Bab 3

1026 Words
Aku menatap Ro Woon oppa dengan mata yang terbuka lebar. Aku merasa cukup terkejut ketika mendapat pertanyaan itu dari Ro Woon oppa sendiri, seolah dia memang sengaja ingin menyuruhku untuk datang. “Malam nanti aku mengadakan minum bersama. Ini adalah usul dari teman-teman kita untuk merayakan hari ulang tahunku. Kau akan datang bukan?” Aku tahu tentang acara ulang tahunnya yang diadakan nanti malam. Tapi tetap saja aku merasa sedikit canggung untuk datang ke tempat pesta seperti itu. Terima kasih pada kerja part timeku, sehingga aku bisa mencari alasan yang tepat untuk menolak ajakan seorang sunbae terkenal seperti Ro Woon oppa. "Ah itu, maaf Ro Woon oppa. Aku harus melakukan kerja part time nanti malam. Dan selamat ulang tahun, Oppa.” Hanya itu yang bisa kukatakan padanya. Aku tidak menyiapkan apa pun untuk hadiah karena aku memang tidak tahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Ro Woon oppa. Lagi pula kita juga tidak sedekat itu. Aku hanya mengenalnya karena kita juga memiliki kelas yang sama. Aku pernah melakukan kerja team bersama dengannya sekali, dan Ro Woon oppa memang pria yang baik. Dia membantuku dan teman-teman yang lain menyelesaikan tugas itu dengan mudah. Sejak itu kami terkadang saling bertukar sapa di jalan. “Kerja part time?” beo Ro Woon oppa. Pria itu terlihat sedang berpikir kemudian. “Jadi kau tidak akan datang ke tempatku?” “Huh?” “Maksudku tempat minum kita,” ralatnya. Aku mengangguk kecil. “Maaf,” sesalku. “Hahh bagaimana ini? Padahal aku mengharapkan hadiah darimu Zia,” ucap Ro Woon oppa yang langsung membuatku melongo bingung. “Ha?” “Aku mengharapkan hadiah darimu, tapi kau tidak bisa datang untukku. Bagaimana ini?” Ro Woon oppa melipat kedua tangannya di depan d**a. Raut wajahnya nampak begitu bersedih saat ini, yang aku entah kenapa merasa yakin bahwa raut wajah itu hanya sengaja dibuatnya. “I—itu , aku ...” Aku merasa bingung harus bereaksi bagaimana dalam menanggapinya. Ini sebuah lelucon? Ataukah Ro Woon oppa serius akan permintaannya? Aku bertanya-tanya dalam hati. “Aku akan memberikan hadiahnya di hari lain, Oppa,” ucapku kemudian. “Khekhekhe.” Terdengar suara kekehan kecil dari bibir pria itu. Aku kembali menoleh bingung ke arahnya. Ro Woon oppa lalu berjalan santai mendekatiku dengan senyuman lebarnya. Dia nampak terlihat begitu tampan saat tersenyum seperti itu, namun sebaliknya, aku menjadi semakin gugup dan menciut dibuatnya. Aku secara reflek menundukkan pandangan mata darinya. Sejujurnya aku adalah gadis yang pemalu. Aku tidak banyak berinteraksi dengan seorang pria sebelumnya karena aku sendiri juga sangat sibuk dengan duniaku. Terlalu banyak hal penting yang harus kulakukan dibanding harus berinteraksi dengan seorang pria dengan cara yang lebih intim. Aku biasanya hanya berinteraksi ala kadarnya saja. Karena itu, berhadapan dengan seorang pria terkenal seperti Ro Woon oppa membuatku sedikit canggung, terlebih dengan banyak mata yang kini tengah memerhatikan kami berdua. Aku seakan menjadi bahan tontonan saat ini, dan ini membuatku tidak nyaman. Ro Woon oppa sudah sampai tepat di hadapanku kembali. Aku masih menundukkan pandangan mata darinya. “Aku tidak perlu hadiahmu Zia.” Barulah aku mendongak bingung menatap wajahnya. Bukankah Ro Woon oppa baru saja meminta hadiah dariku? Pikirku dalam hati. Pandangan mata kami bertemu untuk beberapa detik. Aku bisa melihat tatapan tajamnya padaku. “Sebagai gantinya, berikan aku waktumu, Zia,” lanjut pria itu. “Huh?” Tentu saja aku masih tidak mengerti maksud dari ucapannya itu. “Luangkan waktumu untukku. Aku ingin mengajakmu makan malam denganku.” Seketika aku mendengar suara pekikan tertahan dari orang-orang di sekitarku setelah mendengar ucapan dari Ro Woon oppa. Aku sendiri langsung membeku di tempat saking tidak percayanya mendengar permintaan itu. “Ma—makan malam?” “Ya. Berdua.” “Uh tapi ... aku,” Aku seketika bingung mencari alasan yang tepat untuk menolak permintaan itu. Mataku sibuk bergerak gelisah ke sana dan kemari untuk menghindari pandangan matanya. Namun di sela kebingunganku itu, tiba-tiba aku merasakan usapan lembut di puncak kepalaku yang sontak membuatku kembali membeku di tempat. Aku bisa merasakan wajah Ro Woon oppa yang semakin mendekat ke arahku. “Tidak perlu sekarang. Aku akan menunggumu besok. Aku tahu kau tidak memiliki kerja part time besok. Aku akan menantikan hari itu Zia.” Suara Ro Woon oppa terdengar begitu dalam hingga membuatku menjadi gugup kembali. Setelahnya Ro Woon oppa kembali menarik diri dariku. Pria itu melempar senyum tampannya sembari menatap puas ke arahku. Senyuman yang langsung berhasil mencuri hati banyak gadis di sekitar kami. “Nah, kalau begitu aku akan pergi sekarang. Sampai jumpa lagi Zia!” seru Ro Woon oppa dengan penuh semangat. Bahkan telapak tangannya kembali mengusap puncak kepalaku dan mengacak rambutku dengan gemas. Setelah itu Ro Woon oppa berlalu pergi meninggalkan aku yang saat ini berdiri di tempat dengan wajah melongo tidak percaya. Pria itu bahkan tidak memberiku waktu untuk memberikan jawaban. Aku hanya bisa menghela napas lelah pada akhirnya. Apa yang harus kulakukan? Ro Woon oppa adalah seorang Sunbae yang memiliki banyak teman di sekitarnya. Jika aku membuatnya sakit hati, bisa saja aku akan menjadi incaran banyak orang nantinya. Aku merasa tidak memiliki pilihan lain selain hanya pasrah saja. Bukannya aku tidak suka dengan Ro Woon oppa. Aku hanya tidak mengenalnya. Terlebih dengan banyaknya orang di sekitar Ro Woon oppa dan melihat pergaulan mereka yang terlihat begitu santai dan bebas , aku sudah merasa dunia kita sangat berbeda. Ditambah dengan desas-desus yang kudengar mengenai kedekatan kami berdua. Secara refleks aku merasa ini tidak benar hingga tanpa sadar aku langsung menjauhinya. Tapi pria itu justru mengajakku makan malam. Kini semua orang mulai memandangku dengan tatapan berbeda. Aku melihat dari sudut mataku pancaran kebencian yang kini mereka lemparkan kepadaku, terutama dari banyak gadis di sana. Suara bisikan di sana-sini semakin berdengung seperti suara lebah di sekitarku, dan aku yakin mereka tengah membicarakan kejadian tadi. “Hahh, aku bisa gila!” bisikku dengan suara tertahan. Aku ingin hidup tenang sampai hari lulusku, tapi kurasa aku tidak akan bisa melakukan hal itu. Tidak ingin menjadi bahan pembicaraan lagi, aku langsung bergegas meninggalkan tempat itu. Pikirkan saja apa yang akan terjadi besok setelah kegiatan hari ini selesai. Aku butuh tetap fokus dalam melakukan part time jobku malam ini. Itu yang lebih penting.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD