Ketika kembali ke Seoul setelah sempat tinggal di pulau Jeju selama beberapa hari karena ibunya sakit, Kai tentu sangat merindukan kekasihnya, yaitu Laura. Setelah berjuang dalam waktu yang lama untuk mendapatkan restu dari ibunya, kini restu ibunya telah didapatkan dan Kai tidak sabar untuk membawa hubungannya dengan Laura ke tahap yang lebih serius.
Tadinya, Kai pikir kalau Laura sudah ada di bandara untuk menjemputnya, tapi ia tidak menemukan Laura di sana bahkan pesannya belum dibaca oleh Laura. Kai mencoba menelepon karena takut terjadi sesuatu pada Laura, tapi teleponnya tidak dijawab. Hal ini benar-benar membuat Kai khawatir karena Laura tidak pernah seperti ini sebelumnya, apalagi setelah ia menelepon salah satu rekan kerjanya untuk menanyakan Laura, tapi rekan kerjanya mengatakan Laura tidak masuk kerja hari ini dan tidak memberikan kabar apapun hingga membuat manajer hotel marah. Hanya ada satu hal dalam benak Kai saat ini, yaitu pasti terjadi sesuatu pada Laura.
Karena begitu khawatir pada Laura, Kai akhirnya meminta ibunya untuk pulang lebih dulu dengan memberikan alasan kalau ia ada hal penting yang harus segera diurus. Kai pergi ke rumah Laura untuk memastikan apa yang terjadi padanya. Saat sampai di sana yang membukakan pintu adalah ayah Laura dan raut wajahnya tidak secerah biasanya.
Arthur tahu kalau Laura tidak memberitahu Kai tentang apa yang terjadi karena dia tidak bisa menyakiti hati Kai dengan mengatakan semua itu. Laura terlalu takut untuk bicara, walau dia tahu kalau cepat atau lambat Kai pasti akan mengetahui semuanya. Sekarang, Kai muncul di hadapannya dan Arthur tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semua ini.
"Paman, Laura tidak menjawab teleponku, tidak membalas pesanku, dan dia tidak masuk kerja hari ini. Apa terjadi sesuatu padanya? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Kai yang terlihat sangat khawatir.
Momen inilah yang Arthur takutkan. Arthur mengenal Kai sebagai pria yang baik dan selalu ada untuk Laura, hal itu membuatnya tidak bisa membayangkan akan sehancur apa Kai setelah mengetahui kalau wanita yang dia cintai telah menjadi istri pria lain.
"Laura ada di rumah sakit," jawab Arthur.
"Apa yang terjadi padanya? Katakan, Paman." Kai pun terlihat semakin khawatir sekarang.
"Paman tidak tahu pasti, selain dia jatuh pingsan. Laura di sana bersama suaminya."
Kai pikir dirinya baru salah dengar atau ayah Laura yang salah bicara. "Suami Laura? Paman pasti salah bicara," ucap Kai.
"Maafkan Paman, tapi itulah kenyataannya. Sarah pergi bersama pria lain dan Laura harus menggantikan posisi Sarah untuk menikah dengan Darrel."
Kai tidak tahu hal gila apa yang baru saja ia dengar dari ayah Laura. Seumur hidup Kai, ini adalah pertama kalinya ia mendengar seorang adik menggantikan posisi kakaknya dan menikah dengan pria yang bukan kekasihnya seolah-olah pernikahan adalah hubungan yang di mana seseorang bisa menggantikan orang lain begitu saja. Kai tidak tahu apakah hubungannya dengan Laura yang sudah hampir 3 tahun ini tidak ada artinya lagi bagi Laura.
"Ini bukanlah keinginan Laura, tapi kami berada dalam posisi yang sulit. Tolong jangan membenci Laura. Kau harus membenci paman karena tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Arthur lagi.
"Tolong katakan padaku, Laura ada di rumah sakit mana? Aku ingin bicara dengannya. Aku mohon."
***
Sekitar 15 menit setelah meninggalkan rumah Laura, Kai kini sudah tiba di rumah sakit yang dikatakan oleh ayah Laura tadi. Saat ini, Kai masih diam di dalam mobilnya karena masih tidak percaya dengan semua ini. Kai sangat berharap kalau ini hanyalah berita bohong walau entah untuk alasan apa Laura membuat kebohongan seperti itu. Ketika nanti tiba di ruang perawatan Laura, Kai benar-benar berharap akan mendapatkan kenyataan yang lain.
Laura menjadi istri pengganti? Bukankah itu terlalu konyol?
Kai sungguh merasa kalau apa yang ayah Laura katakan terlalu konyol untuk benar-benar terjadi di dunia nyata. Kai yakin tidak semudah itu untuk menjadi istri pengganti. Siapa yang mau melakukan hal seperti itu?
Setelah beberapa saat, Kai kini turun dari mobilnya untuk selanjutnya masuk ke rumah sakit dan mencari ruang perawatan Laura. Kai benar-benar berharap akan mendapatkan fakta yang berbeda setelah pintu ruangan itu terbuka, tapi sepertinya tidak ada yang berubah. Kai semakin dipaksa percaya dengan segala hal yang menurutnya konyol ini setelah melihat tatapan Laura padanya. Laura seperti orang takut dan merasa bersalah saat melihatnya.
"Kapan kau kembali? Dan kenapa kau ada di sini?" tanya Laura yang saat ini ada di ranjang rawatnya dengan posisi setengah duduk.
Kai mendekati Laura dan melihat dengan jelas ada cincin yang melingkar di jari manis Laura. Itu pasti cincin pernikahan, pikir Kai. "Jadi itu benar? Kau sungguh menikah dengan calon suami kakakmu sendiri?" ucap Kai.
"Kai, aku ...."
"Ya atau tidak. Itu saja." Kai menyela kalimat Laura.
Air mata Laura tidak tertahankan lagi sekarang. Laura sungguh tidak bisa melihat Kai hancur karena dirinya, tapi pada akhirnya inilah yang terjadi. "Ya, itu benar." Dan Laura akhirnya memberikan jawaban untuk Kai.
Untuk beberapa saat Kai benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa setelah mendengar jawaban dari Laura. Dalam hidup Kai, ini adalah kabar paling buruk yang pernah ia dengar, melebihi kabar buruk kalau ayahnya pergi bersama wanita lain.
"Apa itu satu-satunya solusi yang ada? Kau bahkan tidak memberikan kabar apapun padaku!" rasa sedih, marah, dan kecewa menyatu dalam diri Kai saat ini. Kai tidak tahu harus mengatakan apa sekarang, selain mempertanyakan apa yang Laura lakukan.
"Maafkan aku. Aku tidak punya pilihan lain. Aku takut untuk mengatakan ini padamu. Aku tidak ingin menyakitimu."
"Lalu, apa sekarang kau tidak menyakitiku? Kau menyakitiku, Laura. Menjadi istri pengganti? Aku belum pernah mendengar hal sekonyol itu sebelumnya."
"Konyol katamu?" seseorang dengan cepat membalas ucapan Kai.
Kai dan Laura langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara. Di sana, terlihat Darrel yang datang dengan raut wajah yang sangat tidak bersahabat. Kai langsung mendekati pria itu dengan wajah yang terlihat marah. Kai benar-benar menahan diri untuk tidak memukul wajah Darrel karena sudah berani menikahi kekasihnya. Kai tentu ikut sedih jika Darrel ditinggalkan oleh Sarah saat hari pernikahan begitu dekat, tapi itu tidak berarti Darrel bisa menikahi Laura begitu saja.
Darrel mengenal Kai, karena dulu pernah bertemu dengannya ketika berkunjung untuk bertemu dengan Sarah. Lihat? Dia kembali mengingat momen manis bersama Sarah. Menyebalkan sekali, lalu ditambah sekarang ia harus melihat Kai, pria yang sedikit lebih pendek darinya kini menatapnya dengan tatapan seolah ingin menelannya hidup-hidup. Pria itu pasti sakit hati karena Laura menikah dengannya. Setidaknya kini ada orang yang juga merasakan apa yang ia rasakan. Darrel merasa lebih baik ketika menyadari ia bukan satu-satunya orang yang ditinggalkan oleh kekasihnya dengan cara yang menyedihkan.
"Kau sudah tahu kalau Laura adalah kekasihku. Kami pun berjuang begitu keras untuk mendapatkan restu Ibuku, lalu kenapa kau malah menikahinya? Karena calon istrimu pergi, bukan berarti kau bisa menikahi wanita manapun sesuka hatimu!" Kai terlihat begitu marah. Ini belum seberapa dibandingkan kemarahan yang ada di dalam hatinya saat ini.
Darrel tampak tersenyum. Ia tidak takut sedikit pun bahkan jika Kai bicara dengan nada lebih tinggi padanya. Sebenarnya, Darrel merasa sedikit bersalah karena telah merusak hubungan Kai dan Laura, tapi ia juga tidak bisa melihat Laura bahagia di atas penderitaannya.
"Kau pikir, pernikahan ini bisa terjadi tanpa persetujuan Laura? Dia yang setuju aku nikahi, lalu kenapa kau hanya berteriak padaku?" ucap Darrel. Laura yang mendengar hal ini benar-benar tidak mengerti karena bisa-bisanya Darrel bicara seolah pernikahan ini ia lakukan secara sukarela.
"Kau pasti melakukan sesuatu untuk membuatnya setuju. Aku tahu betul bagaimana sifat dari orang-orang sepertimu!" Kai kembali meninggikan nada suaranya, tapi Darrel masih terlihat tidak begitu peduli.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan? Kau seharusnya mencari calon istrimu, bukan malah menikahi wanita lain. Kau benar-benar berengsek!" bahkan setelah memberikan makian pada Darrel, Kai masih tidak bisa mengurangi kemarahannya.
"Cukup, Kai. Kau lebih baik pulang." Laura mengatakan ini karena tidak ingin Kai membuat Darrel marah, lalu akan terjadi sesuatu padanya. Emosi Darrel sangat tidak stabil akhir-akhir ini dan dia bisa melakukan apapun tanpa berpikir panjang.
Wajah Darrel terlihat mulai marah setelah Kai mengatainya berengsek. "Kenapa Laura sampai masuk rumah sakit? Apa kau melakukan sesuatu padanya?" dan Darrel semakin marah setelah Kai kembai bicara padanya.
"Memang kau siapa sampai aku harus melaporkan setiap hal padamu? Kau lebih baik pulang dan aku melarangmu untuk bertemu atau mendekati dengan istriku." Kalimat Darrel penuh dengan penekanan untuk menunjukkan kepemilikannya atas Laura.
"Tidak ada seorang pun bisa melarangku untuk bertemu dengan Laura," balas Kai. Kai ingin kembali bicara pada Laura, tapi Darrel dengan cepat meraih kerah bajunya, lalu memberikan pukulan hingga membuatnya jatuh tersungkur.
"Darrel!" Laura berteriak pada Darrel dan inilah yang ia takutkan.
"Sudah aku bilang, jangan dekati istriku. Apa kau tuli? Atau kau memang ingin mendapat kekerasan?" ucap Darrel yang saat ini berdiri di depan Kai yang masih tergrletak di lantai dengan sudut bibir yang terlihat mrngeluarkan darah.
Laura yang melihat Kai terluka ingin turun dari ranjang untuk melihat kondisinya, tapi Darrel langsung memberikan tatapan tajam dan berkata, "Ingin menolongnya? Ingin menjadi pahlawan untuknya? Baiklah. Cepat turun, maka aku akan menghajarnya lebih dari ini."
Laura tidak jadi turun, tapi langsung mengalihkan pandangannya pada Kai. "Aku mohon, pergilah dari sini." Laura begitu memohon pada Kai agar dia mengerti situasi saat ini.
Kai perlahan kembali berdiri di hadapan Darrel. Melihat sikap Darrel yang seperti ini membuat Kai merasa ada yang tidak beres dengan pria itu. "Apa dia memperlakukanmu dengan baik?" Kai pun bertanya pada Laura.
"Si berengsek ini benar-benar suka ikut campur." Darrel terlihat semakin kesal karena Kai masih saja ikut campur dalam rumah tangganya dan Laura.
"Aku mohon, Kai, mengertilah. Kau harus pulang sekarang." Laura benar-benar sangat memohon sekarang.
"Laura ...."
"Aku bilang pergi! Apa kau masih tidak mengerti juga? Aku tidak mau bicara denganmu!" Laura menyela kalimat Kai dengan tinggi walau hatinya meronta-ronta karena melakukan sesuatu yang tidak pernah ingin ia lakukan. Tapi ini untuk kebaikan Kai. Laura tidak mau terjadi hal yang lebih buruk pada Kai.
Kai menatap Laura selama beberapa saat, lalu pergi dari sana dengan hati yang begitu hancur. Sedangkan Laura menumpahkan semua air matanya setelah melihat Kai begitu hancur dan itu karena dirinya. Laura bahkan masih tidak mengerti apakah ini memang pantas untuknya.
Darrel menoleh pada Laura dan setelahnya berkata, "Kau menangisi pria lain di depan suamimu? Kau sangat konyol."
"Aku konyol? Lalu, bagaimana denganmu? Apakah ada orang yang lebih konyol dari seorang pria yang memaksa wanita lain untuk menikah dengannya hanya untuk balas dendam? Kau sungguh sudah tidak waras!" Laura mengatakan ini dengan penuh kemarahan. Ini hanya sedikit dari banyak kata yang ingin Laura keluarkan tepat di depan wajah Darrel.
Darrel berjalan mendekati Laura dan berdiri di sebelah ranjang rawatnya. Mata tajam Darrel hanya terfokus pada Laura yang saat ini menatapnya dengan penuh kebencian. Darrel terlihat mengangkat tangannya dan terlihat seperti ingin menampar Laura. Laura yang melihat hal itu langsung ketakutan hingga memalingkan wajahnya sembari menutup kedua matanya. Sedangkan Darrel tampak tertawa pelan karena ia tidak berniat menampar Laura, tapi membelai rambutnya.
"Kau menyebutku tidak waras, tapi langsung ketakutan begitu aku mengangkat tangan, padahal aku hanya ingin membelai rambutmu yang halus ini. Lain kali, jangan bicara macam-macam jika kau belum cukup punya keberanian untuk mempertanggungjawabkan ucapanmu," ucap Darrel, masih dengan membelai rambut Laura.
Laura kembali menatap Darrel dan setelahnya pria itu kembali bicara, mengatakan sesuatu yang benar-benar gila untuk Laura. "Biar aku peringatkan padamu, jangan berani menyebut nama pria itu lagi atau bahkan sampai bertemu dengannya lagi. Kau dan hidupmu hanya milikku sekarang, jadi jangan biarkan orang lain mengusiknya. Aku tidak mau orang lain menyakitimu, karena hanya aku yang boleh melakukannya."
"Tadinya, aku berpikir kalau kau berubah karena Kakaku pergi. Tapi sekarang, aku menjadi berpikir apa ini adalah dirimu yang sesungguhnya? Kau tidak berubah, tapi kejadian itu memperlihat sifat aslimu. Apa aku benar?" ujar Laura.
"Nanti, tanyakan pada Kakakmu seperti apa diriku yang sebenarnya. Apakah ini diriku yang sebenarnya atau bukan, kau bisa tahu darinya," jawab Darrel, lalu dia pergi meninggalkan Laura.
Begitu keluar dari ruang perawatan Laura, Darrel tampak menelepon seseorang untuk bertanya tentang perkembangan tentang pencarian Sarah. Orang suruhan Darrel mengatakan tidak ada perkembangan yang berarti. Terakhir kali Sarah terlihat adalah ketika dia turun dari sebuah taksi sekitar jam 12.52 malam di sebuah kawasan yang penuh bangunan tua, lalu setelah itu terlihat lagi karena kawasan yang dia datangi tidak memiliki banyak kamera CCTV. Saat ini, mereka sedang menyusuri kawasan untuk mencari informasi lebih lanjut.
Sedangkan di tempat lain, Devian terlihat membuka bagasi mobilnya, lalu membawa keluar beberapa lukisan dan juga peralatan untuk melukis, lalu dibawa masuk ke dalam sebuah rumah sederhana yang bisa dikatakan sebagai studio lukisnya. Saat meletakan sebuah kotak yang berisi cat untuk melukis, Devian melihat sebuah cincin di sana. Saat melihat cincin itu, Devian kembali mengingat ketika seorang wanita mengembalikan cincin itu padanya dengan alasan akan segera menikah dengan pria lain.
"Kalau saja kau memilihku, maka semuanya tidak akan menjadi seperti ini," gumam Devian, lalu memasukan cincin itu ke dalam saku celananya.