Sebuah Cincin.

1047 Words
* Flashback On * "Sherin... Apa kau sudah selesai?" Suara seorang tiba tiba terdengar hingga membuat Sherin menghentikan perkataannya pada Kevin. Kevin dan Sherin menoleh bersamaan ke asala suara. Betapa terkejutnya Sherin saat melihat seseorang yang memanggilnya itu. Kevin menatap Sherin sesaat sebelum akhirnya ia memilih untuk bertanya sendiri. "Kau siapa?" "Ad...adrian. Bagaimana bisa kau-" "Mama mengkhawatirkanmu dan menyuruhku untuk menjemputmu." Ucap Adrian jujur dengan penuh kelembutan. 'Pria ini, bagaimana bisa berubah menjadi lembut seperti itu dalam waktu beberapa jam. Apa aku sedang bermimpi? Agh... Sudah lah lupakan.' Batin Sherin. Merasa tak mendapat jawaban, Kevin lantas meraih kedua lengan Sherin dengan lembut lalu menatapnya begitu dalam. "Katakan padaku, siapa dia?" Terlihat jelas ada percikan api cemburu dalam sorot mata Kevin. "Dia... Adrian." Sahut Sherin pelan. "Apa hubungannya denganmu, Sherin? Untuk apa dia menjemputmu?" Kevin merasa tak puas dengan jawaban singkat yang di ucapkan oleh Sherin.  Langkah santai Adrian mendekati keduanya, tangannya menarik tangan Sherin hingga berada di dekatnya. "Aku calon suaminya." Tanpa melepaskan tangan Sherin dari genggamannya. Tak bisa berkata apapun, Sherin justru terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Adrian. Entah kenapa Adrian mau mengakuinya, padahal jelas jelas ia juga merasa keberatan dengan pernikahan itu. Bagaimana ekspresi yang di tunjukkan oleh Kevin? Jangan ditanya, tentu Kevin meradang mendengar kenyataan tentang sosok pria yang tiba tiba hadir di antara dirinya dan Sherin. Rasa cintanya yang besar pada Sherin membuatnya begitu terbakar api cemburu. "Haa? Calon suaminya?" Kevin tersenyum getir menatap Adrian sinis. Adrian hanya menganggukkan kepalanya, kini tangannya telah berpindah melingkar di belakang pinggang Sherin dan menambah kecemburuan pada Kevin. "Sherin, bicaralah. Apa yang dikatakannya benar?"  "Berikan aku waktu untuk berbicara berdua saja dengan Kevin." Sherin melepaskan tangan Adrian. 'Kau, bisa bisanya menolak perlakuan lembutku? Jika saja bukan karena mama yang meminta ku menjemputmu, mana mungkin aku rela meninggalkan pekerjaanku.' Adrian membatin kesal, namun ia tetap stay cool. "Baiklah, jangan terlalu lama. Aku akan menunggu di dalam mobil." Mengelus ujung kepala Sherin dengan lembut. 'Apa? Apa lagi ini? Ya tuhan, kau itu sebenarnya dokter atau aktor sih?' Sherin mendengus dalam hati. Adrian berjalan menjauh sembari mendorong koper milik Sherin. Setelah memastikan Adrian telah menjauh dari keduanya, Sherin mencoba untuk menjelaskan pada Kevin tentang apa yang telah terjadi pada dirinya selama beberapa hari terakhir hingga dirinya harus terjebak dalam pernikahan yang di rencanakan oleh tuan Heri. Mendengarkan itu semua, telinga Kevin terasa panas, amarah di dadanya menggebu gebu mengetahui sang kekasih di perlakukan tidak adil seperti itu. "Kau tidak bisa diam begitu saja, Sherin. Aku akan membantumu untuk mengembalikan uang yang telah di berikan oleh tuan Heri pada paman." Kevin menggenggam erat kedua tangan Sherin, meyakinkannya bahwa dirinya tak akan membiarkan Sherin menghadapi masalah sendirian. Kali ini Sherin tak mengindahkan perkataan Kevin. Bukan karena ia senang akan menikah dengan pria kaya dengan harta yang tak akan habis termakan usia, bukan. Melainkan karena Sherin tak ingin membawa Kevin masuk dalam permasalahan yang lebih dalam lagi. "Jangan, Kevin." Sherin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Matanya menatap lekat pria yang telah setia padanya itu dengan mata berkaca kaca. "Kenapa? Aku bisa menjual mobilku. Aki bahkan masih bisa mengantar jemputmu dengan motor yang ku punya." Kevin terlihat tersenyum tipis pada Sherin. Membayangkan dirinya bisa terus bersama Sherin membuatnya merasa bahagian. Tak tahan lagi dengan perlakuan Kevin yang selalu melindunginya bahkan Kevin sudah terlalu sering terlibat dalam masalah yang di timbulkan oleh paman Sherin, ia kaki ini memilih untuk menolak tawaran tulus Kevin.  "Kev, terima kasih untuk kebaikan kamu selama ini untuk ku. Aku terlalu sering menyusahkanmu, bahkan kau sendiri sering bertengkar dengan orang tuamu karena membantuku."  "Aku tidak perduli, selama kau masih selalu berada di sampingku, aku pasti akan terus melindungimu." Kata kata yang selalu di ucapkan kevin pada Sherin. Saat ini Sherin benar benar merasa bersalah pada Kevin, banyak hal yang telah di lewatkannya bersama Kevin. Kebahagiaan yang selalu di berikan Kevin untuknya tak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun. Tapi kali ini Sherin benar benar harus bertindak egois, demi kebaikan Kevin.  "Maafkan aku. Kau telah mengetahui kenyataannya, dan aku akan menikah dengan Adrian. Aku harap kau mengerti, Kev. Aku ingin kau bisa bahagia dengan perempuan yang di restui oleh kedua orang tuamu."  "Tidak, aku tidak akan bahagia bersama perempuan lain. Aku hanya bahagia bersamamu, Sherin. Aku tidak perduli dengan kedua orang tuaku, bahkan aku bisa mengajakmu pergi dari kota ini, dan kita bisa hidup bahagia." Kevin tak terima dengan alasan yang di ucapkan Sherin. Kevin tak tahan lagi dengan semua ini, ia memeluk tubuh Sherin dengan erat.  Sherin menangis dalam pelukan Kevin, sama halnya dengan Kevin, ia pun tak ingin berpisah dengan cara seperti ini. Tapi apalah daya, dirinya tak ingin membuat hubungan antara Kevin dan kedua orang tuanya semakin memburuk, terlebih lagi ia sudah tak ingin melihat Kevin berkorban lebih jauh untuknya. Dari kejauhan, seorang pria yang tengah duduk di dalam mobil sedang memperhatikan dengan jelas gerak gerik sepasang kekasih itu. Entah kenapa matanya begitu panas melihat adegan kemesraan yang di tunjukkan keduanya. Walaupun ia tak bisa mendengar pembicaraan keduanya, tapi terlihat jelas kesedihan wajah Sherin. Apalagi saat ini ia melihat Sherin tengah menangis di dalam pelukan Kevin. 'Sudah cukup ini semua. Aku tidak tahan lagi melihatnya.' Batinnya sembari turun dari dalam mobil. "Maafkan aku, maafkan aku Kevin."  "Aku benar benar mencintaimu, Sherin. Pergilah bersamaku."  "Aku... Aku-" "Sherin, sudah waktunya untuk mempersiapkan gaun pernikahan." Adrian kembali memotong perkataan Sherin hingga membuat Sherin terkejut. Air mata Sherin masih mengalir, ia menyekanya dengan bersih agar Kevin tak melihat kesedihannya. Lalu mencoba melepaskan diri dari pelukan Kevin. Sayangnya Kevin tak perduli dengan perkataan Adrian, ia tetap memeluk Sherin dengan erat.  "Kev, lepaskan aku. Aku harus pergi." Pinta Sherin. Melihat Sherin yang merasa kesulitan untuk melepaskan dirinya, Adrian pun kembali mengambil sikap. "Jangan buat kesabaranku habis." Sembari menarik melepaskan tubuh Kevin dan menarik tangan Sherin. Tanpa basa basi, Adrian segera membawa Sherin pergi dari hadapan Kevin yang masih tak terima dengan kenyataan tersebut. * Flashback Off * "Eh... Sherin. Ini..." Saat mata Lina terfokus pada jari manis Sherin yang di lingkari oleh cincin indah. "Oh... Ini cincin pembe-" "Itu pemberian pria itu, siapa namanya... Oh Kevin. Iya Kevin." Entah sudah keberapa kali Adrian memotong perkataan Sherin hingga membuat Sherin sangat kesal. "Memangnya kenapa kalau ini pemberian Kevin? Apa pedulimu?" Sahut Sherin dengan wajah kesal. "Apa kau cemburu?" Sambungnya dengan sebelah alis yang terangkat. "Aku, aku..." 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD