CAHAYA BARU NISCALA

2034 Words
Namanya Arfeen Tierra, lahir sebagai anak laki-laki yang kurang pandai bersosialisasi. Sejak kecil Arfeen selalu melihat makhluk-makhluk yang tidak dia ketahui, makhluk-makhluk yang hanya bisa dilihatnya dan membuat dia dipandang sebagai anak aneh oleh keluarganya sendiri.  “Kau adalah cahaya Niscala, kembalilah!”  Setiap kali Arfeen melihat makhluk-makhluk itu, mereka selalu mengatakan hal seperti itu kepadanya. Arfeen tidak mengerti apa yang mereka maksud dengan Niscala dan kembali tetapi dia takut sekali.  “Oi, Arfeen!” panggil senior Arfeen, mereka melemparkan ember dan alat pela ke arah Arfeen yang sedang duduk tenang. “Bersihkan aula sekarang juga!”  Sebenarnya Arfeen muak hidup seperti ini tetapi mau bagaimana lagi? Dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan, rasanya ada yang menahan dirinya untuk melawan jadi dia hanya diam dan mematuhi semuanya. Karena itulah dia dikenal sebagai laki-laki penakut di seluruh sekolah.  “Bukankah dia cukup tampan?” bisik seorang gadis kepada teman-temannya. “Dia juga cukup tinggi tetapi kenapa dia menjadi babu kakak-kakak kelas?”  “Sssttt! Banyak yang bilang kalau dia itu aneh, katanya sejak kecil dia sering berteriak sendiri dan menyebut tentang hewan-hewan besar. Bahkan menurut kabar yang beredar, keluarganya sudah tidak begitu peduli lagi karena putra bungsu mereka sangat aneh.”  “Benarkah? Hah.. sangat disayangkan sekali.”  Kira-kira begitulah yang selalu didengar oleh Arfeen setiap harinya, dia juga ingin kesal seperti yang lain tetapi jika dia melakukannya akan ada sesuatu di dalam dirinya yang mencoba untuk menekan amarahnya. Arfeen tidak tahu itu anugerah atau musibah tetapi dia sangat malas untuk berpikir dan memilih untuk menerima keadaannya.  “Oy, Arfeen! Buang sampah ini, kalau kerja itu yang benar!”  Tanpa melawan, Arfeen mengambil plastik besar berisi tumpukan sampah itu dan membawanya keluar dari aula menuju tepat pembuangan sampah di belakang. Diam-diam Arfeen merasa lelah dengan hidupnya, dia ingin sesuatu yang baru tetapi dia juga terlalu takut dan lemah.  “Niscala sedang diserang, kembalilah!”  Yang Arfeen tahu, makhluk-makhluk itu tidak pernah meninggalkannya sendiri. Arfeen tidak paham karena semua orang beranggapan bahwa dia dapat melihat hantu tetapi bagi Arfeen sendiri apa yang dilihatnya bukanlah hantu. Hewan-hewan besar itu.. tampak jinak dan menakjubkan.  Menurut Arfeen, dia terlahir sial dengan sifat penakutnya. Dia seperti mampu membunuh orang lain tetapi saat akan melakukannya, tiba-tiba badannya gemetar hebat dan yang bisa dia lakukan hanya diam sehingga dia sering ditertawakan. Tidak ada yang peduli kepadanya, bahkan kumpulan orang-orang yang dia sebut sebagai keluarga sekalipun.  “Tuan Tierra, tolong kami!”  “Huh?” seru Arfeen terkejut, dia mundur dua- tidak, beberapa langkah dengan mata terbuka lebar tatkala hewan yang tadi dia ceritakan tiba-tiba muncul dan rumput-rumput yang dipijakinya seakan tumbuh lebih tinggi dan merambati sepatunya. “To-Tolong!!!”  Namun sekuat apapun Arfeen berteriak, tidak ada yang menghampirinya. Sekalipun ada, mereka semua malah tertawa dan menganggap ketakutannya sebagai hal yang lucu sampai kemudian salah seorang kakak kelas Arfeen yang dikenal sebagai pembuat onar melempari Arfeen dengan batu berukuran sedang sebagai bahan lelucon. Tapi mereka tidak tahu, saat mereka semua tertawa batu itu mengenai tepat di belakang kepala Arfeen dan membuatnya jatuh.  Hah... bahkan ketika dia sedang sekarat, mereka semua malah tertawa. Hidup ini sungguh menyebalkan. ***  Damai, tidak ada suara tawa dan hanya ada pemandangan langit berwarna jingga. Apa Arfeen sedang di surga sekarang? Dia meninggal karena terkena lemparan batu tadi? Hahaha, seperti yang sudah diduga, Arfeen itu lemah sekali.  “Dia orangnya? Dia memang cukup tinggi tetapi kau yakin tidak salah membawa orang, Derwin? Kau tahu, benar-benar tidak terlihat meyakinkan.”  “Diamlah, aku tidak sebodoh dirimu. Jika dia bisa melihat Althaia dengan begitu mudahnya, nama Tierra di belakang namanya maka itu sudah bisa menjadi bukti yang cukup.”  Arfeen yang terkejut mendengar suara dua orang pria dewasa pun langsung terbangun. Dia bahkan hampir terjatuh dari batu besar tempatnya berbaring tadi karena kembali terkejut dengan kehadiran dua orang wanita, satunya berbaju putih bersih sedangkan yang satu lagi memakai baju berwarna hijau dengan anak panah di punggungnya.   Ralat, ini sepertinya bukan surga.  “Dia terlihat seperti seorang pengecut,” ujar wanita dengan anak panah di punggungnya itu. “Tetapi dia cukup tampan meskipun tidak seperti apa yang aku bayangkan.”  “Hai!” sapa gadis berbaju putih bersih tadi, dia mengulurkan tangannya kepada Arfeen tetapi gerakannya membuat Arfeen terkejut untuk kesekian kalinya dan jatuh dari batu besar tempatnya ditidurkan.   “Ow, itu pasti sakit,” ucap laki-laki yang tadi mengatakan bahwa dirinya tidak meyakinkan. “Jangan terlalu memaksakan dirimu anak muda. Perkenalkan, namaku Varoon, pengendali air.”  “Aku Derwin, pengendali tumbuhan dan hewan. Hewan-hewan yang kau lihat seumur hidupmu adalah hewan peliharaanku dan mereka tidak akan memangsamu- maksudku, kau bisa tenang saat bertemu mereka. Ah, mereka disebut Althaia.”  “Aku Isolde, aku menguasai sihir penyembuh dan bisa mengendalikan es,” kata si baju putih tadi dengan ceria. “Aku tidak percaya akan bertemu dengan orang yang berada di dalam ramalan, ini menakjubkan.”  Ramalan? Lagipula aku tidak mengerti apa yang mereka ucapkan tentang sihir dan pengendali- tunggu, mereka avatar? Di mana aku sekarang?  “Aku Denallie, aku tidak bisa mengendalikan apapun seperti yang lain tetapi sihir dasarku tidak begitu buruk dan juga, aku ahli panahan.”  Oke, ini perkenalan?  “Aku..” ucap Arfeen ragu, dia bahkan gugup. “Aku Ar-Arfeen Tierra.”  “Kami sudah tahu namamu jadi tidak perlu memperkenalkan diri,” ucap orang bernama Derwin tadi dengan nada dingin. “Kau akan dipanggil Tierra, orang-orang dari Niscala akan berkumpul untuk melihat dirimu jadi bersikaplah seperti seorang ksatria.”  “Tunggu!” seru Arfeen. “Aku... aku tidak tahu, aku tidak mengerti.”  “Dia ini lebih bodoh dariku, ya?” gumam Varoon. “Oy, makhluk ramalan, pernah dengar nama Niscala?”  Niscala? Seperti Niscala yang diucapkan hewan-hewan besar itu?  “Y-ya.”  “Kau sedang berada di Niscala, laki-laki gila di belakangku ini yang akan menjelaskan segalanya karena kau berasal dari kerajaan mereka dan karena dia juga yang membawamu kembali ke Niscala,” katanya, dia menguap. “Tapi, baju apa yang kau pakai?”  “Huh?”  “Sudahlah cepat!” seru Derwin. “Isolde, ganti pakaiannya dengan sihirmu, dia harus terlihat kuat agar harapan bangsa kita kembali membara.”  “Tetapi tidak apa-apa menipu mereka?” tanya Denallie. “Dilihat dari segi manapun, makhluk ramalan ini tidak terlihat kuat sama sekali. Lihat ekspresi wajahnya yang bisa langsung terintimidasi itu, kalian yakin dia akan menang melawan satu Kasdeya saja?”  “Karena itulah kita harus mengajarinya tekhnik bertarung dan menggunakan sihir untuk bisa memancing sihir yang tersegel di dalam dirinya. Aku tidak percaya ramalan itu tetapi ini patut dicoba, kita tidak akan bisa mengalahkan Kasdeya dengan kekuatan kita jika Niscala tidak ingin membantu,” Derwin mendongak ke atas. “Lagipula sihir ‘pahlawan yang membuang negerinya’ itu hebat juga karena bisa bertahan selama ribuan tahun, tetapi sekarang sudah batas waktunya, ya?”  “Hm,” sahut Isolde, dia yang sudah selesai mengubah pakaian Arfeen langsung mengangguk. “Kasdeya mungkin bisa kita tahan dengan mengorbankan Marven tetapi jika yang lain menyadari kelemahan kita, kita tidak akan bisa menahannya lagi. Selain itu, es yang menyelimuti Marven juga tidak bisa bertahan selamanya untuk mengurung Kasdeya di sana.”  “Bukankah kau kuat, Isolde?” tanya Denallie. “Setidaknya kau sudah menyalamatkan kami selama lebih dari setengah umurmu. Seratus tahun untuk undead sepertimu menahan Kasdeya dan kekuatan racunnya sudah sangat hebat. Yah, meskipun setiap minggunya pasti ada satu atau dua Kasdeya terkuat yang berhasil keluar.”  “Apa yang kalian bicarakan?” tanya Arfeen kebingungan. “Sebenarnya siapa kalian dan kenapa aku bisa ada di sini? Bagaimana bisa?”  Mereka berempat menoleh kepada Arfeen yang langsung membuat remaja SMA itu kehilangan nyali, dia langsung menunduk takut.  “Bukankah kami sudah mengatakan bahwa kau adalah makhluk yang diramalkan?” ujar Derwin dengan suara beratnya. “Kenapa kau bisa ada di sini? Karena kau memang seharusnya berada di sini, jika leluhurmu itu tidak mengejar cintanya ke Saujana, Niscala tidak akan kehilangan kekuatannya.”  “Oy, Derwin, ucapanmu terlalu kasar, kau membuatnya menjadi sangat takut,” celetuk Varoon, laki-laki itu kemudian tertawa dan ikut mendekati Arfeen. “Tetapi aku tetap penasaran kenapa makhluk terkuat Niscala, penyihir yang memiliki kemampuan di atas Isolde sangat penakut begini? Padahal kau bisa membunuh hanya dengan isyarat mata, lho. Hahaha, meskipun itu hanya sejarah dan aku tidak tahu pastinya.”  Varoon sama sekali tidak membantu.  “Kau adalah harapan kami, bangsa Tyrion dan Niscala,” ujar Isolde. “Kau adalah orang yang akan mengalahkan monster beracun yang bernama Kasdeya, kau yang akan kembali menyelimuti Niscala dengan sihir yang paling aman.”  “Dia masih terlihat kebingungan,” celetuk Denallie. “Hah, baru kali ini aku melihat orang yang lebih lelet dari Pangeran Varoon.”  “Iya, ‘kan?” seru Varoon bangga. “Oy, makhluk ramalan, kau menyelamatkanku. Hahaha.”  Derwin menendang perut Varoon yang membuat laki-laki itu terpental sejauh sepuluh meter. Dua orang perempuan lainnya hanya menghela napas tetapi Arfeen merasa dia akan pipis di celana, dunia yang disebut Niscala ini sangat menakutkan.  “Arfeen Tierra,” panggil Derwin. “Buktikan kepada kami bahwa kau memang orangnya dan harapan kami selama seratus tahun lebih ini tidak akan padam begitu saja. Aku membawamu dari kematian, karenanya hiduplah dengan seluruh kekuatanmu untuk Niscala. Kau tidak bisa lari, ini hukumanmu dan takdirmu.”  “Tidak!” seru Arfeen. “Ba.. bagaimana dengan keluargaku?”  “Keluarga?” Derwin memiringkan kepalanya. “Kau sedang melontarkan lelucon? Kumpulan orang yang bahkan tidak datang meskipun kau dikabarkan meninggal itu? Keluarga dahimu!”  “Apa maksudmu dengan meninggal?” teriak Arfeen.   “Kakakmu membuatnya marah,” bisik Denallie kepada Isolde. “Bagaimana jika sihirnya tiba-tiba bangkit dan dia membunuh Kakakmu? Kakakmu bukan undead sepertimu, iya, ‘kan?”  “Tetapi Tierra tidak akan menyakiti siapapun dari Niscala,” bela Isolde. “Setidaknya, dia bukanlah pahlawan yang pergi setelah membunuh banyak orang dan dia masih diharapkan untuk kembali.”  “Oo.. penyihir terkuat kedua Niscala memang hebat dalam mengontrol perasaannya,” puji Varoon. “Tetapi sepertinya sebelum Tierra itu menyelamatkan Niscala, Derwin akan lebih dahulu membunuhnya.”  Sadar setelah mendengar ucapan Varoon, mereka bertiga kembali fokus kepada Derwin yang sudah memukuli Arfeen berkali-kali sampai pemilik nama Tierra itu tersungkur dan terluka di sana sini.  “Seharusnya kau berterima kasih karena aku menjagamu, bodoh!” teriak Derwin. “Jika tidak, kau sudah dibunuh bertahun-tahun lalu oleh orang yang kau sebut keluarga itu! Beraninya kau berteriak kepadaku di saat aku adalah orang yang menyelamatkanmu berkali-kali, jika bukan karena ramalan masa depan Niscala, aku tidak akan peduli kepada penakut dan pecundang sepertimu!”  Arfeen sedikit kehilangan kesadaran, sebenarnya siapapun tahu kalau Derwin sedang menahan emosinya dan pukulan itu tidaklah sekeras kelihatannya. Tetapi Arfeen tetap manusia biasa, dia belum menjadi Tierra yang diramalkan dan tubuhnya masih sangat lemah.  “Kau bisa membunuhnya, bodoh!” seru Varoon, dia menghentikan Derwin. “Dia hanya belum mengerti posisinya karena kita memang tidak pernah menjelaskan kepadanya, kau memang kuat tetapi kau juga tahu kita tidak akan ada apa-apanya dibandingkan makhluk ramalan ini ketika kekuatannya kembali, bukan? Jika kau membunuhnya sekarang, kita akan benar-benar kehilangan harapan.”  “Varoon benar, Kakak,” sambung Isolde. “Tenangkan dirimu, kita sudah mendapatkan Arfeen Tierra setelah penantian panjang. Aku akan menyembuhkannya dan setelah itu kita akan menjelaskan secara rinci bagaimana dia bisa ada di Niscala dan apa hubungannya dengan kita semua.”  “Ah, maaf,” ucap Derwin. “Aku hanya kesal karena dia tiba-tiba berteriak.”  “Pembohong,” gumam Varoon. “Kau kesal karena dia hanya remaja yang masih butuh banyak latihan, bukan? Kau kesal karena masih harus menunggu untuk kita bisa terlepas sepenuhnya dari ancaman racun Kasdeya, bukan?”  “Berisik, Varoon.”  “Bilang saja jika aku benar kali ini,” ujar Varoon bangga. “Tetapi kita akan mengajarinya sekaligus bersenang-senang, dia memang terlihat bodoh dan lemah tetapi sihir Niscala yang ada di dalam dirinya sangat kuat. Ayo buktikan bersama jika ramalan dan sejarah itu benar-benar nyata adanya.”  “Oh, Pangeran, kau membuatku bangga,” ungkap Denallie. “Jika King Marven di sini, beliau pasti bertepuk tangan untukmu.”  “Hahaha,” tawa Varoon. “Puji aku dengan lebih panjang, Denallie. Hahaha.”  Derwin menatap Arfeen yang tidak sadarkan diri setelah Isolde menyembuhkan luka-lukanya. Baiklah, tidak ada salahnya dia menaruh percaya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD