Deg... Deg... Deg...
Detak jantung Sherin berpacu begitu cepat akibat rasa gugup yang menyerang sekujur tubuhnya.
Perlahan, Sherin melangkahkan kakinya hingga tiba di hadapan Heri dan Lina. "Tt..tuan, Nyonya maaf membuat kalian menunggu," ucap Sherin terbata bata dari arah belakang Heri dan Lina.
Sepasang suami istri itu menghadap kebelakang serentak, keduanya kompak terbelalak melihat seorang Sherin gadis pelayan club yang menjelma menjadi sosok gadis cantik dan mempesona.
Balutan gaun panjang yang membentuk lekuk tubuh Sherin berwarna peach dengan belahan depan hingga setengah paha dengan model s***h sabrina yang mengekspos jelas bagian bahu mulusnya dan taburan batu swarowski yang memenuhi gaun indah itu di tambah dengan anting berlian dan tatanan rambut yang naik ke atas serta tas pesta dan sepatu berwarna senada membuat penampilan Sherin sangat memukau mata siapa saja yang memandang.
"Kau sungguh cantik Sherin, pantas saja suami ku memilih mu." Lina memandang Sherin dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan kagum, begitu pula dengan Heri yang tak bisa berkata apa pun.
"Tt..tapi ini ter..lalu sexi bagi ku Nyonya." Sherin menutupi bagian pahanya dan tertunduk gugup.
"Ah sudah lah, ayo masuk kita bisa terlambat nanti." Heri mengajak mereka masuk kedalam salah satu koleksi mobil mewahnya dengan kedua pengawal yang membukakan pintu mobil untuk mereka.
Mobil mewah yang di naiki oleh Heri beserta Lina dan Sherin melaju menuju hotel tempat terlaksananya acara jamuan makan malam yang di selenggarakan oleh salah satu rekan bisnis Heri di susul dengan kedua pengawal dari belakang dengan mobil yang berbeda.
'Gila, mobil ini berbeda dari mobil yang kemarin aku naiki. Berapa banyak uang yang di miliki tua bangka ini? Pantas saja dia enggak keberatan mengeluarkan uang lima ratus juta pada paman.' Sherin hanya mampu membatin seraya menghela nafas
Tak lama mereka tiba di sebuah hotel berbintang lima, Heri bergandengan tangan bersama Lina di ikuti Sherin dari belakang dan tak lupa dua pengawal setia Heri yang mengikuti mereka.
'Aduh, sepatu ini. Membuat kaki ku terasa mau lepas. Hah, jadi orang kaya sungguh menyiksa ku.. Tsh, sakit sekali.' Sherin mengutuk dalam hati high heels tujuh senti yang ia kenakan.
"Sherin, nanti jika kau perlu sesuatu jika kami tak di samping mu kau bisa hubungi Roy dan Boni, mereka akan menunggu di depan pintu." Sambil tersenyum Lina menjelaskan pada Sherin yang masih mengekorinya.
"Baik Nyonya." Sherin mengangguk pelan.
"Jangan panggil aku Nyonya, kau harus panggil aku mama dan jika ada yang bertanya padamu katakan jika kau adalah keluarga besar Darmawan, cukup itu saja dan jangan mengatakan apapun jika ada yang mencoba bertanya lebih dari pada itu. Bisa kah aku mempercayaimu?" Tanya Lina dengan wajah yang serius dan di jawab dengan anggukan kepala dari Sherin.
"Dan satu lagi. Jangan pernah coba coba kabur dari ku." Heri menimpali dengan tatapan tajamnya yang mampu membuat Sherin bergedik ngeri.
"Bb..baaik Tuan." Sherin mengangguk patuh seraya menundukkan kepalanya.
Mereka pun tiba di dalam ruangan besar tempat berlangsungnya jamuan makan malam dalam rangka merayakan keberhasilan perusahaan salah satu rekan bisnis Heri.
"Naikkan pandangan mu dengan senyum cantikmu dan jangan pernah menunduk di hadapan tamu tamu di sini," titah Heri dengan nada pelan namun masih dapat di dengar jelas oleh Sherin.
Seketika pandangan Sherin kembali terangkat dengan senyuman yang sedikit terpaksa namun masih terlihat sangat cantik. Sherin sangat gugup karena ini kali pertama ia menghadiri acara besar seperti ini walaupun ia sendiri telah terbiasa menghadapi kerumunan orang ramai saat bekerja di club mewah dulu, tapi nyatanya tak serta merta menghilangkan rasa gugupnya saat ini.
"Selamat datang pak Heri dan bu Lina , senang bertemu kembali di acara ini." Salah seorang rekan bisnis Heri menyapa dan mendekati mereka.
Heri dan Lina menyambut hangat sapaan dari rekan bisnisnya itu. Keduanya langsung bergabung bersama, berbincang bincang mengenai bisnis masing masing, membuat Sherin sedikit bosan dengan apa yang di dengarnya. Hingga suara pria yang ada di hadapan Heri membuat semua orang memfokuskan pandangannya pada mereka.
"Wah pak Heri, siapa kah gadis cantik ini?" Suara yang cukup keras membuat Sherin sedikit terkejut dan spontan mendekat pada Lina.
"Ah, iya perkenalkan ini Sherin kerabat kami." Lina mengambil alih jawaban.
"Sherin." Sambil mengulurkan tangan kanannya dan tersenyum ramah.
"Bayu." Pria itu menatap Sherin kagum hingga tak melepaskan jabatan tangannya.
"Tangan mu itu apa harus aku patahkan dahulu?" Heri menatap sinis pada Bayu yang masih menjabat tangan Sherin.
"Ah iya. Maafkan aku, dia sungguh sangat cantik." Sambil terkekeh melepaskan jabatan tangannya.
Heri dan Lina kembali bertemu dengan rekan bisnis mereka yang lainnya hingga meninggalkan Sherin berdiri sendiri.
'Kemana perginya mereka? Aku harus berbuat apa sekarang?' Sherin seperti orang bingung yang tersesat.
'Aduh, perutku lapar sekali.' Sherin mengedarkan pandangan, matanya berbinar saat melihat hidangan makanan dan minuman di meja panjang tak jauh darinya.
Langkah kakinya membawanya pada meja panjang yang telah tersusun aneka makanan di atasnya. Sherin mengambil sepotong kue keju dan segelas minuman dingin. Saat Sherin akan berbalik badan tiba tiba tubuhnya menabrak seseorang.
"Aww..." Sherin menabrak lengan pria yang berdiri di belakangnya hingga menumpahkan minuman dari gelasnya.
"Mm..maaf kan aku Tuan, aku tidak sengaja." Sherin segera membersihkan lengan jas yang di kenakan pria itu dari tumpahan minuman di gelas Sherin.
"Kau, beraninya kau..." Pria muda tampan dengan tubuh atletis itu menggeram karena ulah Sherin yang mengotori jas mahalnya.
'Ya Tuhan, matilah aku. Bagaimana kalau dia meminta ganti jas mahal itu. Tolong aku Tuhan.' Sherin membatin dengan wajah cemasnya sembari menggigit kecil bibir bawahnya.
"Maaf.. maafkan aku Tuan." Kali ini Sherin telah menundukkan pandangannya bahkan ia tak mengindahkan perintah dari tua bangka yang telah membelinya dari sang paman.
"Kau ikut aku sekarang juga." Pria itu menarik kasar tangan Sherin hingga membuat Sherin sedikit berlari mengikuti langkah besar pria itu.
Beruntung saat itu tak ada orang di dekat mereka hingga tak menjadikan Sherin sebagai tontonan gratis.
"Aww.. Tuan tolong lepaskan aku." Sherin meringis kesakitan, pergelangan tangannya terus memaksa untuk terlepas dari cengkraman pria yang telah marah tersebut.
Pria itu menarik Sherin ke dalam toilet dan menguncinya, tentu saja hal itu membuat Sherin semakin cemas.
"Kk..kau, ma..uu apaa tuan?" tanya Sherin terbata.
"Kau... Segera bersihkan ini dalam waktu dua menit," bentak pria itu sambil membuka jas yang telah basah dari tubuhnya.
Mata Sherin terbelalak sesaat, lalu ia mengangukkan kepalanya sopan. "Bbaaik Tuan." Sherin segera mengambil jas itu dan membersihkannya dengan cepat.
Entah bagaimana cara Sherin membersihkan jas itu, hingga jas yang tadi basah kini benar benar telah kering dengan sempurna tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
"Ini Tt..tuan." Sherin menyodorkan jas mahal uang telah kembali kering itu sambil tertunduk.
Pria yang tak di ketahui namanya itu memicingkan matanya beberapa saat dan berfikir bagaimana caranya gadis itu benar benar bisa membersihkannya.
"Pasangkan," titah pria itu.
"Haaa?" ucap Sherin kaget hingga membuatnya mendongak ke atas menatap sepasang manik hitam pekat milik pria itu.
Tanpa sengaja keduanya kini telah beradu tatap, jarak yang cukup dekat antara keduanya membuat Sherin bisa dengan jelas melihat wajah pria itu.
Deg... Deg... Deg...
Jantung Sherin kembali berdetak cepat.
'Tampan sekali Tuan ini,' puji Sherin dalam hati.
Pria tampan itu menatap tajam dengan sebelah alis yang terangkat seakan meminta Sherin untuk segera mengindahkan permintaannya.
"Ah, baiklah Tuan," ucapnya cepat.
Sherin segera memasangkan jas ke tubuh pria itu dengan hati hati dan mengancingkannya dengan sempurna.
"Baik, saya permisi dan maafkan saya." Sherin melangkahkan kakinya dan hendak membuka kunci toilet tersebut namun langkahnya terhenti saat pergelangan tangannya kembali di tarik paksa oleh pria tampan sedingin salju itu.
"Siapa kau?" Tanyanya dengan wajah dinginnya membuat Sherin semakin bergetar karena takut.
"Aa...aku... Aku... She-"
Kring... Kring...
Suara handphone pria itu berbunyi hingga membuat tangan Sherin terlepas dari genggamannya.
Melihat kesempatan emas itu Sherin bergegas membuka kunci pintu dan keluar dari dalam toilet itu.
"Hei... Tunggu..." ucap pria itu mencoba menghentikan Sherin.
Namun Sherin tak menghiraukan pria itu, ia terus berlari hingga matanya menemukan sosok Heri dan Rina yang tengah mencari cari keberadaannya.
'Haah... Syukur lah...' batinnya merasa lega.