan menabrak bahu Carl dengan keras hingga membuat gadis tersebut sedikit terhuyung ke samping. Masih merasa terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, Carl tampak linglung barang sesaat. "Tunggu! Kau mau kemana?" Carl segera bergegas mengejar wanita tidak tahu diri tersebut ke dalam kamar Admund. "Pergilah, anak kecil sepertimu tidak pantas melihat adegan orang dewasa yang akan kami lakukan sebentar lagi." Ujar wanita tersebut yang dapat Carl asumsikan tengah menatapnya dengan pandangan meremehkan yang tercetak jelas di wajahnya. Dengan tanpa tau malunya wanita tersebut langsung mencium Admund dengan brutal di depan Carl, sementara Admund yang berada di bawah pengaruh alkohol ikut terbuai dan membalas ciuman wanita tersebut tak kalah brutalnya. Dengan kedua mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan adegan tak senonoh yang dilakukan oleh dua orang dewasa yang tak sepantasnya mereka lakukan seperti saat ini. Mereka saling mencium, melumat, bertukar saliva, dan juga tangan kekar Admund yang tak tinggal diam mulai menjelajah lakukan tubuh jalang tersebut dengan begitu bersemangat. Sementara Carl yang menyaksikan hal tersebut tanpa sadar langsung menitikkan air matanya. Ia sadar bahwa seharusnya dia menyaksikan semua ini, sesuatu hal yang tersasa sangat menyakitkan untuknya. Sesuatu yang tak ingin dilihatnya. Suara desahan wanita itu malah menjadi melodi mimpi buruk bagi Carl, telinganya seolah berdengung mendengarkan suara decapan lidah dan pergumulan mereka yang semakin memanas. Hatinya terasa remuk, harapannya yang begitu besar pada Admund langsung musnah sudah. Sekian lama diam mematung menyaksikan perbuatan b***t yang dilakukan Admund dan jalangnya. Carl tak kuasa lagi melihat adegan menjijikkan itu. Ia langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Admund dengan berlinang air mata dan hati yang hancur. Sekeluarnya Carl dari kamar Admund, terdengar suara desahan yang semakin menambah rasa sakit di hati Carl. Gadis itu membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya sambil menangis. Sakit rasanya ketika orang yang kau anggap baik dan kau percayai ternyata memiliki tabiat buruk, parahnya gadis itu telah terlanjur menjatuhkan hati pada pria berengsek seperti dia. Harapan yang sempat dibangunnya seketika musnah, tak ada lagi yang patut dia perjuangkan lagi jika sudah seperti ini jadinya. Upayanya yang ingin kembali mempercayai apa itu yang dinamakan ‘cinta’ kini hanya menjadi sebuah bualan omong kosong semata. Untuk kedua kalinya ia dibuat patah hati dan tak lagi mempercayai apa itu makna cinta setelah melihat kedua orang tuanya berpisah dan kali ini melihat orang yang dicintainya ternyata tega berbuat hal yang membuatnya hancur. "Kak Admund jahat!" suara isak tangisnya cukup terdengar keras menggema, namun ia tak peduli, karena luka di hatinya jauh lebih sakit dari ini. Tbc--  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD