Part 3 [Lukisan dan jam tangan]

1982 Words
Aksi brutal yang Darrel lakukan telah sampai ke telinga Liam, ayahnya, yang langsung mengirim seseorang untuk menyelesaikan masalah itu agar tidak menyebar kemana-mana. Beruntung orang yang Darrel hajar masih bisa terselamatkan dan kesepatan telah berhasil dicapai, jadi masalah ini telah dianggap selesai. Liam memang berhasil memyelesaikan masalah ini, tapi bukan berarti Darrel bisa lepas begitu saja darinya. Setelah Darrel pulang bersama seorang pria bernama Justin yang merupakan tangan kanannya, Liam langsung menyeret Darrel ke ruang kerjanya untuk diajak bicara. Istrinya juga ingin bicara dengan Darrel, tapi untuk sekarang Liam hanya ingin bicara berdua saja dengan putranya. "Darrel, ayah tahu kau sangat terluka atas apa yang Sarah lakukan, tapi kau harus mengendalikan dirimu. Kita masih harus mengurus Laura yang masuk rumah sakit tidak lama setelah menikah denganmu, jika berita itu tersebar, maka orang-orang akan mempertanyakan apa yang terjadi, lalu mulai muncul gosip kalau kita memperlakukannya dengan tidak baik. Ayah tidak mau nama keluarga ini tercoreng, apalagi karena sikap rendahan yang kau tunjukkan jalanan." Tadinya, Darrel tidak begitu peduli dengan apa yang ayahnya katakan, tapi semuanya berubah setelah Darrel mendengar ayahnya menyebutnya memiliki sikap rendahan. Darrel sungguh tidak mengerti kenapa orang-orang menjadi sangat menyebalkan sekarang. "Aku bersikap rendahan? Memang kesalahan apa yang aku lakukan? Apa salah jika aku menghajar orang yang menurutku menyebalkan?" Darrel menatap ayahnya dengan sorot mata yang penuh dengan kemarahan. "Dengar, Darrel, tidak semua orang yang menurutmu menyebalkan bisa kau hajar sesuka hatimu. Ayah dan keluarga ini membesarkanmu untuk menjadi pria terhormat, bukan menjadi pria rendahan yang suka mencari masalah dijalanan. Lebih baik kau pergi ke rumah sakit dan temani Laura. Kau lebih pantas ada di sana dari pada Devian." Liam pergi dari ruang kerjanya setelah mengatakan ini pada Darrel, tanpa peduli pada betapa marahnya Darrel saat ini karena terus mendengar kalimat pria rendahan. Darrel mencoba menahan kemarahannya. Pria ini menghela napas berulang kali, berusaha meredam api kemarahan dalam dirinya karena semua orang menjadi sangat menyebalkan sekarang. Darrel tidak ingin kembali meledakkan kemarahan, lalu ia kembali disebut pria rendahan. Namun, mengelola kemarahan dan menahannya agar tidak meledak adalah sesuatu yang tidak bisa Darrel lakukan saat ini. Suasana hatinya begitu buruk hingga kemarahannya kembali meledak. Darrel melempar barang apapun yang ada di atas meja kerja ayahnya sembari berteriak kesal. Di saat bersamaan, Anna masuk ke ruangan itu dan terkejut melihat Darrel yang mengamuk. Anna berusaha menghentikan Darrel, tapi tidak berhasil. Anna akhirnya kembali memanggil Liam untuk membantunya menenangkan Darrel. Tapi suaminya tidak melakukan apapun saat sampai di dalam. "Biarkan dia melepaskan semua kemarahannya. Dia tertekan melebihi siapa pun atas apa yang Sarah lakukan. Lebih baik Darrel mengamuk di rumah dari pada di jalanan." Liam hanya mengatakan ini dan benar-benar tidak melakukan apapun untuk menghentikan Darrel. Liam tidak masalah dengan ruang kerjanya yang diacak-acak oleh Darrel, karena semuanya bisa diganti. Darrel baru berhenti setelah ia meninju lemari kaca yang ada di ruangan itu hingga membuat tangannya terluka. Darrel kini terduduk di lantai, di antara barang-barang yang berserakan dengan tangan yang terluka. Darrel mulai menangis, mengeluarkan semua air mata yang selama ini ia tahan dari hadapan semua orang. Sekarang, air matanya tumpah di depan ayah dan ibunya. Seumur hidup Darrel, Sarah adalah satu-satunya wanita yang berhasil membuatnya yakin untuk berkomitmen dalam sebuah ikatan pernikahan, suatu ikatan yang sejak dulu ia anggap tidak penting dan hanya akan mengekangnya saja. Tapi inilah yang ia dapatkan sekarang. Sarah dengan mudahnya pergi bersama pria lain di saat semua persiapan pernikahan telah selesai. Darrel tidak akan pernah melupakan hal ini untuk seumur hidupnya dan ia akan membalas semua yang Sarah lakukan padanya. "Aku sudah menelepon dokter. Bawa dia ke kamarnya dulu dan bersihkan lukanya." Liam bicara pada istrinya tanpa melepas pandangannya dari Darrel yang saat ini terlihat sangat menyedihkan. Liam bersumpah tidak akan pernah melupakan semua ini. ••• Setelah pergi begitu saja dari rumah sakit, Devian kini melihat Darrel kembali dengan tangan kanannya yang terlihat diperban. Devian belum tahu apa saja yang terjadi setelah Darrel pergi dari rumah sakit, jadi ia bertanya pada adiknya itu tentang apa yang terjadi pada tangannya. "Hanya kecelakaan kecil." Dan jawaban inilah yang Devian dapatkan dari Darrel. Darrel terlalu malas untuk menceritakan semuanya secara detail, jadi ia berikan jawaban cepat agar kakaknya tidak bertanya lagi. "Bagaimana dengan Laura?" Darrel pun mengalihkan pembicaraan. "Dia sudah sadarkan diri. Ayah Laura ada di dalam karena tadi aku meneleponnya. Aku pikir, akan lebih baik jika ada ayahnya di sini," jawab Devian. "Kakak pulang saja. Aku akan menjaganya sekarang," ucap Darrel. Devian terlihat ragu ketika Darrel mengatakan akan menjaga Laura di sini. Emosi Darrel sangat tidak stabil akhir-akhir ini dan dia terlihat seperti seseorang yang mencari objek balas dendamnya tanpa berpikir apakah orang itu terlibat atau tidak dalam peristiwa yang membuatnya sakit hati. "Kenapa Kakak menatapku seperti itu? Hanya karena apa yang teejadi pada Laura hari ini, bukan berarti aku akan membunuhnya sekarang." Darrel kembali bicara. "Tidak seperti itu. Aku sedih melihatmu seperti ini, tapi cobalah untuk menenangkam diri dulu. Laura tidak terlibat dalam apa yang terjadi padamu, jadi perlakukan dia dengan baik. Kita tidak ingin semuanya menjadi seperti ini, tapi kita juga tidak bisa berbuat apapun sekarang." Devian bicara dengan sangat hati-hati agar tidak membuat Darrel kesal seperti sebelumnya. "Aku tahu." Darrel memberikan respon singkat untuk kalimat panjang lebar dari kakaknya. "Baiklah, aku akan pulang sekarang." Dan Devian pergi dari rumah sakit. Sedangkan Darrel kini masuk ke dalam ruang perawatan Laura. Di sana, Darrel melihat kalau Laura sedang bicara dengan ayahnya. Ya, Darrel kini mendapatkan tatapan tajam dari ayah Laura. Entah apa saja yang telah Laura ceritakan pada ayahnya, tapi Darrel tidak sedikitpun takut pada tatapan tajam itu. Arthur bangkit dari duduknya dan mendekati Darrel walau Laura sudah melarangnya melakukan hal ini. "Apa yang telah kau lakukan pada putriku sampai dia menjadi seperti ini?" Arthur langsung menanyakan ini pada Darrel. Mendengar pertanyaan itu membuat Darrel berpikir kalau Laura mungkin tidak menceritakan apapun pada ayahnya. Darrel tidak peduli Laura mau bercerita atau tidak, itu bukan urusannya. "Kami hanya melakukan hubungan suami istri saja. Apa itu salah? Aku menikahinya secara sah, jadi tidak ada yang salah dengan itu, kan?" "Kau pasti melakukan hal yang lain pada putriku sampai dia masuk rumah sakit, padahal sebelumnya dia baik-baik saja. Darrel, Laura tidak bersalah, jadi jangan perlakukan dia dengan buruk." Arthur kini terdengar seperti memohon pada Darrel. "Selain meninggalkanmu setelah kita menikah, apa aku pernah memperlakukanmu dengan buruk?" Darrel kini bertanya pada Laura. Darrel ingin tahu bagaimana cara Laura bercerita pada ayahnya, jadi ia tahu bagaimana cara bersikap setelahnya. Laura sungguh ingin bercerita pada ayahnya tentang betapa kasarnya Darrel padanya, tapi itu akan membuat ayahnya sedih, lalu bersikeras agar pernikahan ini berakhir, dan setelah itu ayahnya akan masuk penjara. Laura tidak akan pernah bisa melihat hal itu terjadi pada ayahnya. Ayahnya sudah bekerja keras sejak masih muda untuk membuat keluarganya hidup dengan baik. Laura tidak bisa mengorbankan hari tua ayahnya juga. "Ayah, sudah aku katakan kalau ini terjadi bukan karena Darrel. Aku akan baik-baik saja." Dan akhirnya hanya ini yang Laura katakan pada ayahnya. "Lalu, katakan pada ayah apa yang sebenarnya terjadi padamu sampai kau berakhir di sini? Kau tidak perlu menutupi apapun," ucap Arthur. "Ayah lupa? Sejak kecil, aku memang sering sakit dan itu terjadi secara tiba-tiba dan itu juga yang terjadi sekarang. Aku sudah menikah sekarang, terlepas dari bagaimana pernikahan ini terjadi, tapi aku harus belajar terbiasa untuk hidup dalam sebuah ikatan pernikahan. Aku sungguh akan baik-baik saja. Aku tahu cara menjaga diri, jadi Ayah tidak perlu khawatir." Laura sungguh tidak ingin berbohong pada ayahnya, tapi ini harus ia lakukan. "Kita akhiri saja pernikahan ini. Ayah akan mencari pinjaman dari tempat lain untuk mengembalikan uang keluarga Darrel." "Ayah, aku mohon, hentikan. Aku akan baik-baik saja. Lebih baik Ayah pulang dan istirahat. Jika Ayah sakit, maka itu akan membuatku sangat sedih." Laura tidak pernah ingin mengusir ayahnya seperti ini, tapi ia pikir inilah yang terbaik. Jika ayahnya terus ada di sini, itu akan membuatnya takut kalau ayahnya akan mendengar sesuatu yang tidak seharusnya di dengar yang keluar dari mulut Darrel. Memaksa Laura untuk bercerita tidak akan menghasilkan apapun sekarang. Itulah yang Arthur rasakan, jadi ia memilih untuk pergi dari rumah sakit. Arthur tidak tahu dosa apa yang telah ia perbuat hingga salah satu putrinya bisa menyebabkan masalah sebesar ini. Setelah Arthur pergi, Darrel tampak mendekati Laura. Darrel mengusap lembut rambut Laura hingga terlihat seolah-olah ia adalah orang yang paling mencintai Laura melebihi siapapun yang ada di dunia ini. Tidak hanya mengusap lembut rambut Laura, Darrel juga ingin menyentuh wajah Laura, tapi Laura dengan cepat menepis tangannya. Itu cukup kasar, tapi Darrel tersenyum saat Laura melakukan itu. "Jangan sentuh aku lagi!" Darrel pun semakin tersenyum ketika Laura mengatakan kalimat itu. "Tapi aku masih ingin menyentuhmu lagi dan lagi," ucap Darrel, kemudian ia kembali mengangkat tangannya untuk menyemtuh wajah Laura. Laura ingin menepis tangannya lagi, tapi kali ini Darrel berhasil menahan tangan Laura. Darrel memegang tangan Laura dengan erat, lalu ia menyentuh wajah Laura dengan satu tangannya lagi. Awalnya, sentuhan itu terlihat sangat lembut jika melihat bagaimana jari Darrel berjalan di wajah Laura dan akhirnya menyentuh bibirnya yang terlihat agak pucat. Namun, akhirnya Darrel mencengkeram dagu Laura dan membuat wanita itu menatap ke arahnya. "Kau harus cepat sembuh agar kita bisa bermain lagi. Sebagai seorang adik, kau harus siap bertanggungjawab atas masalah dan rasa sakit yang Sarah berikan padaku. Mengerti?" ucap Darrel. "Aku tidak harus bertanggungjawab atas apapun yang Kakakku lakukan. Kau adalah orang yang sudah kehilangan akal sehatmu karena ketidakmampuanmu mengelola semua emosimu, lalu akhirnya mencari seseorang sebagai objek balas dendam tanpa memikirkan apakah orang itu pantas menerimanya atau tidak. Kau adalah psikopat!" Cengkeraman tangan Darrel pada dagu Laura terlihat semakin keras setelah wanita itu mengeluarkan kalimat yang membuatnya sangat kesal. Darrel tidak peduli pada Laura yang terlihat kesakitan, sebab Darrel percaya rasa sakit Laura tidak ada apa-apanya dengan rasa sakit yang Sarah berikan padanya. "Sebut aku psikopat sekali lagi, maka aku bisa saja bertindak layaknya seorang psikopat yang pernah kau lihat dalam serial favoritmu. Kau pantas untuk semua ini. Jika bukan kau atau ayahmu, lalu siapa lagi yang akan bertanggungjawab atas kesalahan Sarah? Aku benar, kan?" Darrel menatap lekat Laura dan tangannya masih mencengkeram erat dagu wanita itu. Laura begitu ingin bicara sekarang, tapi cengkeraman Darrel begitu kuat hingga membuatnya tidak bisa bicara dan cengkeraman itu sangat menyakitkan. Semua akal sehat dan kehangatan Darrel telah benar-benar hilang. Laura tidak tahu lagi apakah Darrel bisa kembali seperti dulu atau tidak. Setelah beberapa saat, Darrel akhirnya melepaskan cengkeraman itu. Tangan Darrel kini kembali menyentuh wajah Laura dengan lembut, kemudian ia mendekatkan wajahnya, dan memberikan kecupan manis di kening Laura. "Istirahatlah, Laura. Aku tidak akan sekejam itu padamu," ucap Darrel setelahnya. *** Malam sebelum hari pernikahan ... Seorang wanita cantik yang memakai sepatu hak tinggi berwarna merah terlihat masuk ke dalam suatu tempat yang di dalamnya penuh dengan lukisan dan berbagai peralatan untuk melukis. Di sana, terlihat seorang pria sudah menunggu kedatangan wanita cantik ini. Pria itu terlihat memakai jam tangan mahal yang merupakan edisi khusus yang dibuat hanya untuknya dan kini ia mendekati wanitanya yang datang dengan wajah yang terlihat kesal. "Sudah aku bilang, jangan hubungi aku lagi, tapi kau malah mengancamku." Wanita bernama Sarah Lee ini terlihat kesal ketika bicara dengan pria yang berdiri di hadapannya. "Kau harus diancam dulu baru mau datang menemuiku. Kenapa kau harus menikah dengannya? Aku juga bisa memberikan apa yang dia berikan padamu," ucap pria itu sembari terus mendekati Sarah. "Karena aku lebih mencintainya." Jawaban Sarah yang satu ini membuat pria di hadapannya terlihat kesal. "Kau bahkan tidak memikirkan perasaanku ketika mengatakan hal itu." "Sejak awal, kita sudah setuju kalau hubungan ini hanya untuk bersenang-senang saja karena kau sendiri tahu aku sudah menjalin hubungan dengan Darrel saat itu. Sekarang, sudah saatnya kita berhenti bermain-main. Kau juga sudah dijodohkan, bukan? Jadi, mari hentikan semuanya. Kita cukup sampai di sini." Sarah berniat pergi setelah mengatakan semua itu, tapi pria yang ia ajak bicara tadi tidak membiarkannya pergi. Sarah justru diseret ke sebuah kamar, lalu pintu kamar itupun dikunci.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD