Bab 2

1069 Words
“Entahlah,” jawabku dengan lirih. Hanya itu yang bisa kuucapkan pada Mina. Bukan karena aku tidak ingin membahasnya. Mina adalah teman kuliahku yang paling kupercaya. Kami sudah berteman begitu dekat sejak pertama kali bertemu. Mina bahkan sudah mengerti keadaanku baik luar dan dalam. Aku juga tidak berencana menyembunyikan sesuatu darinya. Hanya saja tidak ada yang bisa kuceritakan pada gadis itu, karena aku sendiri juga merasa tidak yakin.  Mimpi itu. Mimpi itu sudah menghantuiku sejak aku berumur 18 tahun. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, tapi sejak umurku menginjak 18 tahun aku sering memimpikan seorang pria yang tidak pernah kukenal dan kutemui sebelumnya. Aku yakin aku telah memimpikan orang yang sama. Namun ketika aku kembali membuka kedua mata, semua mimpi itu menjadi sirna. Aku tidak mengingatnya kembali. Aku tidak mengingat adegan yang terjadi selama mimpi itu berlangsung, dan aku tidak mengingat sedikit pun wajah dari pria itu.  Berkali-kali aku mencoba keras untuk mengingatnya, namun aku selalu berakhir dengan kegagalan. Seolah ingatan itu terhapus begitu saja dalam alam bawah sadarku. Aku tidak pernah menceritakan mimpi itu pada siapa pun, termasuk kedua orang tuaku dan Mina. Aku hanya tidak tahu bagaimana cara memulai ceritanya, dan aku juga tidak ingin merasakan sesak yang mendalam ketika memikirkannya.  Ya, aku tidak mengingat isi dalam mimpi itu, tapi perasaan yang tertanam dalam mimpi itu, masih tertinggal dengan kuat dalam lubuk hatiku. Aku hanya akan berakhir menangis sendirian tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya telah kulakukan hingga aku harus memimpikan pria itu selama bertahun-tahun lamanya. Aku benci perasaan itu.  Aku merindukan seseorang, setengah mati merindu tanpa kutahu siapa yang tengah kurindukan itu. Ini sungguh menyakitkan. “Kau baik-baik saja Zia?” tanya Mina lagi dengan wajah cemasnya menatapku. Aku kembali menatap Mina dan lalu tersenyum kecil untuk membalasnya. “Aku baik-baik saja Mina,” jawabku. Kuhapus bekas air mata yang tersisa di kedua pipiku dengan bersih, sembari mengatur perasaan hati yang telah tercampur aduk agar kembali tenang seperti sebelumnya. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan, dan aku mengulangnya untuk beberapa kali. Mina ikut menghela napas lega mendengar jawabanku itu. Dia lalu kembali membereskan peralatan tulisnya sembari menungguku lebih tenang.  “Zia, kelompok sunbae mengadakan minum bersama. Mereka mengundang kita untuk datang. Kau mau ikut kan?” (sunbae adalah senior) Aku menoleh ke arah Mina untuk sekilas, sebelum kemudian memulai membereskan peralatan tulisku kembali. “Maafkan aku Mina. Aku sepertinya tidak bisa datang untuk hari ini,” jawabku. “Haah sudah kuduga. Bagaimana ini? Mereka menyuruhku mengajakmu. Kau tahu, Ro Woon oppa ulang tahun hari ini. Acara hari ini pasti akan menjadi acara yang sangat penting untuk kelas kita. Banyak anak yang akan datang nanti. Ro Woon oppa kan mahasiswa terkenal di kampus kita Zia.” Aku hanya bisa melempar senyum kecil mendengar celotehan Mina. Aku juga tahu bahwa Ro Woon oppa adalah salah satu mahasiswa terkenal di jurusan kita. Dia adalah sunbae yang paling disayangi banyak orang, tentunya akan banyak orang yang datang ke acara minum nanti malam. Hanya saja, mau bagaimana lagi? Aku harus melakukan kerja part time nanti malam. Aku harus lebih mementingkan biaya hidupku bukan? “Kau bisa pergi tanpaku Mina. Sampaikan salam maafku pada mereka ya,” balasku dengan sedikit rasa bersalah. Mina adalah teman baikku. Tapi aku yakin dia akan mendapat teman minum dengan mudah nanti malam, karena Mina adalah gadis yang supel. Dia pintar berteman dengan banyak orang, dan itu adalah salah satu kelebihan Mina yang kadang suka membuatku iri dan geleng-geleng kepala. “Hahh baiklah kalau begitu. Kau akan kerja part time kan nanti malam. Semangat kerjanya ya! Jangan memaksakan kondisimu, oke?!” “Hahaha baiklah, aku mengerti.” “Ya sudah. Sebentar lagi aku ada kelas yang lain. Kau mau langsung pulang?” “Ah tidak. Aku perlu ke perpustakaan. Ada buku yang harus kucari untuk tugas besok.” “Hm begitu? Kalau gitu aku duluan Zia. Bye Honey!” pamit Zia dengan riangnya. Gadis itu bahkan sempat melempar ciuman jauh ke arahku seelum akhirnya pergi ke luar kelas. Aku hanya bisa terkikik geli melihat tingkah konyolnya itu. Aku kembali membereskan sisa barang-barangku sendirian di tempat ini. Menyisipkan anakan rambut ke belakang telinga karena sedikit mengganggu, lalu menutup resleting tas dan membawa beberapa buku di atas tangan yang kemudian aku peluk di depan d**a. Aku siap meninggalkan kelas sekarang. Melewati lorong kampus yang cukup ramai saat ini dengan membawa beberapa buku pelajaran di tanganku, aku memerhatikan area halaman kampus. Cuaca begitu cerah saat ini. Ini adalah musim semi, dan banyak bunga indah yang mekar di sekitar kampus. Cantik sekali.  Terlalu fokus memperhatikan area sekitar dengan melangkah hanya seorang diri seperti saat ini membuatku mau tidak mau kembali memikirkan mimpi itu. Lagi-lagi aku tidak mengingat sama sekali kejadian, juga wajah pria itu, membuatku kesal sendiri dan menghela napas lelah. Aku menoleh kembali ke depan, dan langsung terkejut ketika tanpa sengaja langsung menabrak sesuatu. “UPH!” Sesuatu terasa memeluk pinggangku dengan ringan. Sontak aku menoleh ke atas di mana terdapat wajah dari seorang pria tampan yang tengah tersenyum sembari memerhatikan diriku. “Kau melamun?” “Ro Woon oppa!” seruku dengan wajah kaget. Aku yang tersadar akan posisi kami langsung bergerak mundur melepaskan dari dari sentuhannya. Hal ini membuatku merasa malu dan canggung. “Maaf, aku tidak sengaja,” ucapku dengan sesal. “Tidak apa-apa. Apa yang sedang kau pikirkan Zia?” tanya Ro Woon oppa. Senyuman manis tidak luntur di wajahnya yang tampan ketika melihatku, dan itu membuatku semakin canggung. Sejujurnya aku mendengar desas-desus mengenai Ro Woon oppa yang memberikan perhatian lebih kepadaku. Namun aku merasa tidak yakin dan tidak ingin memikirkannya.  Mana mungkin pria setampan, sepintar, dan sekaya Ro Woon oppa tertarik dengan gadis biasa sepertiku. Ini sungguh lucu untuk dibayangkan. Ro Woon adalah anak dari salah satu pewaris perusahaan ternama di Korea. Dia terkenal di kalangan muda dan atas. Itu adalah salah satu daya tariknya sendiri sampai banyak anak yang ingin mencoba mendekatinya. Ditambah Ro Woon oppa adalah pria yang sangat baik, dan itu membuatnya terlihat seperti seorang pangeran dari dinasti Joseon. Semua orang sangat mengaguminya. “Ah, tidak. Bukan apa-apa. Eum aku harus pergi sekarang, Oppa. Permisi,” pamitku kemudian. Aku mulai melangkahkan kaki dan melewatinya setelah mengucapkan kata pamit. “Zia,” panggil Ro Woon oppa kemudian. Aku menghentikan langkah dan berbalik kembali ke arahnya. Ro Woon oppa juga berbalik dan menoleh ke arahku. “Malam nanti, kau akan datang bukan?” “Eh?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD