Cemburu

988 Words
"Aku tidak mau, aku masih mau disini."  "Kau tidak boleh berada di sini."  "Kak, apa kau cemburu?" Veldian menampilkan senyum senyuman di wajahnya menatap tangan Adrian yang masih menggenggam tangan Sherin. Sherin melirik Adrian, lalu ikut tersenyum tipis. "Aaaa ... Apa kau benar-benar cemburu tuan muda Adrian?" Ucap Sherin penuh kontrol. Ha? Cemburu? Mana mungkin seorang dokter sukses berkarier cemerlang seperti Adrian merasa cemburu pada wanita. Terlebih pada gadis ceroboh seperti Sherin. Dengan perempuan sekelas Tiara yang pekerjaan utama sebagai model papan saja Adrian tidak menaruh cemburu, apalagi pada gadis biasa seperti Sherin. Adrian melepas kasar yang bertautan dengan Sherin. Seperti salah tingkah, Adrian yang berdehem dan membenarkan di dalam saku celana pendek yang di kenakannya. "Cemburu? Sama dia? Mana mungkin ..." Ucapnya cepat, lalu berbalik badan meninggalkan Sherin dan Veldian yang saling pandangan di iringi kekehan. "Oh ya kak ..." Panggil Veldian kereta api langkah Adrian. Pria yang berbeda usia empat tahun yang berjalan Adrian. Kali ini tak ada senyuman di wajahnya apa lagi kekehan gurih yang tadi sempat di lemparkannya untuk Adrian. Sambil menepuk pundak Adrian, Veldian berbisik di telinga sang kakak. "Jika memang benar kau menikahinya dengan kontrak, biarkan aku yang menggantikanmu."  Kedua mata Adrian sontak membulat sempurna menatap Veldian yang tengah memperbarui wajah penuh keseriusan. "Kau ... Siapa yang memberitahumu?" Tanya Adrian terdengar marah, bahkan matanya kini berganti menatap Sherin yang kembali memperhatikan lukisan lukisan indah milik Veldian. Veldian tersenyum jengah, beberapa kali ia mencampakkan pandangan dari pandangan Adrian. "Kau hanya perlu menjawab iya atau tidak. Selebihnya biar aku yang menentukan caraku sendiri."  "Cih ... Apa kau menggertakku? Bahkan jika kau menginginkannya itu semua tidak akan pernah terjadi. Kau sendiri tahu, jika papa sudah bertindak tidak akan ada yang bisa mengaturnya." Adrian menjawab santai, walaupun sebenarnya aliran darahnya terasa mendidih mendengar ucapan Veldian. "Jangan pernah lupa, setidaknya papa akan bertindak sedikit memakai hati kepadaku. Kecuali, jika kau bersedia meninggalkan pekerjaanmu itu dan beralih bisnisnya."  "Kau benar-benar seperti papa, Vel." Adrian menatap tajam. "Setidaknya aku masih berfikir dua kali untuk tidak bertindak bodoh sepertimu." Mendekati Adrian dengan senyum sarkas yang mulai membahayakan. "Apa kau suka gadis itu?" Pertanyaan yang sejak tadi ingin di lontarkan Adrian akhirnya tersampaikan juga. Kedua kakak beradik itu saling menatap tajam. Adrian yang biasanya tidak pernah ingin tahu apa saja yang akan dilakukan pada adiknya itu nyatanya kini menjadi begitu penasaran. Veldian semakin lama Adrian dengan d**a yang membusung kedepan. "Aku-" "Kalian sedang apa?" Suara lembut Sherin membuat kedua kakak beradik itu secara bersamaan. Gadis itu mundur satu langkah dari hadapan penonton. Tatapan sungguh sungguh membuat gadis itu gugup. "Emm ... Aku ..."  Saat Sherin ingin kabur dari istirahat, tangan Adrian dan Veldian bersamaan menarik tangan Sherin. Sayangnya, tubuh gadis itu terlebih dahulu terjerembab ke d**a bidang Adrian, Veldian dengan berat hati membuat dari Sherin.  Jelas saja Adrian melakukan itu sengaja, untuk membuat Veldian tidak lebih jauhnya mengenai perkawinan yang lakukan dengan persyaratan khusus dan hanya akan berlangsyng selama tiga tahun. Dengan sombongnya, Adrian merangkul pinggang Sherin dengan erat lalu mengajak gadis itu keluar dari kamar Veldian hingga menghilang di balik pintu yang sengaja ditutup rapat oleh Adrian. "Tsh ... Tanpa kau sadari, kau akan terperangkap di dalam permainan yang kau ciptakan sendiri. Ya kita lihat saja, akhirnya aku benar-benar akan memiliki kakak ipar yang menggemaskan itu. Hahahaha ..." Nada suara yang terlihat sinis justru betubah terdengar bahagia.  Veldian kembali berjalan dan menatap lukisannya. "Aku penasaran. Apa hubunganmu dengannya? Sampai kau benar-benar ingin melihat semua tentangnya." Ucap Veldian sambil melipat dapat diandalkan di depan d**a. "Aku harus mencari tahu semuanya." Sambungnya. ***** "Hei, apa yang ingin kau lakukan Ad? Aku tidak mau disini." Teriak Sherin kesal. "Diamlah, dasar gadis bodoh. Bisa bisanya kau kelayapan kekamar pria malam begini." Meninggalkan Sherin dan ambang pintu kamar dari luar. "Ad ... Adrian ... Buka pintunya ... Why you must be to be from outside? Kau pikir aku ini seorang tawanan?" Menggedor gedor pintu kamar dari dalam. "Kau lebih dari itu. Tidurlah, aku akan membuka kuncinya besok pagi." Sahut Adrian dari luar. Sherin menghela nafas kasar, kekesalannya pada Adrian sudah memuncak. Bagaimana bisa Adrian memperlakukannya seperti seorang tawanan? Padahal, Sherin hanya berkunjung kekamar Veldian, yang jelas jelas adik kandungnya dan Lina pun juga mendekati dirinya untuk mendatangi Veldian langsung. "Kau memang gila. Bagaimana mungkin kau bisa menjadi dokter dengan kelakuan anehmu itu? Memangnya kau pikir aku ini siapamu? Sampai kau harus mengurungku seperti ini? Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika di antara kita tidak berhak ikut campur masalah pribadi masing-masing? Lalu kenapa kau selalu sibuk sendiri dengan urusan pribadiku? Bahkan saat ini kita belum menikah, tapi kau sudah tega melakukan ini padaku. " Sherin mengumpat Adrian untuk mengeluarkan kekesalannya. "Aaaagghhh ... Bisa gila aku jika seperti ini terus." Teriaknya kesal. Dari balik pintu kamar itu, ternyata Adrian masih bisa mendengar dengan jelas semua samudera kekesalan Sherin.  'Benar juga yang katakan bocah bodoh itu. Kenapa aku perlu repot repot mengurusi masalah apa? Lagi pula, dia hanya bertemu Veldian sebentar dikamarnya. Itupun pintu kamar terbuka. Agghh ... Kenapa sebenarnya aku? ' Batin Adrian sembari mengacak rambutnya yang acak-acakan frustasi. Adrian merekomendasikan untuk membuka kembali pintu kamar yang telah di kuncinya dengan sengaja itu. "Ah, biarin saja. Biar bocah itu tahu rasa." Lalu berjalan menjauh dari pintu kamar. ***** Mentari pagi telah terbit menyinari seluruh dunia, dengan cahayanya yang mampu memberikan semangat untuk setiap manusia yang akan memulai aktifitasnya, tidak terkecuali bagi gadis yatim piatu seperti Sherin. Sherin membuka matanya secara perlahan, kedua terentang ke atas sembari memiringkan sebuah ke kanan. Pagi ini Sherin merekomendasikan untuk kembali ke rumah sakit melihat kondisi sang paman pasca operasi yang di jalaninya kemarin. Walaupun ia sendiri tak yakin akan mendapat izin dari pemilik sekaligus calon mertuanya itu, tapi Sherin tetap optimis dan memilih untuk siap siap terlebih dahulu. "Saatnya berendam ordo, saat masih berada di kamar ini. Hehehe ..." Ucapnya terkekeh lalu turun dari kasur. Sherin membuka seluruh pakaiannya dan menutupinya dengan handuk. Dengan hati yang lebih tenang, Sherin siap masuk kedalam kamar mandi. Dengan santainya Sherin buka tirai penutup yang tepasang di depan bathup. "Aaaaaaaaaa ....."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD