PENAMPAKAN KASDEYA

1222 Words
 Derwin dan yang lainnya langsung meninggalkan Arfeen seorang diri di ruangan yang masih terasa asing baginya. Mereka semua pergi begitu saja setelah mendengar lolongan Althaia, menghilang dengan sihir mereka.  “Kemana mereka pergi?” gumam Arfeen. “Apa mereka sengaja pergi dan berniat mengurungku di tempat ini?”  Diam di tempat asing sangat menakutkan, apalagi untuk Arfeen yang sehari-harinya hanya mengenal sekolah dan rumah. Selain itu dia juga tidak mengerti apa maksud Derwin dengan kematian- maksud Arfeen, apakah dia memang sudah mati karena batu bodoh itu?  “Tidak, tidak mungkin aku meninggal dan datang ke tempat seperti ini. Bagaimanapun ini bukanlah surga atau neraka,” gumamnya sendirian, Arfeen mengamati sekitar. “Niscala, ya?”  Tiba-tiba pintu terbuka, jelas Arfeen sangat terkejut. Matanya melebar ketika melihat Virendra masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah khawatir.  “Kau baik-baik saja, Tierra? Ada empat Kasdeya yang berhasil keluar dan Derwin, Isolde beserta dua Marven itu sedang melawan mereka.”  “Kasdeya?” ulang Arfeen. “Makhluk beracun itu?”  “Ya,” tekan Virendra. “Ini merupakan kejadian yang langka karena biasanya hanya ada satu atau dua Kasdeya yang berhasil keluar dalam seratus tahun terakhir.”  Harusnya Arfeen tidak panik, tetapi ya, dia panik setengah mati karena berpikir dia akan langsung mati.   “Aku tidak bisa menggunakan sihirku, aku tidak bisa membantu mereka tetapi kau bisa,” kata Virendra lagi, dia terlihat benar-benar khawatir sambil menunjuk ke arah jendela. “Kau lihat kabut itu? Itu adalah racun yang disebarkan Kasdeya.”  “Lalu kita tidak boleh keluar dari tempat ini,” sahut Arfeen.  “Tidak,” tolak Virendra. “Racun asli Kasdeya berwarna merah dan ungu, tetapi yang kau lihat sekarang hanyalah kabut berwarna putih sebab Isolde sudah menggunakan kekuatan sihirnya agar racun itu tidak begitu berdampak kepada orang-orang dengan kekuatan sihir biasa.”  “Lalu? Bukankah jika sudah begitu keadaan menjadi lebih baik?”  Virendra mendekat dan Arfeen melangkah mundur. Apa yang sedang dilakukan Virendra?  “Jadi kau hanya akan berdiam diri di sini sementara yang lainnya berjuang?” tanyanya, lebih tepatnya menyindir. “Dulu sesepuhmu itu pergi dari Niscala demi seorang perempuan yang dicintainya dari duniamu, Saujana. Lalu sekarang keturunannya tidak lain adalah seorang pengecut, kau akan diam saja dan tidak berguna? Jika begitu, aku tidak tahu lagi kenapa kami selalu mengawasimu dengan harapan yang besar.”  Apakah harga diri Arfeen terluka? Sedikit. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan dia sudah muak dengan harapan orang lain terhadap dirinya, semua orang itu sama saja.  “Apa yang kau lakukan di sini, Virendra?”  Arfeen dan Virendra menoleh, mereka berdua melihat Denallie yang berdiri di pintu dengan satu tangan menggenggam busur panah. Tatapan salah satu bangsa Marven itu tampak dingin, terutama ketika matanya beradu dengan mata Virendra.  “Aku?” tanya Virendra balik, dia menunjuk dirinya. “Hanya memberi nasihat kepada anak muda ini. Lalu apa yang kau lakukan di sini, Marven? Kemana yang lainnya?”  “Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu,” balas Denallie, dia tersenyum mengejek. “Tierra, ayo pergi!”  Denallie melangkah maju dan menarik lengan Arfeen keluar dari ruangan, meninggalkan Virendra yang berdiri sendirian di dalam sana.  “Apa yang dia katakan padamu?” tanya Denallie.  “Hanya sindiran biasa, seperti yang Derwin katakan,” jawab Arfeen. Dia melirik lengannya yang digenggam dan ditarik kuat oleh Denallie. “Hey, kemana kita akan pergi?”  “Kau adalah penguasa baru Tyrion dan juga pahlawan Niscala, sudah seharusnya aku memperlihatkan sesuatu yang sudah seharusnya kau ketahui,” katanya, setelah cukup berlari, Denallie menunjuk sesuatu. “Kau lihat makhluk bertubuh menyeramkan itu? Kita harus menghabisi mereka.”  “Kita?” ulang Arfeen. “Aku bahkan tidak memiliki kekuatan apapu- hey! Jangan membawkau ke sana, kau tidak melihat kalau aku sangat ketakutan sekarang?”  “Siapa yang peduli dengan rasa takutmu? Kami sudah hidup dalam ketakutan selama seratus tahun, akan sangat memalukan jika orang yang ditakdirkan untuk kami hanya berdiri sebagai penonton dengan ekspresi ketakutan serta keringat dingin seperti apa yang terjadi padamu sekarang.”  “Lalu apa yang harus aku lakukan?” seru Arfeen, dia mulai frustasi.   “Kau tidak lihat bagaimana makhluk itu mengeluarkan racunnya? Empat Kasdeya tidak mudah dikalahkan, apalagi kami tidak memiliki banyak penyihir dengan kekuatan hebat di negeri ini.”  “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Arfeen lagi ketika Denallie siap meluncurkan anak panahnya. “Kau akan memanah makhluk itu? Kau bisa melakukannya?”  “Setidaknya aku harus membantu mereka, bukankah begitu, Tierra?” sindir Denallie, perempuan itu kemudian melepaskan anak panah dari busurnya dengan tingkah kefokusan yang tinggi. Anak panah yang sudah diberi mantra sihir itu mengenai sayap dari dua Kasdeya secara langsung. Sayangnya, itu tidak cukup untuk menjatuhkan mereka berdua.  Arfeen bisa melihat bagaimana Derwin dikelilingi oleh Althaia, makhluk besar itu melolong dan membentuk semacam kabut berwarna hijau dari lolongannya. Sedangkan Varoon mengeluarkan air berwarna putih kebiruan dan dia sangat cepat, lalu ada Isolde yang berdiri paling jauh dan mencoba untuk mengubah racun Kasdeya menjadi asap yang tidak lagi berbahaya.  “Ini tidak bisa dibiarkan, mereka berdua harus segara membunuh empat Kasdeya itu atau mereka akan mulai memancing yang lainnya. Ini sudah hampir sepuluh menit sejak mereka berempat muncul,” gumam Denallie, dia menatap Arfeen. “Apa kau tidak bisa mengeluarkan kekuatanmu sekarang?”  “Huh?” Arfeen kebingungan.  “Sial, Tierra. Kau harus berguna bagi kami cepat atau lambat. Sekarang kau lindungi Isolde!” teriak Denallie sebelum menghilang dan sudah berada di dekat Derwin dan Varoon. Tetapi sebelum itu, dia kembali berteriak. “Lindungi dia, Tierra!”  Karena Denallie berteriak seperti itu, Arfeen langsung berlari meskipun kakinya gemetar dan dia sempat jatuh beberapa kali karena bebatuan di Tyrion yang sangat banyak, bahkan Arfeen nyaris tidak menemukan tanah di tempat ini.   Namun dia berlari ke arah Isolde, dia tidak mengerti apa maksud ‘lindungi’ yang Denallie katakan, tetapi jika Isolde adalah penyihir wanita terkuat.. kenapa dia masih membutuhkan perlindungan?  “Arfeen, sembunyilah di belakangku!” teriak Isolde. “Derwin baru kembali dari Saujana dan energinya terkuras untuk itu, karenanya dia belum bisa mengeluarkan energi sihirnya sebanyak yang dia bisa untuk sekarang.”  Yang membuat Arfeen takjub adalah Isolde yang berbicara padanya dengan mata tertutup, dia hanya mengarahkan tangannya kepada para Kasdeya yang terus berterbangan di atas Derwin dan yang lainnya. Empat makhluk itu sepertinya sedang mencari celah.  “Denallie bukan pengguna mantra sihir terbaik, dia hanya bisa mengandalkan anak panahnya sementara meskipun Varoon memiliki energi yang tidak terbatas dengan senjata airnya, dia tidak akan bisa membunuh dua Kasdeya sekaligus. Jadi, Arfeen?”  “Ya?” sahut Arfeen langsung, dia tidak fokus kepada apa yang dikatakan Isolde karena dia mendengar lolongan Althaia yang mulai melemah.   “Kau akan membantu kami, bukan? Jika kami tidak bisa membunuh empat Kasdeya itu selama lima belas menit, semua rakyat harus turun tangan untuk membantu kami dan mereka bukan pengguna sihir ahli. Kau memahami maksudku, bukan?”  “Lalu apa yang harus ku lakukan?” teriak Arfeen frustasi. “Aku juga frustasi! Kalian membawaku ke tempat ini dan tiba-tiba saja hal seperti ini terjadi-“  “Aku hanya bisa menahan racun mereka!” balas Isolde, dia sudah membuka matanya. “Aku tahu kau ketakutan saat ini, aku tahu ini pengalaman pertamamu tetapi bisakah kau berkorban untuk kami semua?”  “Apa maksudmu?”  “Jadilah Tierra kami yang sebenarnya!” sentaknya. “Jadilah Tierra yang kami semua harapkan.”  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD