MS 8: Tumor

1329 Words
Dia harus mempersiapkan diri melawan kekejaman Viscount Bournemouth, karena itu dia tidak boleh lemah, dia tidak boleh sakit di rumah itu. Meskipun lidahnya mati rasa, Sylvia tetap makan penuh nafsu. Sylvia membulatkan tekadnya dalam hati, menatap tajam pada Andreas sambil mengunyah daging panggang dan kentang tumbuk yang disuapkan Latanza ke mulutnya. Sylvia makan di tempat tidur, sedangkan si Beruang gondrong itu mondar-mandir di tengah kamar, bicara dalam bahasa latin -- bahasa yang tidak sepatah kata pun dimengerti Sylvia -- pada Latanza dan Consuella. Consuella, yang lebih muda dari Latanza, membersihkan luka di lengan nyonyanya sambil memperhatikan arahan tuannya. Setelah semua luka dibersihkan, Consuella mengoleskan larutan iodium menggunakan lidi kapas agar luka-luka lecet tidak infeksi dan akan meninggalkan bekas tidak menyenangkan di tubuh nyonyanya. Namun Consuella sedikit terjengkit melihat ada banyak bekas luka luka kecil di lutut gadis itu. Dia melirik iba pada Sylvia lalu pada tuannya. Tampaknya nyonya baru tuannya bukan wanita anggun dan berkelas. Ya, jelas terlihat dari wajah gadis itu yang menyeringai seperti kucing liar. Kasihan tuannya, mendapatkan istri yang kasar dan tidak tahu sopan santun. Dari yang didengarnya, Sylvia gemar berkata kasar pula. "Dasar Bournemouth berengsek!" geram gadis itu disertai tatapan penuh kebenciannya. Andreas menanggapinya santai. "Ya, ya, terserah apalah katamu, yang jelas kau istriku sekarang. Mau kau maki-maki aku dengan nama seisi hutan belantara itu tidak akan mengubah statusmu kecuali keluargamu menebusmu. Sekarang permisi, aku mau lanjut berpesta. Hari ini aku melepas status bujanganku. Bye!” Sylvia mendengkus ketus mengiringi kepergian Andreas bersama kru-nya. Setelah pria itu tidak ada, kamar terasa lebih lega. Hanya ada 2 orang bersamanya, yaitu Latanza dan Consuella. Karena dua orang itu anak buah Andreas, dia tidak ingin berbasa-basi dengan mereka. Suasana sepi di kamar itu membuat suara tawa dan bicara keras Andreas dan teman-temannya di lantai bawah terdengar sayup-sayup. Latanza merapikan barang yang berantakan di kamar itu. Consuella membuka koper Sylvia untuk menyiapkan gaun tidurnya. Dia memilah-milah gaun, mengangkat sebuah gaun warna hijau muda dan dia menatap miris pada nyonyanya. Pakaian dalam pengantin yang dikenakan Sylvia saat itu jelas satu-satunya pakaian termewah yang dimiliki gadis itu, karena isi kopernya adalah baju lusuh semua. Consuella mengambil sebuah gaun tidur panjang berwarna putih yang terlihat menyedihkan lalu membantu Sylvia mengenakannya. "Terima kasih," ucap Sylvia spontan. Dia pun merapikan sendiri pakaiannya. Latanza bergegas merapikan selimut di ranjang. "Sudah larut malam, Nyonya, sebaiknya Anda tidur. Abaikan saja segala keributan yang nyonya dengar. Tuan Andreas akan terus berpesta sampai pagi. Anda harus membiasakan diri agar bisa beristirahat." Sylvia beringsut bersiap berbaring. "Oh, jadi tidak akan ada malam pertama pernikahan untukku dan Andreas?” tanyanya dengan mata berbinar-binar. Latanza menjawab dengan sungkan. "Sesuai arahan Tuan Andreas tadi, Nyonya. Anda adalah tamu di rumah ini. Kami akan melayani Anda sebaik-baiknya." Bertitel istri, tetapi adalah tamu? Sylvia senang bukan kepalang mendengarnya. "Baiklah, aku akan tidur. Jangan khawatirkan aku. Aku orang yang mudah tidur, meskipun rumah ini dijungkir balik aku tidak akan terbangun, apalagi suara Tuan Andreas nun jauh di sana," katanya sambil berbaring nyaman dan menaikkan selimut ke pundaknya. Matanya pun langsung terpejam. Oh, pantas saja, seloroh kedua pelayan wanita itu dalam hati. Latanza dan Consuella pun lalu keluar dari kamar itu dan menutup pintu rapat-rapat meninggalkan nyonya mereka dalam tidur lelap. * * Paginya, Sylvia membuka mata dengan perasaan segar. Dia melirik seisi kamar sebelum bangun. Dia mendengar suara gonggongan anjing di bawah jendelanya. Gonggongan mereka terdengar gembira. Terdengar suara Dante berseru membagikan makanan untuk Blacky dan Darky. Sylvia bergegas bangun, menyibak tirai dan membuka lebar jendela, membiarkan udara pagi dan sinar matahari menyiraminya. Matanya menatap bersemangat pada tanah lapang dan jalanan menuju kota yang terbentang di balik pagar runcing Kastel Bournemouth. Dante yang berada di bawah bersama para anjing mendongak menatapnya. "Selamat pagi, Nyonya Bournemouth!” sapa pria bermata satu itu dengan nada sindiran. Sylvia mendengkus menanggapinya. Dia pun ke dalam kamar lagi. Consuella dan Latanza datang. Mereka membawakan air panas untuk campuran air mandi serta sarapan untuknya. Melihat menu makanan pagi itu kening Sylvia terangkat keheranan. "Daging dan kentang tumbuk lagi? Bisakah aku minta roti dan telur." "Telur ada, Nyonya, tetapi tidak roti." "Tidak ada roti?" Kening Sylvia mengernyit semakin dalam. Rasanya tidak mungkin Bournemouth sekikir itu sehingga tidak ada tepung, mentega, dan telur untuk membuat roti segar baru keluar dari oven. "Oven sedang rusak dan belum diperbaiki, Nyonya." Sylvia mengembuskan napas panjang. "Ya sudahlah," ujarnya mengalah. "Letakkan saja makanannya di situ, aku akan makan setelah aku mandi." Latanza meletakkan baki makanan yang dibawanya ke meja bulat dekat jendela. "Apa Anda perlu saya bantu berpakaian, Nyonya?" Sylvia tersipu merasa dilayani seperti nyonya besar. "Eh, tidak perlu, aku bisa berpakaian dan berdandan sendiri," jawabnya. Kedua pelayan itu pun lalu membungkuk hormat dan keluar dari kamarnya. Sylvia mandi lalu berpakaian mengenakan gaun rumahan berwarna hijau muda yang memudar. Dia membiarkan rambut kecokelatannya tergerai meluncur di punggung dan menguncir bagian atas lalu memberi hiasan pita merah. Penampilan bersahaja, penampilan termanis gadis Desa Remington. Selesai berdandan, dia pun duduk di dekat jendela menikmati sarapan dan teh hangat. Lidahnya mulai bisa merasa sehingga terperanjat merasakan teh yang disuguhkan pelayan untuknya. Rasanya berbeda dari teh Inggris kebanyakan. Teh kali ini rasanya kuat, agak pahit dan langsung terasa segarnya. Warnanya pun pekat. Rasa itu terlalu keras baginya sampai Sylvia terbatuk-batuk dan berpikir Andreas mungkin mencampur minuman keras dalam tehnya. Selesai makan, Sylvia mememberanikan diri ke luar kamar dan untungnya tidak ada siapa pun terlihat sehingga dia bisa melongok ke dalam beberapa ruangan yang dilaluinya. Semua ruangan itu berupa ruangan yang nyaris kosong, berdebu, tidak terurus dindingnya kusam dan terkelupas oleh lembap. Bahan kayunya pun banyak yang lapuk. Rumah itu bisa dibilang terbengkalai. Interior yang minim serta banyak rusak, eksterior yang suram serta dikuasai tanaman liar dengan daun-daun kering berserakan serta pohon mati yang masih berdiri tegak, Kastel Bournemouth cocok sekali menjadi rumah berhantu yang ditinggal penghuninya karena pembantaian massal atau wabah. Setelah menyusuri lantai dua, Sylvia melihat ada tangga ke lantai tiga. Dia berdiam diri di persimpangan, memilih antara ke lantai atas atau ke lantai bawah. Seperti rumah tua kebanyakan, lantai di bawahnya saja tidak terurus, apalagi lantai atas yang mungkin bertahun-tahun tidak terjamah manusia, tempat itu menjadi tempat yang cocok untuk menyimpan segala rahasia kelam Keluarga Bournemouth. Mungkin bangkai seseorang atau istri gila yang disembunyikan Andreas. Sylvia serasa bisa mendengar suara isak tangis dari lantai atas. Ah, tetapi bodo amat. Toh tujuannya adalah meninggalkan kediaman Bournemouth, bukan menyelidiki rahasia kelam pria itu. Lagi pula pria yang tidak segan mempertontonkan k*********a di tengah umum apa masih memiliki rahasia untuk ditutupi? Cenderung lebih mungkin perilaku bejatnya di luar sana daripada menyimpan sesuatu dalam rumah. Sylvia pun melenggang menuruni tangga. Dia ingin tahu apa saja kegiatan pagi hari di rumah itu dan pertama yang ditemuinya adalah kebiasaan Andreas berpesta beramai-ramai di ruang utama. Pemandangan yang sama seperti pertama kali dilihatnya saat menjejakkan kaki di rumah itu. Sylvia tidak terkejut lagi. Ada model untuk lukisan renasains naturalis mengenai hubungan polyamorous atau pemandian umum dalam istana harem Raja Yunani. Di antara puluhan orang tanpa dan nyaris tanpa busana yang bertebaran di lantai, ada pria bertubuh besar yang tidur pulas bersama 3 atau 4 wanita di sisinya, Sylvia tidak begitu jelas memperhatikan karena pemandangan itu -- suka atau tidak disukai -- membuat aliran darahnya ketar-ketir, dia memilih menutupi sebagian penglihatanya. Namun dia cukup bisa mengenali salah satu pria itu adalah suaminya. Andreas Bradford Bournemouth. Sylvia cukup takjub mengetahui keperkasaan suaminya dibanding pria lain yang juga menampang di ruangan itu. Selain postur tubuhnya yang besar, pria itu juga memiliki batang yang berukuran sebanding. Namun terlalu besar kadang jadinya terlihat mengerikan. Menakutkan. Dante muncul di samping Sylvia dan menceletuk jahil. "Suka dengan yang Anda lihat, Nyonya?" Sylvia melirik jenuh pada pria yang siaga setiap saat itu. Entahlah, Sylvia bukan pakar penyakit, tetapi baginya organ lelaki milik Andreas tidak normal. "Bagiku itu adalah tumor." * ←(>▽ Bersambung ya Bun .... (29/11/2020) jangan lupa follow story dan komennya ya gaes. Follow IG Sisilianovel biar tahu story baru Sisil dan promo/diskon (❤️)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD