003. Geliat Sang Pengantin

2448 Words
Divano Penthouse, Jakarta      Belum usai kelelahan Zhachza berdiri di tengah-tengah para tamu sejam lalu, kini ia sudah dihadapkan pada waktu khusus penyambutan kerabat dan teman-teman David di acara dansa. Gaun biru pekat pemberian suaminya kini tepat di depan mata biru Zhachza. Sebenarnya Zhachza ingin menunda sejenak, namun ia sungguh rikuh jika menolak acara malam ini.      Zhachza menatap gedung-gedung berjajar di ibukota, merasakan hawa tropis sekaligus menyandang gelar nyonya Divano. Tidak lama Zhachza melirik kemudian mendekati gaun sutra dengan manik-manik yang membuatnya terbuai, membelai kelembutan serat serta kilauan berlian yang menempel.      “Kenapa kau belum siap-siap hm?” Tiba-tiba! Pelukan serta kecupan di sisi wajah Zhachza dapatkan. Ia menoleh ke arah pria mengenakan black suit dengan bulu tipis di rahang, tersenyum mesra padanya.      “Mm... Apa kita bisa menunda pesta malam ini?” tanya Zhachza saat kecupan lembut di bahu membuatnya berjingkat, Zhachza telah terjangkit sentuhan David. “Aku lelah sayang.”      “Menunda? Aku tidak enak dengan semua rekan bisnisku, mereka jauh-jauh dari Jerman datang ke Indonesia hanya untuk memberi kemeriahan di pesta pernikahan kita. Baiklah, tidak masalah jika kau tidak ingin berdansa. Tapi setidaknya temani aku.” Tutur David pelan menahan gairah yang mulai merajalela.      Semua kebijakan David semakin menguasai pikiran Zhachza. Tentu permintaan itu tidak dapat Zhachza buat mudah, apalagi melihat hari terasa cerah dan malam yang pasti terpenuhi benderang bintang-bintang menyusun suasana apik di hari yang spesial, mendukung hiasan pesta sederhana di kediaman David.      “Tapi beri aku waktu satu jam saja untuk tidur,” Zhachza membalikkan tubuhnya, mengecup bibir David mesra. “Aku mohon Papa!”      David tidak mengira, atau menebak dengan penuh gairah saat panggilan 'Papa' yang jarang terdengar di kalangan masyarakat Jerman oleh istrinya tercipta untuknya. Meski aneh dan terkesan sulit, David tidak peduli.      “Kau sedang merayuku hm?” balas David menggigit kecil daun telinga Zhachza.      “Tidak ada tawar menawar Hase.” bisik David lagi tanpa melepas pandangan pada kemolekan tubuh mengenakan gaun pengantin di depannya.      “Benarkah?” Zhachza melepas satu sarung tangan, lalu accessories di leher.      “Aku tidak yakin Papa akan menolak tawaranku.” Berlanjut hingga Zhachza membuang ekor pada gaun menjuntai. Ia menatap David dengan mengigit bibir bawahnya.      Ah sial! Nampaknya usaha David akan sia-sia. Bagaimana tidak? Keinginan yang telah ia pendam beberapa jam lalu kini menyelubungi kembali, hingga David menahan napas pun tidak sanggup saat melihat Zhachza melepaskan pita hitam melingkar di leher David. Berlanjut sampai Zhachza meluruhkan jas hitam pekat, membuatnya jatuh jauh dari punggung lebar David.      “Argh... Sial, jangan bermain curang Hase.” David setia pada wajah yang mendekati lehernya, jemari lentik yang berusaha membuka satu persatu kancing kemeja.      “Aku hanya berusaha menolong,” Zhachza menciumi leher suaminya, beringsut lamban untuk mencicip d**a lebar David. “Papa tidak akan menyesal jika aku membantu, bukan?”      David semakin b*******h saat tangan Zhachza menyelinap di antara pahanya, mencakup miliknya yang masih terbungkus rapi. Membelai hingga bermain dengan genit melumat tali pusat David.      “Kau sedang membahayakan dirimu sendiri sayang!” ujar David menarik rambut Zhachza, wajah cantik itu mendongak menatap wajahnya.      “Semenjak Papa datang, aku sudah menyukai bagian yang berbahaya ini.” Ugh! David Tak kuasa melihat Zhachza menjulurkan lidah tepat di depan vital yang telah mengeras kuat.      “Bermain sekarang?” tanya Zhachza menarik turunkan resleting celana David, enggan membuka ataupun menutup semua bagian.      Tangan menggelitik penglihatan serta gairah semakin di ujung kepala tak mengelabui penglihatan David, jemari Zhachza gigih ketika membuka pengait celana David. Membuat resleting itu terbuka untuk memamerkan bentuk tubuh terbelit otot yang tegas, ukuran yang semakin meningkatkan stamina Zhachza.      “Aku tidak takut jika Papa akan menghajarku.” Samar suara Zhachza begitu indah di telinga David.      “Benarkah? Buktikan!” tutur David tak waras.      Tentu ucapan terakhir bukan jawaban. Zhachza merasa tertantang oleh pria yang terbilang sudah berusia lanjut namun memiliki variasi menagih. Kini bukan lidah melainkan Zhachza meluruhkan segera gaun pengantin, memasang wajah membujuk saat kedua dadanya terlihat jelas.      Tangan Zhachza memutar memberi kehangatan di kulit tanpa pelindung. David pun mulai mengerang, menjambak rambut Zhachza agar wajah cantik itu semakin berdaya dengan miliknya.      “Mau oral yang lama hm?” tawar Zhachza merenyuk kedua buah dadanya. Menghampiri ujung mengkilap karena tergores godaan tangan Zhachza.      Ujung lidah Zhachza menyapa tajam bentuk tubuh yang telah menggeliat sengaja tergerak oleh David. Berlanjut Zhachza mulai berdiskusi dengan tangan menuntun milik David menghuni belahannya, bergerak horisontal sekedar melumasi kekuatan karena David mulai merancau dan ikut menggerakkan pinggul.      “Yes, Hase. Don't stop!”      Saat itulah Zhachza membuka mulut untuk sengaja menyambut bentuk kokoh yang naik turun di belahan d**a. Zhachza tersenyum manja dengan suara khas menirukan erangan nikmat David. Sesekali mata biru Zhachza tersambung tatapan David, mereka sama-sama menekuni reaksi awalnya.      Setengah erangan nikmat David tertunda sampai Zhachza bangkit dan meninggalkan percuma milik David.      “Jangan curang sayang!” bujuk David gagal meraih tangan Zhachza.      Zhachza melengos tanpa lupa melenggok dengan gaun pengantin menunjukkan betapa indahnya punggung dan surai yang tergerai. Satu persatu jangkah kaki Zhachza melewati gaun putih yang terlepas dan kini menyelimuti lantai, Zhachza membungkuk lalu tangan Zhachza sengaja membelai ujung kakinya. Menyusun sensasi bergelut dengan gerakan menari, terus berlanjut sampai Zhachza menarik sisi tali celana dalam.      “Ayo mendekat Papa! Kau juga harus tahu jika aku ingin segera memberimu bukti!” jawab Zhachza atas penegasan David barusan.      David menyeringai. Sisi bibirnya diusap dengan ibu jari saat David menerpa aroma tubuh tanpa terbalut benang sedikit pun. Satu jari telunjuk David bergumul pada punggung mulus Zhachza. Mengecup bagian pundak yang seketika pikiran David bermukim dalam sensasi malam ini. Tubuh molek itu kini tergenggam erat, dan David mulai menyusuri tengkuk Zhachza dengan bibirnya. Merambat untuk merampas semua rasa dan semacam tekad.      Perbuatan tetap mengundang tingkah yang saat itu Zhachza berbalik arah. Tangannya membelai lembut pada vital David lalu berputar untuk menebar pesona gairah mereka. Saat Zhachza akan menekuk kedua lutut, David menarik wajah Zhachza dan mengubahnya menjadi punggung Zhachza melekat pada tubuh David.      “Ouucchh…” Zhachza menggigit kasar bibirnya saat tangan David telah singgah di bawah sana, membelai lembut dan menanggung teriakan Zhachza.      “Aaahh... Papa. Yaaahh…”      Semua terjalin ketika jemari David sudah menikam bentuk seksi Zhachza. Menekan lalu mencabut kembali hingga teriakan Zhachza bermunculan, bahkan karena gemas David melumat dagu Zhachza. Berlanjut lagi David terus mengusap-usap rongga yang sudah beberapa kali David nikmati.      “Papa…,”      “Oh ya. Hase,” bukan berarti David harus menghentikan saat Zhachza terengah-engah. “Semua harus kau tanggung! Kau berani menggodaku.”      Zhachza melumat bibirnya, tangan yang semula diam sudah melingkar di tengkuk David. “Unghh... Tentu Papa, aku rela menanggung semua iniiihh... Beri aku waktu agar jera.”      Kedua tangan David mengangkat tubuh Zhachza. Berjalan pelan atas dasar maksud bahwa David tengah memamerkan keindahan deretan ruas tubuh Zhachza di depan kaca. Senyum David pun mengembang karena Zhachza sempat terkejut.      “Kenapa harus seperti ini Papa?” Zhachza merasa sedikit ngeri ketika bentuk itu terpampang jelas dari pantulan cermin.      “Siap menanggung semua ini ‘kan? Jadi jangan salahkan aku sayang,” tatapan David malas menyingkir dari arah depan. “Terserah ingin aku apakan kau ini.”      Nakal. Zhachza mencubit mengusap rahang berbulu David. Lalu Zhachza bukan menyerah namun justru ia mulai mengusap dengan gerakan memutar di atas k******s, jari telunjuk bertugas mengolah kulit lembut miliknya antusias. Sambil melenguh panjang, Zhachza mengejek David dengan senyum manja.      Hal itu akan menggila. David tersenyum sambil menggelengkan kepala tanpa lupa menyambut bibir Zhachza, menukar kehalusan kulit serta dampak hebat dari pemandangan binal. Berlanjut David memprovokasi daun telinga Zhachza, lalu Zhachza terus membalas perlakuan David dengan tangannya menyebarkan aroma khas cairan bening hasrat itu di sisi bibir David.      David mengerang dan menyambut rasanya dengan lidah. “Ough s**t. Menggiurkan.”      Anggukan kepala Zhachza berakhir dengan David bergerak menuju ranjang. David Membuang percuma tubuh Zhachza hingga bentuk sintal itu melambung seakan melambai padanya sebuah kepuasan. David tidak langsung memangsa karena ia ingin memelihara ulah Zhachza di matanya, David melepas satu kancing di kerah kemeja.      “Apa lagi yang bisa kau lakukan Hase? Tawaran apa hm?” tanya David dengan tatapan bodoh.      Zhachza sedikit bangkit. Kadua kakinya saling merapat, jemari lentik Zhachza mulai menggerayangi kain tempat tidur, rengekan mulai tertanda dari bibir merah pengaruh gigitan genit Zhachza.      “Papa ingin yang seperti apa?”      Tawaran Zhachza mengandung efek samping luar biasa di telinga David. Mengabarkan jika David mulai rakus saat Zhachza merangkak, tangan Zhachza bermain di ujung yang telah mengeras.      “Blow? Atau... Woman?” Zhachza menjulurkan lidah sengaja mengenai sedikit ujung vital David. “Tapi aku bisa menawarkan lebih. Tapi... Jika Papa menginginkannya.”      Sial! David terusik dengan bentuk menggelantung serta punggung mulus itu menggeliat bak tubuh melawan suhu rendah. Tentu ucapan Zhachza mengurangi pertahanan David dan ia menarik rambut Zhachza. Bibir merah dan mata biru Zhachza tersambung dengan deru napas David yang membara. Mereka saling menukar aroma.      “Aku suka dengan penawaran. Tapi lebih terdengar seksi jika kau menjerit karena menagih sesuatu dariku.” Tegas David tepat di atas ujung runcing hidung Zhachza.       David menyambar bibir Zhachza. Lidahnya mulai menjerumuskan niat dan menukar saliva, tidak ada kata lagi yang bisa terucap di keduanya karena David telah membaringkan Zhachza. Satu tangan David merajai pergelangan tangan Zhachza, serta satu tangan kasar David merogoh sesuatu yang lembut dari bawah sana.      “Mmhh…”      Ya, itu yang David inginkan. Zhachza mulai menggeliat untuk mengobarkan gairah saat dadanya terus membusung, Zhachza berusaha menoleh namun David tidak rela melepas ciumannya. Napas keduanya saling memburu dan memberi bukti jika mereka telah mengusung denyut waktu khusus untuk menuangkan hasrat, kembali David menjerumuskan jari tengah agar Zhachza semakin menjerit.      Selisih beberapa menit David telah melepas bibirnya yang melekat dengan lidah Zhachza, berlanjut David menjulurkan lidah di atas leher lalu merayap ke bawah sampai batas bongkahan d**a seksi Zhachza. Bukan sebatas puas karena David menyesap bentuk sintal yang bergerak-gerak memadukan keseksian Zhachza, erangan nikmat pun terdengar dan David terus memompa rasa dahsyat untuk Zhachza.      “Ugh... A--ku tidak tahan lagiihhh,” kepala Zhachza mendongak. “Ouch huni aku secepatnyaaahh Papa... Aagh.”      Jemari Zhachza meremas tatanan rambut David saat menahan gejolak dalam dadanya telah mengabarkan jika Zhachza telah bernafsu. Bibir Zhachza melekat di daun telinga David dan mengeluarkan suara tertahan, lebih tepatnya Zhachza mendesah panjang.      “Papa...hhh,” rupanya Zhachza mulai memohon kepada David. “Cepathhh... Masukkan!”      "Apa yang kau maksud hm?" tanya David menarik areola Zhachza, lalu menjilat kembali agar ujungnya tetap memesona.      Bukan jawaban yang Zhachza harapkan dan ia memilih menggigit bibir David, kemudian Zhachza memperhatikan dua jari besar yang tengah asyik mengoreksi kenikmatan. Semakin cepat dan itu membuat kepala Zhachza pening.      “Enggh... Oh... Nikmat Papa... Ssahh…”      Lengkingan Zhachza semakin kuat, semangat David tidak kalah. Tubuh David membungkuk dan memberi kecupan beruntun di perut serta tali pusar Zhachza. Jemari David terlepas dan segera Zhachza bangkit kemudian mendorong d**a David hingga kini tubuh kekar dan bentuk siap mengobarkan pertempuran telah membuat mata Zhachza genit.      “Ayo kita bermain-main Papa.!”      David menggeleng dan kini ia berhasil mengalahkan Zhachza. Tubuh seksi itu sekarang telah di atas pangkuan, David menangkap bongkahan besar b****g Zhachza dan sedikit mengangkatnya. Satu gerakan dari otot yang telah meregang, David telah membenamkan miliknya.      “Aaahh....” rintih Zhachza sambil meremas d**a, kemudian menawarkan keseksian agar David menyesap bentuk sintal itu kembali.      “mhh…,” David meneliti raut mengerjap karena menikmati permainan. “Istriku yang seksi.”      Sambil menggerakkan pinggul dan menahan kepala David agar tidak melepas mulutnya di d**a, Zhachza menoleh ke pantulan cermin dan di sanalah Zhachza tahu betapa nikmat dan indah pemandangan dari sana. Tubuh saling menyatu dengan kilatan keringat. Basah dan menjanjikan rasa nikmat.      Kedua tangan David menahan dua b****g seksi Zhachza agar ia lebih leluasa saat menikam bentuknya. Kaki Zhachza sengaja David sandarkan di lengan dan kedua tangan Zhachza melingkar di tengkuk sebagai penahan agar tetap melekat ke d**a David, tidak lama David bangkit tanpa melepas penyatuan tubuhnya.      “Aku akan puaskan diri sendiri, kau harus tanggung sayang.” ujar David mulai mengangkat kemudian membuat tubuh Zhachza naik turun.      “Oh yaahhh,” Zhachza mendongak saat miliknya menelan habis bentuk kekar milik David. “Mulai sekarang aku suka bertanggung jawab.”      Dari tepi ranjang David berdiri dan masih mengguncang tubuh Zhachza di gendongan. Wajah mereka saling menatap kemudian David menyantap kedua d**a Zhachza bergantian. Tekstur itu menggemaskan di lidah dan juga gigi David, melepas bukan syarat dan memang David merasa lapar dan seperti menyesap sesuatu.      Ranjang seakan tidak berguna karena David melempar lagi tubuh Zhachza. Kali ini di atas sofa, mata David tidak dapat berkedip saat Zhachza membelai sendiri kewanitaannya. “Terusin Papa!”      Senyum picik dan memiliki niat seorang David telah melepas kemeja dan membuangnya percuma. David menarik kedua tangan Zhachza, menyambar bibir Zhachza lagi berlanjut David mengubah posisi Zhachza membelakangi dan David menekan punggung Zhachza. Kurang dari satu menit David kembali membuat Zhachza menjerit nikmat dengan gayanya, tidak lupa karena d**a Zhachza begitu menggoda, David menjambak rambut hingga menghasilkan tubuh berkeringat Zhachza melekat ke d**a nya.      “Ugh, sayanghh... I--ni benar-benar nikmattth.” Rancau Zhachza meremas rambut David.      “Oh yes. Kau memang menggairahkan,” rahang David sengaja bergerak menimbulkan rasa yang lengkap di punggung Zhachza. “Menari untukku, Hase!”      Zhachza mulai menggerayangi perut dan wajah David. Matanya tidak ingin beranjak saat David bergerak mempengaruhi gairah di bawah sana. Semakin dominan rasa itu singgah pada tubuh, ketika David sudah berulang kali mengecup lalu menyapu keringat Zhachza dengan lidah. Sambil membuka mulut dan mendongak Zhachza pun berhasil membuat David kalap dan beringas. Tubuhnya saling terguncang, mencuatkan gairah dan efeknya.      Menit berubah sangat cepat sampai David malas menunda mendengar desis kenikmatan Zhachza. Tenaganya seakan terkumpul untuk mengemas tubuh seksi Zhachza, lalu David melepas apa yang sudah terbenam namun Zhachza merebut kesempatan dan merubah posisi David terbengkalai di atas sofa. Tangan Zhachza memberlakukan aturan tubuh David seketika meregang, Zhachza merendahkan kepala lalu melumat semua bagian yang sudah terlumuri hasratnya.      “Ini sesi khusus untukku Papa.”      David terkekeh dan meraih dagu Zhachza. “Kau memang pintar Hase, apa mereka mengajarimu dengan kekuatan penuh agar kau selincah ini?”      Seakan ada sesuatu melukai dan Zhachza menatap intens wajah David. Apa maksudnya? Satu titik lembut air mata Zhachza menetes tanpa harus ia berkedip.      “Tidak! Mereka tidak pernah mengajariku apapun termasuk menjadi murahan, tuan Divano!" Zhachza sadar dan menghapus air matanya. "Hanya saja aku ingin terlihat pandai di depan suamiku.”      David mengusap rahangnya. Matanya mengikuti tubuh Zhachza bangkit lalu berjalan memungut satu persatu pakaian dalam.      “Satu jam! Aku sudah cukup untuk beristirahat, ayo kita temui tamu-tamu Anda.” Zhachza mendongak sejenak agar air matanya tidak terlalu lancang.      Tubuh molek tanpa kain itu melenggang tanpa daya dan David hanya bisa memandang sekilas. Rasa sesal timbul namun David merasa sia-sia, ia sudah mengabarkan kesalahan teramat dalam di hati Zhachza.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD