KonPers (1)

1044 Words
"Aaaaaaaaaa ....." Sherin histeris saat mendapati Adrian yang tengah bersantai di dalam bathup. Hampir saja tubuh polos Sherin terekspos secara jelas di depan Adrian, beruntung dirinya belum melepaskan handuk yang membebati tubuhnya itu. "Kau, apa yang sedang kau lakukan di sana?" Mata Sherin tertutup dengan cara membelakangi Adrian. Bagaimana bisa Sherin tidak tahu keberadaan Adrian di dalam kamar mandinya? Sebegitu nyenyakkah tidurnya? Sampai tidak menyadari jika Adrian telah erlebih dahulu masuk ke dalamnya. Dengan nafas yang memburu gadis itu memilih untuk melebarkan langkahnya keluar dari kamar mandi sialan itu.  "Haaah ... Menakuti ku saja." Ucapnya sambil menutup kembali pintu kamar mandi dengan rapat. Sherin segera mengambil jubah mandi yang tergantung di lemari pakaian dan segera memakainya. Dengan wajah yang kesal Sherin duduk di tepi kasur. "Kenapa aku tidak tahu dia ada di dalam sana? Ya tuhan, apa aku tidur benar-benar seperti kerbau? Sampai tidak menyadarinya? Atau dia yang sengaja mengendap endap masuk ke dalam kamar ini?" Sherin mendengus kesal. Gadis itu kembali berdiri dan merekomendasikan untuk memakai kembali pakaiannya. Tapi lepasnya pada Adrian yang tiba tiba aman keluar dari kamar mandi saat dirinya memakai pakaian pun akhirnya megurungkan niat Sherin. Gadis itu kembali lagi duduk di tepi kasur sembari mengacak rambutnya sendiri. Beberapa saat kemudian Adrian keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandi berwarna abu yang menjadi warna favoritnya. Rambutnya yang terlihat basah serta aroma yang begitu mengganggu mata dan hidung Sherin. Bahkan mata Sherin tak berkedip melihat keindahan ciptaan tuhan dalam bentuk yang benar-benar nyata di hadapannya saat ini. Sherin sampai kesusahan berlari salivanya sendiri. 'Oh, benar benar pemandangan yang indah.' Batin Sherin terpesona. "Aku tahu aku tampan. Jadi kau tidak perlu memandangiku." Perkataan Adrian mampu menyadarkan Sherin dari pemikiran liarnya. Gadis itu menggeleng pelan lalu memalingkan pandangannya. 'Harus ku akui kau memang tampan, tapi kau tidak perlu senarsis itu di hadapanku. Membuatku begitu mual. ' Umpat Sherin dalam hati. Adrian yang masih sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil berjalan menuju lemari pakaian. "Bersihkan dirimu, setelah itu ikut denganku." Lalu handuk kecil yang dijadikannya untuk mengeringkan rambut pada Sherin. "Ikut denganmu? Mau kemana?" "Kau akan tahu sendiri nanti." "Tapi aku-" "Cepatlah, atau kau ingin melihat papaku marah?"  Sherin mengerutkan dahinya, apa itu kepergian mereka dengan tuan Heri? Lagi lagi Sherin tak bisa kesalahan banyak jika sudah beroperasi tuan Heri. Rasa takutnya begitu besar pada pria tua yang telah menyelamatkannya itu. Walaupun Sherin sendiri tahu di balik ketegasan wajah itu ada hati yang lembut di dalamnya. Tak ingin kembali berdebat, Sherin akhirnya memilih untuk segera membersihkan tubuhnya. Rencanya untuk merendam diri beberapa saat di dalam bathup pun di urungkannya, saat mendengar nama tuan Heri ada nya dengan kepergiannya bersama Adrian nanti. Tak perlu waktu lama bagi Sherin untuk menjadikan dirinya segar di bawah pancuran udara yang mengalir. Degan tubuh yang tertutup oleh jubah mandi, dan handuk yang melilit di rambutnya, dirinya telah bersiap untuk kembali keluar dari kamar mandi itu dan berubah. Mata Sherin mengedar, untuk memastikan bahwa Adrian benar-benar telah keluar dari kamar. Dirinya tak ingin kembali ceroboh, Sherin bahkan menyiapkan pintu kamar untuk melindungi dirinya sendiri. Tanpa harus di beri tahu, Sherin mengambil satu buah mini dres selutut berlengan tipis berwarna biru muda untuk di pakainya. Sherin mulai terbiasa dengan gaya busana yang terapkan oleh keluarga itu. Mengingat saat ini dirinya telah berada di dalam lingkungan keluarga kaya yang terhormat.  Sherin mulai merias wajah dengan riasan polesan tipis. Bibir merah alaminya sengaja di biarkannya hanya tersentuh lipbam untuk melembabkan bibirnya agar tidak kering. Alisnya yang sudah terbentuk rapi sejak lahir hanya di rapikan saja memakai sisir alis, matanya yang bulat namun tidak besar di hiasi dengan eyeliner tipis di bagian kelopak mata serta sentuhan maskara yang membuat bagian mata Sherin benar-benar hidup. Untuk rambut bagian, Sherin lebih suka membiarkannua tergerai rapi dengan satu jepit rambut berbentuk bintang dibagian sisi kanan rambutnya. Dari arah luar, Sherin bisa mendengar dengan jelas suara lembut seorang perempuan yang memanggil namanya, hingga Sherin siap pakai dari kursi meja rias dan membuka pintu kamar. "Sherin, apa kau su-" Lina rela ucapannya saat melihat tampilan Sherin. "Waaw ... Kau terlihat sangat cantik sayang." Sambungnya dengan mata terpukau. Sherin menundukkan pandangannya malu, kedua kuasa saling bertautan berada di bagian bawah mini dresnya. "Terima kasih ma, tapi ... Apakah pilihan ku ini benar?" Tanya Sherin ragu. Perempuan paruh baya itu tentu menganggukkan kepalanya dengan bibir yang mengembang. Tentu sayang. Kau memang pintar dalam memilih pakaian. " Ucapnya. "Ya sudah, ayo turun. Papa dan yang lainnya telah menunggu di meja makan."  Padahal Sherin sangat ingin bertanya pada calon mertuanya itu, sebenarnya dirinya dan Adrian akan pergi kemana? Bahkan Sherin tak sempat untuk mminta izin pada Lina untuk menjenguk Romi di rumah sakit.  Kedua menuruni anak tangga hingga tiba di ruang makan yang telah menurut ketiga laki laki yang sama tampannya di usia masing-masing. Laki laki yang dapat melihat ingin melindungi Sherin dengan cara yang berbeda beda. 'Sial, kenapa bocah itu bisa menjadi cantik seperti itu.' Batin Adrian saat menyadari kehadiran Sherin dan Lina. Sherin mengambil posisi duduk di sebelah Adrian yang juga mempertimbangkan dengan Veldian. "Sstt .. Stt .." Panggil Veldian dengan kode pada gadis itu dan segera di respon dengan tatapan oleh Sherin. "Kau benar-benar cantik, seperti malaikat." Ucap Veldian pelan di tipis senyuman. "Malaikat pencabut nyawa." Sahut Adrian ketus. Veldian dan Sherin menatap Adrian secara bersamaan. Veldian hanya menaikkan sudut alisnya sementara Sherin refleks menendang kaki Adrian yang ada di sebelahnya dengan wajah yang kesal. "Apa kau sudah mengatakan dia tentang hari ini?" Suara berat milik Heri membuat Sherin kembali fokus. Adrian menggeleng santai, pria itu memang belum merekomendasikan untuk memberi tahu Sherin dengan apa yang akan di lakukan. Heri yang tergeletak tergolong yang sedang memegang pisau dan garpu di, lalu menatap Sherin yang sedang meneguk segelas minuman. "Hari ini akan ikut dengan Adrian untuk melakukan pers yang akan berlangsung di sebuah hotel."  Gadis itu terjejut hingga laporan tersedak. 'Maksudnya? Konferensi pers? Tapi untuk apa? Aku bukan seorang artis atau pun pengusaha? ' Tanya Sherin dalam hati. "Sherin, kau tidak apa apa?" Tanya Veldian sembari memberikan sapu tangan pada Sherin. Gadis itu menggeleng cepat dan segera menyeka bagian bibir dan dagunya dengan sapu tangan yang telah ambilnya dari Veldian. "Apa kau tidak melihat berita yang telah terkenal sejak kemarin?" Tanya Lina serius. "Tt..tidak ... Memangnya ada berita apa sampai harus melakukan pers?" Gadis itu benar tidak tahu apa yang sedang di bicarakan keluarga terpandang itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD