Sebelas

999 Words
Sejak hari Senin Shaila sudah disibukan dengan pekerjaannya, sibuk menjadi editor dan jabatan barunya sebagai manager sejak tiga hari lalu. Sekarang sudah hari Sabtu dan besok sudah libur, seketika Shaila diingatkan dengan tanggungan rumahnya yang tinggal menghitung tiga hari lagi. Shaila begitu sibuk lembur dan terlupakan sudah masalah rumah itu. Astaga jika sudah begini ia harus bagaimana? Beberapa menit lagi jam pulang, dan ini masih tengah hari. Mungkin Shaila bisa pergi mengunjungi keluarga ayahnya untuk meminta tolong. Shaila berharap rumah yang ada diingatan Shaila kali ini masih ada penghuninya. Tepat setelah jam pulang, Shaila segera keluar dari kantor dan mencari taksi untuk menuju ketempat tujuannya. Hingga ia sampai ditujuannya, Rumah mewah ini masih sama seperti yang ada diingatannya. Terakhir kali Shaila kesini adalah saat bersama kedua orangtuanya, sebelum Mamanya jatuh sakit. Meskipun Mamanya berasal dari keluarga sederhana, tetapi Mamanya sangat diterima dikeluarga ini lain dengan Ibu tirinya yang Shaila tahu sedari awal sangat tidak disukai. "Maaf Non, mencari siapa ya?" Shaila dikejutkan dengan seorang berseragam petugas keamanan. "Oh, saya mencari Tuan Pramono." "Dengan siapa ya Mba? Biar saya hubungi didalam untuk dapat izin." "Shaila Ayudisa Pramono." Petugas tersebut cukup terkejut dan langsung menghubungi orang didalam, tak perlu menunggu lama gerbang tersebut terbuka dan membiarkan Shaila masuk. Seorang yang Shaila kenal tampak menunggunya diteras depan dengan senyum yang lebar. "Non Shaila." Shaila memeluk wanita tua itu, membalas kerinduan yang sama. Wanita ini adalah kepala pelayan dirumah Kakeknya, jika dirumah Kakeknya maka Shaila akan terus bersama wanita ini. "Bu Tuti, apakabar?" "Saya baik Non, Non Shaila apa kabar? Sudah lama sekali tidak bertemu, Non gak pernah main kerumah Tuan Besar lagi. Sekarang sudah besar dan semakin cantik." "Shaila juga baik Bu, ada beberapa masalah jadi Shaila belum sempat kemari. Ada Kakek di dalam?" "Tuan Besar sejak satu tahun ini selalu dirumah Non, pensiun." Shaila menolehkan wajahnya kembali menatap Bu Tuti seolah bertanya. "Sekarang yang ngurus perusahaan Tuan Dipa dan Tuan Pati juga sepupu-sepupu Nona." Paman Dipa dan Paman Pati adalah adik Papa Shaila. Mereka berdua tidak membuka usahanya sendiri seperti Papanya, karena lebih memilih bersama-sama mengelola usaha keluarga yang turun-temurun. "Mari saya antarkan Nona ke ruangan Tuan Besar." Arjuna Angkara Pramono, nama yang begitu gagah dan hebat. Dulu pria tua itu masih begitu kokoh dan jalan dengan keangkuhannya, tetapi jika bermain dengan Shaila kecil pria tua itu akan berubah menjadi pria yang lembut dan penyayang. "Kakek." Shaila sampai di ruang keluarga dimana pria tua itu tengah membaca buku dengan kacamatanya ditemani suasana yang hening. Wajah pria tua itu terangkat dan menatapnya, wajahnya dulu tak seperti sekarang yang penuh dengan keriput. Rambutnya pun tak putih seperti sekarang, Shaila ingat sekali kakeknya adalah pria paling tampan yang pernah Shaila temui setelah Papanya. "Siapa?" Meremas erat clutch-nya, Shaila berjalan mendekati Kakeknya. "Ini Shaila, Shaila Ayudisa Pramono." Shaila ingat jika Mamanya bercerita, nama Shaila diberikan langsung oleh Kakeknya. Tampak sekali pria tua itu meneliti seluruh wajahnya. "Kamu mirip Sitaresmi, tapi lebih mirip Abimanyu." Shaila mengangguk menahan air matanya. "Ada apa datang kemari? Apa Papamu itu meninggalkan masalah untukmu?" Shaila menunduk dan kembali mengangguk. "Abimanyu selagi muda adalah anak yang paling aku banggakan. Dia sangat pintar, seperti cucuku Ayudisa." Shaila kembali menahan tangisnya, Kakeknya selalu saja memanggilnya Ayudisa. "Dia mengelola perusahaan keluarga dengan baik, bahkan perusahaan sangat maju saat dipimpinnya. Tetapi ia mudah bosan dan sangat suka tantangan." "Aku sudah melarangnya untuk membangun perusahaan sendiri, karena perusahaan keluarga masih sangat membutuhkan dirinya. Selain itu ia mencintai anak pesaing perusahaan keluarga." "Aku mencegahnya dengan menjodohkan Abimanyu dengan Sitaresmi, wanita yang berasal dari keluarga sederhana yang lembut dan cantik seperti namanya yang berarti sinar rembulan. Jelas itu ditentang oleh Abimanyu, tetapi aku memberinya kesempatan untuk membangun perusahaan baru miliknya jika ia menikah dengan Sitaresmi." Shaila tidak tahu fakta yang satu ini. Apakah Papanya selama ini tidak mencintai Mamanya? "Mereka menikah lalu lahirlah cucuku Ayudisa, dewi nan cantik. Aku melihat Abimanyu bahagia dengan keluarga kecilnya, sampai Sitaresmi sakit dan meninggal dunia. Abimanyu kembali menjalin cinta dengan Reta." Ternyata Papanya hanya mencintai ibu tirinya saja? Sejak dulu sampai hembus nafas terakhir pria itu? Begitukah? Shaila tidak bisa lagi menahan air matanya, ia merasa dikhianati oleh Papanya sendiri. Entah Mamanya tahu atau tidak tentang kebenaran ini, tetapi rasanya begitu menyakitkan bagi Shaila. "Sedari awal aku tahu wanita itu tidak benar, menghambur-hamburkan uang dan begitu tidak tahu malu. Saat terakhir kali aku bertemu mereka adalah pada saat mereka mengadakan acara lelang yang dihadiri sebagian besar konglomerat. Wanita itu sangat membuat malu dan mencoreng nama keluarga Pramono." "Sejak saat itu aku memutuskan hubungan kami. Mereka semakin bangkrut lama-kelamaan, tetapi Papamu tidak ada datang kerumah untuk meminta tolong atau mengucapkan maaf sama sekali. Aku juga mendengar Ayudisa pergi dari rumah, tetapi tidak datang kerumah Kakeknya untuk meminta perlindungan." Shaila terus saja menangis seraya menahan suara tangisnya. Yang Shaila tangkap dari semua ini adalah kekecewaan yang amat besar dari Kakeknya. "Kalian merasa hebat bukan? Oleh karena itu selalu berusaha sendiri. Karena itu lakukan lah lagi, berusaha sendiri seperti kemarin kemarin." "Pramono hanyalah nama, tidak berarti apapun untuk kalian berdua. Pranadipa, Respati, Zafran, Damarlangit dan Nareswara tidak bisa membantu kalian sama sekali karena aku Arjuna pun tidak bisa membantu kalian setelah semua ini." "Maaf Kakek, maaf..." Tetapi ucapannya tidak didengar, Kakeknya pergi begitu saja dengan tongkat yang membantunya berjalan. Tinggallah Shaila diruangan ini sendirian. Kakeknya sudah kecewa begitu dalam pada dirinya dan ayahnya, Shaila tak tahu harus berbuat apa agar Kakeknya itu memaafkan dirinya. Ingin menghubungi paman dan sepupunya tetapi Shaila tak tahu harus menghubungi dengan apa. Jika ia pergi ke perusahaan keluarganya, mereka tentu sudah pulang. Dengan langkah gontai Shaila pulang kerumah kostnya, tempat yang paling bisa membuatnya tenang. Shaila harus menebalkan muka dan membujuk Kakeknya, hari minggu besok mungkin ia bisa memulai aksinya meminta maaf pada Kakeknya lagi. Dering ponsel menandakan pesan masuk mengusik Shaila, ada nomor asing yang mengirimkannya pesan. Tetapi Shaila tahu siapa pelakunya. From: +628**** 'Saya tunggu kabar baiknya, saya selalu menunggu jawaban kamu' Tentu saja itu dari bos kurang ajarnya, pria blasteran yang sok ganteng. Kendrick. Vote and Comment guys!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD